Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah_Sor_Pring]. REDAKTUR penerbit buku ber-ISBN dan mitra jurnal ilmiah terakreditasi SINTA: Media Didaktik Indonesia [MDI]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Inikah Kamus Bahasa Binatang Sulaiman Itu?

17 November 2024   21:58 Diperbarui: 17 November 2024   22:05 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Masih ingat kisah Nabi Sulaiman Alaihissalam (AS)?

Beliau adalah sorang Nabi yang dikisahkan dalam perjalanan hidupnya pada 1030 SM menjadi Raja Bani Israil, yang oleh Alloh SWT diberi mukjizat atas beberapa hal.

Diantaranya beliau dapat melihat segala kekayaan alam yang ada di dalam perut bumi dan di dalam laut.

Kemudian beliau bisa menguasai jin dan setan, sehingga dapat dimanfaatkannya sebagai kuli (pekerja)-nya, mampu menguasai angin, sehingga difungsikannya sebagai kendaraannya.

Dan, yang populer, beliau dikenal sebagai Nabi yang mengerti segala percakapan burung-burung dan binatang lainnya.

Dengan menggunakan bahasa (bunyi) bermacam-macam burung dan binatang itu, Nabi Sulaiman dapat bercakap-cakap dengan burung-burung dan binatang itu.

Dengan jalan begitu pula, segala segala burung-burung dan binatang itupun semua tunduk dan taat kepadanya.

Pernah suatu waktu Nabi Sulaiman beserta rombongannya (bala tentaranya) memeriksa keadaan negerinya hingga sampai pada suatu lapangan luas yang penuh dengan semut.

Dari jauh Nabi Sulaiman telah melihat keberadaan semut-semut itu. Bahkan beliau juga tahu kalau semut-semut itu sedang menyelenggarakan sidang singkat membahas bagaimana menghindarkan diri dari bahaya injakan kaki tentara Sulaiman.

Semua agenda sidang itu dapat dilihat, didengar dan difahami oleh Nabi Sulaiman.

Dengan terang-benderang dapat didengar pula oleh Sulaiman, ketika Sang Komandan Semut itu memberi perintah kepada rakyatnya, “Masuklah kamu dengan segera ke dalam rumahmu masing-masing, agar jangan menjadi mangsa injakan kaki tentara Sulaiman, sedang mereka sendiri tidak merasakannya!...”.

Mendengar kata-kata semut itu, Nabi Sulaiman tersenyum simpul dan merasa gembira atas kesanggupan yang diberikan Alloh kepadanya, untuk mengerti kata-kata semut itu.

Terasalah oleh Sulaiman, bahwa dia Nabi sebagaimana Nabi-nabi lainnya dan dia merasa wajib memerintahkan kepada manusia, agar manusia mengasihi akan semua binatang yang melata di bumi ini. Jangan sampai menganiaya dengan sengaja atau dengan tidak diketahui.

Pertanyaannya adalah pada manusia awam jaman sekarang, adakah yang mewarisi kemampuan Nabi Sulaiman yang mampu berkomunikasi dengan hewan itu?

Adalah fakta bahwa manusia sekarang yang dikatakan sebagai manusia era modern ini seolah olah juga ada manusia yang mampu berkomunikasi dengan hewan selayaknya Nabi Sulaiman itu.

Misalnya saja antara para penghobi binatang dengan binatang piaraan kesanyangannya itu. Kemudian, bisa juga kita lihat antara para pawang-pawang dengan binatang-binatang di kebun binatang atau di sirkus-sirkus. Bahkan dapat kita lihat juga antara Pak polisi dengan anjing-anjing pelacaknya dsb.

Pertanyaan lanjutannya ialah benarkah dengan menurutnya hewan-hewan itu dengan perintah para tuannya berati para tuan itu juga berkemampuan sebagaimana Nabi Sulaiman?

Secara teoritis, hal itu dapat jelaskan sebagai aplikasi rumus S-R (stimulus-respon), di mana ada stimulus maka ada pula respon yang di dalamnya tentu dilengkapi reward dan hukuman. Dan, wajar, S-R berkomunikasi hewan-manusia yang dibiasakan berulang tentu akan tampak sebagai sebuah kemampuan komunikasi yang seolah benar-benar komunikasi.

Kisah Petani dan Sapi

Pun menarik pula ketika kita berada di desa-desa (Jawa) yang belum terlalu tergantung dengan teknologi modern traktor, saat membajak sawahnya dengan bajak luku sapi atau kerbau.

Luar biasa! Di sana kita juga akan tersuguhi kemampuan berbicara para petani dengan sapi atau kerbaunya itu.

Ketika petani (pembajak) menghendaki belok kiri, maka dia cukup berbicara, “Her.. her... her...”. Sebaliknya, disaat hendak belok kanan maka petani itu cukup berujar, “Gio... gio... gio...”. Maka bermanuverlah si sapi atau si kerbau itu sesuai maksud tuannya.  

Lagi, pada waktu pekerjaan membajak selesai atau telah dihentikan. Dan, sapi atau kerbau-kerbau itu selesai pula dimandikan di empang sekitar sawah, maka segera petani bergegas hendak pulang mengistirahatkan sapi juga dirinya.

Tapi, blaik! Seperti layaknya anak kecil saja. Ketika mau diajak pulang itu, terkadang ada saja ulah sapi atau kerbau yang sudah dengan susah-susah dibersihkan malahan main tanah, menggaruk-garukkan tubuhnya di tanah lagi.

Nah, bagaimana cara melarang main tanah sapi-sapi atau kerbau-kerbau itu oleh petani itu? Yup. ialah cukup dengan nada agak teriak (maklum karena perintah larangan) sembari berucap, “Isilo!...”.

Dan, hebatnya! Dengan kata-kata itu, berhentilah aktifitas main tanah mereka, si sapi dan si kerbau itu. Lucu, kan?

Sekarang, pertanyaan pamungkasnya yaitu, inikah jejak-jejak tersisa dari kamus hewan ala Nabi Sulaiman itu? Ataukah itu juga hanya implikasi dari rumus S-R itu?***

Sumber Bacaan: Bey Arifin, Ringkasan Cerita Al-Qur’an, Surabaya, PT.Alma’arif: 1971.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun