OLEH: Khoeri Abdul Muid
Di sebuah kota kecil di Timur Tengah, di antara tumpukan buku kuno dan gulungan papirus yang mengeluarkan aroma sejarah, seorang sejarawan bernama Rofiq terjebak dalam pikirannya sendiri. Malam itu, bintang-bintang bersinar redup, seakan menyimpan rahasia kelam di balik sinarnya. Di tengah keheningan yang mencekam, satu kisah menghantuinya---kisah Tamim ad-Dari dan pertemuannya dengan sosok mengerikan di pulau terpencil.
Setahun yang lalu, Rofiq menuliskan cerita ini di blog pribadinya, memancing perhatian banyak pembaca. Tamim ad-Dari, seorang pengembara pada masa Nabi Muhammad SAW, terdampar di sebuah pulau misterius. Di sana, ia dan rombongannya menemukan seorang pria terpasung di biara tua, sosok yang memperkenalkan dirinya sebagai Masikhud Dajjal---Anti-Kristus yang diramalkan akan membawa kehancuran.
"Rofiq, kau pasti bercanda!" suara sahabatnya, Amir, mengganggu konsentrasinya. "Masa ada orang terpasung di pulau? Itu hanya mitos!"
"Amir, mitos bisa jadi lebih nyata dari yang kau kira. Ada banyak hal di dunia ini yang belum kita pahami," Rofiq menjawab, matanya tidak lepas dari kertas catatan.
Rofiq ingat betul bagaimana dia menutup cerita itu dengan pertanyaan menggantung: Siapa sosok ini? Mengapa dia terpasung? Dan siapa yang mengurungnya? Dalam kegelapan malam, ia merasa bahwa jawaban terletak pada nama pria itu---Musa, bukan Musa yang dikenal sebagai nabi, melainkan Musa dari suku Shimeon, yang dikenal sebagai Shamiri.
"Shamiri, hmm..." Amir bersandar pada meja. "Kau yakin kau tidak hanya terjebak dalam cerita-cerita mistis?"
Dibakar rasa penasaran, Rofiq melanjutkan pencariannya. Menurut legenda, Shamiri bukanlah sembarang orang. Dia adalah keturunan Bani Israel yang terasing, lahir dari seorang perempuan gendut, anak seorang dukun. Lingkungannya dipenuhi sihir dan mistisisme, menjadikannya sosok berbahaya dengan kebencian mendalam terhadap Nabi Musa AS, yang telah meraih kedudukan sebagai utusan Allah.
"Dia iri pada kedudukan Musa, Amir. Itu yang membuatnya berbahaya," Rofiq menjelaskan, mengetuk-ngetuk pensilnya. "Shamiri mempelajari ilmu hitam, merencanakan kejatuhan misi suci Musa."
"Jadi, kau berpikir dia masih hidup? Masih ada di suatu tempat?" Amir mengangkat alis, skeptis.
"Bukan hanya hidup, tetapi terkurung di pulau terpencil, di mana kegelapan tidak akan pernah berakhir," jawab Rofiq dengan tegas. "Kita harus mencari tahu lebih dalam."
Malam semakin larut, dan Rofiq menutup buku catatannya. Namun, di dalam hati, sebuah bisikan mengganggu pikirannya: "Apakah kegelapan benar-benar terkurung? Atau ia hanya menunggu kesempatan untuk bangkit kembali?" Rofiq merasakan hembusan angin yang dingin, seolah membawa kabar bahwa Shamiri belum sepenuhnya lenyap.
"Rofiq, kau terlihat gelisah. Apa ada yang mengganggu pikiranmu?" Amir bertanya, memperhatikan sahabatnya dengan cemas.
"Mimpiku... tentang Shamiri. Dia memperingatkanku," jawab Rofiq, napasnya berat. "Dia bilang, kegelapan tidak pernah mati."
"Jangan bilang kau percaya pada mimpimu," Amir mencoba menenangkan. "Itu hanya permainan pikiranmu."
Dalam tidurnya, Rofiq bermimpi. Dalam mimpi itu, ia melihat Shamiri berdiri di hadapannya, wajahnya dipenuhi kebencian dan intrik. "Kau pikir aku terkurung?" suara Shamiri menggema. "Kegelapan tidak pernah mati, Rofiq. Ia bersembunyi dalam setiap jiwa, menunggu saat yang tepat untuk bangkit!"
Rofiq terbangun dengan keringat dingin membasahi tubuhnya. Mungkinkah Shamiri benar? Mungkinkah kegelapan telah menyusup ke dalam kehidupan sehari-hari, berpura-pura menjadi cahaya? Ia tahu bahwa kebenaran harus dicari lebih dalam, meskipun kegelapan selalu mengintai di sudut-sudut pikiran manusia.
"Rofiq, apa kau baik-baik saja?" Amir mengetuk pintu kamar Rofiq, khawatir.
"Ya, aku baik. Hanya sedikit bingung," Rofiq menjawab, mencoba mengabaikan ketakutannya.
Dengan tekad bulat, Rofiq berjanji pada dirinya sendiri untuk menggali lebih dalam, mencari jejak Shamiri dan mengungkap rahasia-rahasia yang terpendam. Karena di balik setiap kisah, selalu ada pelajaran berharga dan kebenaran yang menunggu untuk ditemukan. Ia menyadari, mungkin, kegelapan yang terpendam ini akan membawanya pada petualangan yang tak terduga---sebuah perjalanan melawan waktu dan takdir, di mana cahaya kebenaran harus berjuang melawan bayang-bayang kegelapan yang tak pernah padam.*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H