Luar biasa! Di sana kita juga akan tersuguhi kemampuan berbicara para petani dengan sapi atau kerbaunya itu.
Ketika petani (pembajak) menghendaki belok kiri, maka dia cukup berbicara, “Her.. her... her...”. Sebaliknya, disaat hendak belok kanan maka petani itu cukup berujar, “Gio... gio... gio...”. Maka bermanuverlah si sapi atau si kerbau itu sesuai maksud tuannya.
Lagi, pada waktu pekerjaan membajak selesai atau telah dihentikan. Dan, sapi atau kerbau-kerbau itu selesai pula dimandikan di empang sekitar sawah, maka segera petani bergegas hendak pulang mengistirahatkan sapi juga dirinya.
Tapi, blaik! Seperti layaknya anak kecil saja. Ketika mau diajak pulang itu, terkadang ada saja ulah sapi atau kerbau yang sudah dengan susah-susah dibersihkan malahan main tanah, menggaruk-garukkan tubuhnya di tanah lagi.
Nah, bagaimana cara melarang main tanah sapi-sapi atau kerbau-kerbau itu oleh petani itu? Yup. ialah cukup dengan nada agak teriak (maklum karena perintah larangan) sembari berucap, “Isilo!...”.
Dan, hebatnya! Dengan kata-kata itu, berhentilah aktifitas main tanah mereka, si sapi dan si kerbau itu. Lucu, kan?
Sekarang, pertanyaan pamungkasnya yaitu, inikah jejak-jejak tersisa dari kamus hewan ala Nabi Sulaiman itu? Ataukah itu juga hanya implikasi dari rumus S-R itu?***
Sumber Bacaan: Bey Arifin, Ringkasan Cerita Al-Qur’an, Surabaya, PT.Alma’arif: 1971.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H