Perjalanan panjang di tengah samudra menguji ketahanan mental dan fisikku. Aku tak yakin apa yang akan kutemui di sana, tetapi ketakutan mendorongku maju. Ketika akhirnya pulau itu terlihat di cakrawala, aku merasa napasku berhenti. Pulau itu seperti bangkit dari kabut gelap yang menyelimuti samudra, menunggu untuk menelan siapa pun yang berani mendekatinya.
Saat menjejakkan kaki di pantai, aku melihat reruntuhan biara kuno, sama seperti yang Rofiq ceritakan. Di dalamnya, di antara batu-batu berlumut, aku menemukan Syam. Dia berdiri diam, matanya kosong, seolah jiwanya telah diambil.
"Syam!" teriakku. Tapi dia tidak menjawab. Hanya berdiri di sana, memandang sesuatu di depannya.
Lalu aku melihatnya. Sosok itu---terikat dengan rantai besar, tubuhnya setengah tertutup bayangan. Shamiri.
Mataku membelalak. Dia nyata.
Sosok itu menatapku dengan senyum licik. "Selamat datang, Naufal. Kau datang untuk menyaksikan akhir dunia?"
Syam, dengan suara yang bukan miliknya, berkata, "Dia akan segera bebas. Dan ketika itu terjadi, semuanya akan berubah."
Aku tak mampu bergerak, napasku tercekat oleh rasa takut. Shamiri terkekeh pelan, suara tawa yang menggema di dalam biara tua itu.
Aku menyadari bahwa dunia yang kukenal... sudah berakhir.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI