Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah_Sor_Pring]. REDAKTUR penerbit buku ber-ISBN dan mitra jurnal ilmiah terakreditasi SINTA: Media Didaktik Indonesia [MDI]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Prahara di Balik Tirai

24 September 2024   13:37 Diperbarui: 24 September 2024   13:45 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
freepik via sonora.id

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Di sebuah rumah sederhana di pinggiran kota Suryapura, suasana malam di ruang tamu dipenuhi oleh tawa ceria dan percakapan hangat. Di tengah-tengah keramaian, Pak Adi, seorang pensiunan guru sastra, duduk santai di kursi goyang sambil menyeruput teh jahe hangat. Ia memandang layar televisi dengan ekspresi yang penuh perhatian, sementara di dapur, Bu Rini, istrinya, sibuk menyiapkan camilan tradisional.

"Ibu, lihat ini," kata Pak Adi, menunjuk layar televisi yang menayangkan debat politik yang tengah memanas. "Sekarang mereka ribut soal nama pasangan calon presiden."

Bu Rini menoleh dari dapur, sambil tersenyum. "Selalu ada yang diributkan menjelang pemilu. Kali ini apa yang mereka permasalahkan?"

"Mereka sedang memperdebatkan akronim pasangan calon presiden: Iqbal-Kristian. Mereka menyebut akronimnya 'IKRIM'. Ada yang merasa nama itu terlalu mendekati kata 'krim', yang dianggap bisa memiliki konotasi negatif," jelas Pak Adi, dengan nada serius namun tetap santai.

Bu Rini tertawa kecil sambil membawa sepiring keripik singkong. "Ah, lucu juga ya. Ternyata nama akronim bisa jadi masalah besar."

Pak Adi mengangguk, matanya tetap fokus pada layar. "Lucu memang, tapi ini juga serius. Terkadang, penggunaan bahasa yang tidak tepat bisa mempengaruhi opini publik secara signifikan."

Tiba-tiba, Pak Adi terdiam sejenak, tampak berpikir mendalam. "Ada yang aneh dengan akronim itu, Bu. Menurut aturan bahasa yang benar, akronim harus mewakili setiap kata dalam nama, tapi IKRIM tidak mencakup nama 'Kristian'. Ini jelas melanggar prinsip dasar penggunaan bahasa."

Bu Rini, yang sudah terbiasa dengan perhatian Pak Adi terhadap detail-detail bahasa, hanya mengangguk setuju. "Tapi, mungkin mereka lebih memikirkan dampak psikologis dari kata tersebut daripada akurasi bahasanya."

"Betul, tapi tetap saja," lanjut Pak Adi. "Penggunaan bahasa yang sembarangan bisa menyebabkan kebingungan dan merusak reputasi. Terlebih lagi, kata 'Krim' itu sendiri bisa menimbulkan konotasi negatif, yang bisa merugikan citra pasangan calon."

Bu Rini merenung sejenak. "Tapi apa yang bisa kita lakukan? Keputusan sudah diambil oleh mereka yang berkuasa."

Pak Adi tersenyum tipis. "Mungkin kita tidak bisa mengubah apa yang telah terjadi, tapi kita bisa belajar dari situasi ini. Setidaknya, kita bisa mendidik anak-anak kita tentang pentingnya penggunaan bahasa yang benar dan bertanggung jawab."

Malam semakin larut, tetapi diskusi mereka masih berlanjut dengan penuh semangat. Pak Adi dan Bu Rini sadar bahwa dunia politik sering kali penuh dengan permainan kata dan intrik, namun mereka tetap percaya bahwa nilai-nilai seperti kejujuran dalam berbahasa dan tanggung jawab dalam komunikasi harus tetap dijaga.

Saat Pak Adi mematikan televisi dan meletakkan cangkir tehnya yang sudah kosong, ia berujar, "Mari kita tidur, Bu. Besok kita lanjutkan lagi dengan mengajarkan anak-anak di sekolah tentang pentingnya bahasa yang baik dan benar."

Bu Rini tersenyum dan mengangguk, merasa tenang karena di tengah hiruk-pikuk politik dan kontroversi yang melanda, mereka masih bisa memberikan kontribusi melalui pendidikan dan kecintaan pada bahasa. Mereka tahu bahwa meskipun paham politik sering kali berubah dan penuh warna, prinsip-prinsip dasar bahasa yang baik dan benar harus tetap dipertahankan dan dihargai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun