Nomor itu milik Syam.
Aku segera menghubungi Rofiq. Dia mendengar cerita itu dengan wajah dingin, meski ada sedikit kegelisahan di matanya. "Syam sudah pergi terlalu jauh," katanya pelan. "Aku sudah memperingatkan dia."
"Apa yang sebenarnya terjadi, Rofiq?" tanyaku putus asa. "Apa ini semua nyata?"
Rofiq menatapku tajam. "Kau mau tahu kebenarannya, Naufal? Kebenaran yang sebenarnya?"
Aku mengangguk.
"Shamiri adalah Musa yang lain, bukan Nabi Musa, tapi seseorang dari suku yang berbeda, suku yang dibentuk dari kebencian dan pengkhianatan. Ia terkutuk oleh para Nabi sendiri, dipasung di pulau itu sejak ribuan tahun lalu. Tapi rantainya melemah setiap abad yang berlalu, dan sekarang, dia hampir bebas."
Aku menggigil. "Dan Syam?"
"Jika dia sudah menemui Shamiri, maka dia mungkin tidak akan pernah kembali dengan cara yang sama seperti sebelumnya."
Malam itu aku tidak bisa tidur. Pikiran tentang Syam dan Shamiri menghantuiku. Aku tahu aku harus melakukan sesuatu, tapi apa? Mengapa aku terlibat dalam semua ini?
Seminggu setelah pesan itu, aku membuat keputusan bodoh.
Aku memutuskan untuk pergi ke pulau itu.