Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

Kepala Sekolah SDN Kuryokalangan 02, Gabus Pati, Jateng. Direktur sanggar literasi CSP [Cah_Sor_Pring]. Redaktur penerbit buku ber-ISBN dan mitra jurnal ilmiah terakreditasi SINTA: Media Didaktik Indonesia [MDI]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mulai Terkuak: Penulis Soal UN “Jokowi” Bukan Ahli Bahasa

18 April 2014   18:32 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:31 1937
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Naskah Ujian Nasional Bahasa Indonesia yang berisi soal terkait keteladanan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo beredar di dunia maya / kompas.com

[caption id="" align="aligncenter" width="546" caption="Naskah Ujian Nasional Bahasa Indonesia yang berisi soal terkait keteladanan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo beredar di dunia maya / kompas.com"][/caption]

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Soal UN Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris 2014 yang baru lalu disusupi biografi Jokowi, tokoh hidup yang kebetulan pada saat UN digelar telah ditetapkan oleh PDIP sebagai bakal calon presiden (bakal capres), bukan capres, ---karena suara Pileg PDIP saat inipun tidak/belum memenuhi ambang batas persyaratan pengajuan capres sementara koalisi PDIP belum juga ditetapkan, di samping memang belum saatnya memasuki jadwal penetapan hasil Pileg dan pencapresan sebagaimana digariskan KPU.

TIDAK BERPENGARUH?

Yap. Sebagaimana disinyalir Pengamat Politik Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (SIGMA), Said Salahudin bahwa soal-soal itu sebagai upaya memperkenalkan sosok Jokowi kepada pemilih pemula di Pilpres. "Ini kan seperti pesan-pesan politik. Jadi ini seperti ada upaya untuk memperkenalkan sosok Jokowi kepada pemilih pemula yang akan menjadi pemilih di pilpres nanti," (Indopos. Selasa, 15 April 2014 ).

Namun demikian, kemunculan nama bakal capres dari PDIP di soal itu oleh beberapa pihak dinilai tak akan mempengaruhi para pelajar Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) yang masuk sebagai pemilih pemula potensial. Menurut Wamendikbud,  soal “Jokowi” tersebut hanya beredar di 18 propinsi wilayah Indonesia bagian barat. Dari 3,1 juta perserta UN hanya 187 (ribu) siswa yang menerima soal Bahasa Indonesia yang mencantumkan nama Jokowi. (Berapa dengan soal Bahasa Inggris?) (GATRAnews).

Mengenai hal itu, Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Zaki Mubarak menilai bahwa munculnya nama Jokowi di soal UN justru menuai kritik dari berbagai kalangan. Menurutnya, gagal total jika tujuan awal disisipkannya nama Jokowi di soal UN untuk mempengaruhi pilihan para pelajar di Pilpres nanti (Sindonews, Kamis (17/4/2014).

Soal berpengaruh atau tidak, kebenarannya tentu bisa dideteksi nanti pasca Pilpres. Akan tetapi, sekarang yang menarik untuk dicermati ialah siapa sebenarnya yang membuat soal tersebut? Apa motivasinya? Mengingat sejak proses penulisan soal UN ini dimulai, isyu pencapresan Jokowi sudah hangat dibicarakan orang, sehingga pertanyaan lebih lanjutnya ialah atas inisiatif sendiri ataukah suruhan orang, misalnya pihak Jokowi atau bahkan rival Jokowi? Kesemuanya adalah problematika analisa yang menarik. Meskipun, dalam hal ini pihak Jokowi pagi-pagi sudah menolak bahwa itu bukan perbuatannya dan menilainya justru itu akan menyudutkan dan merugikan dirinya.

Sementara itu BSNP selaku penyelenggara UN termasuk pembentuk TIM PENULIS SOAL dan Kemendikbud selaku pembentuk BSNP, setelah melakukan investigasi buru-buru menyimpulkan (sementara) bahwa penulisan soal itu sudah sesuai dengan standard kompetensi dan prosedur baku serta Kemendikbud dengan taktis hanya menyediakan kalimat negasi: jika terbukti penulis soal itu sengaja berbuat salah akan dijatuhi sangsi tegas.

Dengan menganalisa prosedur dan mekanisme pembuatan soal UN, sesungguhnya untuk sekedar tahu siapa pembuat soal Jokowi itu sangatlah mudah. Namun sebagaimana dikatakan Wamendikbud Musliar Kasim bahwa nam-nama pembuat soal UN itu dirahasikan Kemendikbud. (Apakah pasca UN ini jika demi menjaga rahasia soal dari kemungkinan kebocoran, masih relevan? Demi terkuaknya kasus ini mustinya si pembuat soal diberi kesempatan untuk menjelaskannya (hak berbicara) di depan publik. Toh, tentu negara mampu untuk menjaga keselamatannya). Dan, oleh karenanya ada yang menengarai tajam bahwa ini merupakan bagian dari lamaran Muhammad Nuh dalam Kabinet Jokowi bila kelak terpilih, ---meski penengaraian itu segera dibantah pula oleh Muhammad Nuh.

Terlepas akan ada penjelasan langsung dari penulisnya atau tidak, siapa penulis soal Jokowi tersebut setidaknya bisa kita lihat dari profile soal itu sendiri, sebagai berikut:

Ir H. Joko Widodo lahir di Surakarta 21 Juni 1961, merupakan alumnus UGM. Sejak 15 Oktober, Jokowi menjabat sebagai gubernur DKI. Tokoh yang jujur dan selalu bekerja keras ini dikenal dengan gaya blusukannya ke pelosok ibukota. Berbagai penghargaan telah beliau raih, antara lain ia termasuk salah satu tokoh terbaik dalam pengabdiannya kepada rakyat.

Sebagai tokoh seni dan budaya, beliau dinilai paling bersih dari korupsi. Namun demikian, usahanya di bidang upah minimum provinsi (UMP) mengalami kendala oleh tindakan buruh yang memanggil kembali perwakilannya saat sidang berlangsung. Buah dari pertemuan tersebut, dewan pengupahan menetakan upah Rp 2,2 juta.

Keteladanan Jokowi pada wacana di atas adalah… a. alumni UGM yang cinta seni dan budaya b. gemar blusukan ke pelosok wilayah c. mengadakan pertemuan dengan dewan pengupahan d. menjadi tokoh seniman terkemuka di DKI Jakarta e. menerima berbagai penghargaan dan gelar (detikNews). BUKAN AHLI BAHASA, Lalu Siapa?

Tema siapa Jokowi (?) oleh soal kontroversial itu mulai kental dipresentasikan dengan item keterangan nama, tempat tanggal lahir, pendidikan, dan jabatannya. Berikutnya, juga diterangkan dengan sifatnya (yang dikatakan jujur dan suka bekerja keras) dan gaya kemimpinannya (?) (gaya blusukan) dan seterusnya.

Namun dengan semakin mendalaminya lebih lanjut ---saya mendapati setidaknya dua catatan untuk soal ini, pertama, bahwa ia tidak dibuat oleh ahli bahasa atausetidaknya mengabaikan tata bahasa sebab logika berpikirnya melompat-lompat (tidak runtut), bahkan cenderung mengindikasikan tidak ada jawabannya.

Dan, kedua, kontennya ambisius, yakni ingin sebanyak mungkin menampilkan pesan tentang kesan positif Jokowi. Namun celakanya tidak didasarkan pada data yang memadai melainkan hanya lebih banyak menurut perspektif penulis wacana yang sekaligus penulis soal sendiri ---karena tidak ada keterangan sumber wacana.

Dan, indikasi bukan dibuat oleh ahli bahasa dan sangat ambisius ini apakah bisa mengarah pada simpulan bahwa penulisnya merupakan anggota tim (guru/dosen/yang lain) yang merangkap atau setidaknya berambisi sebagai politikus?

Sahdan. Analisa lebih detil tentang profile soal itu ialah sebagai berikut. Pertama, kesinambungan antara kalimat kesatu dan kedua dalam paragraf pertama tidak benar-benar tersambung. Penyebutan nama tokoh Ir H. Joko Widodo pada kalimat pertama, dilanjutkan pada kalimat kedua yang tiba-tiba saja memunculkan tokoh Jokowi tanpa keterangan alias atau biasa disebut publik, atau keterangan lain semacamnya, memberi arti bahwa paragraf ini menjelaskan dua tokoh, yakni Ir H. Joko Widodo dan Jokowi.

Padahal kalimat pertanyaannya berbunyi: Keteladanan Jokowi pada wacana di atas adalah… Dengan rangkaian kalimat dalam wacana dan soal yang demikian sejatinya penulis soal telah melakukan pemaksaan terhadap pembaca untuk mengambil kesimpulan tanpa dasar, bahwa Ir H. Joko Widodo adalah Jokowi.

Kalaupun pembaca harus berspekulasi bahwa Jokowi merupakan akronim dari Joko Widodo, juga merupakan tarikan kesimpulan yang sama sekali tidak logis dalam perspektif bahasa.Sebab, kalau Widodo diakronimkan WI sebagai suku kata pertama maka konsisten dengan itu Joko seharusnya juga diakronimkan sebagai JO. Sehingga akronim Joko Widodo adalah JOWI, bukan JOKOWI. Hal ini jelas membingungkan bahkan menjebak siswa pada kesalahan ilmiah yang relatif fatal.

Kedua, kesinambungan logika antara paragraf pertama dan kedua serta dengan butir soalnya juga sama sekali tidak betul-betul menyambung. Pada paragraf pertama kalimat kedua dikatakan bahwa Jokowi sebagai Gubernur DKI yang oleh kalimat ketiga dan keempat disebut sebagai memiliki karakter jujur, pekerja keras dan dikenal dengan gaya blusukannya .

Sementara itu pada paragraf kedua kalimat kesatu ditulis bahwa Jokowi sebagai tokoh seni dan budaya dinilai bersih dari korupsi. Apa dan seberapa kuat signifikansi korelasi antara tokoh seni budaya dengan korupsi? Kenapa tidak sebagai Gubernur sebagaimana kelanjutan (kesinambungan) atau penegasan dari paragraf pertama yang notabene dimafhumi oleh ilmu politik ada korelasi bahkan kecenderungan antara tokoh kekuasaan politik dengan soal korupsi, yang dengan demikian justru meneguhkan bahawa meskipun Jokowi memegang kekuasaan politik tetapi anti korupsi?

Ataukah, pembelokan dari tokoh kekuasaan politik (Gubernur) pada paragraf pertama kemudian bermetafora menjadi tokoh seni-budaya pada paragraf kedua merupakan strategi antisipatif berkelit (alibi yang by design) dari pihak penulis soal jika pada akhirnya soal ini dipermasalahkan (seperti sekarang ini) bahwa Jokowi sebagai Gubernur DKI dan sebagai tokoh seni-budaya, bukan dalam posisi sebagai bakal Capres PDIP?

Pertanyaan tersebut senada dengan pendapat Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Zaki Mubarak yang mengatakan bahwa dari kacamata politik tidak ada peristiwa yang terjadi kebetulan. Beliau meyakini bahwa munculnya nama Jokowi di soal UN terencana dengan baik atau by design (Sindonews,17/4/2014).

Kemudian yang ketiga, saya senada dengan Pengamat Pendidikan dari British Council, Itje Khodijah yang menilai bahwa soal itu disamping tidak memiliki sensitivitas sehingga  menimbulkan polemik di masyarakat juga berkualitas rendah. "Soal ujian SMA kelas 3, kualitas soalnya rendah sekali. Hanya diberi paparan Jokowi dan pertanyaan." (Sindonews, 17/4/2014).

Telaah saya lebih lanjut menemukan bahwa pilihan ganda pada soal itu rancu karena tidak memiliki daya pembeda yang berkualitas baik. Berdasar wacana compang-camping tersebut, keteladanan yang pada dasarnya mestinya berkait erat dengan iman dan amal sholeh (perilaku baik), ialah JUJUR dan BEKERJA KERAS ---meski 2 karakter ini untuk Jokowi oleh pihak kompetitornya (Fadli Zon) dikatakan sebagai hal yang diragukan sehingga pemuatan soal itu dalam UN dianggap (strategi) menjijikkan. Terlepas dari itu kerancuan alternatif jawaban dari soal tersebut cenderung menjadikannya tidak berjawaban dan karenanya layak dianulir.

Mengapa?

A.Alumni UGM yang cinta seni dan budaya, merupakan keteladanan sehingga jawaban A merupakan jawaban benar yang sedikit "dipaksakan" berdasar wacana.

B.Gemar blusukan ke pelosok wilayah, merupakan pernyataan netral (bebas nilai). Blusukan (berkunjung) bisa dimuati nilai positif tapi juga bisa sebaliknya. Misalnya, anak pejabat itu suka blusukan dari desa satu ke desa yang lain hanya untuk menggoda para ibu muda. Sehingga ia bukan jawaban.

C.Mengadakan pertemuan dengan dewan pengupahan, merupakan alternatif jawaban yang berkarakter sama dengan B, yakni bebas nilai.

D.Menjadi tokoh seniman terkemuka di DKI Jakarta, meskipun kebenaran konten bahwa Jokowi sebagai tokoh seni-budaya yang karena Gubernur maka menjadi tokoh seni-budaya terkemuka di DKI bisa dipertanyakan, tetapi alternatif jawaban itu merupakan suatu keteladanan sehingga jawaban D juga merupakan jawaban benar yang sedikit "dipaksakan" pula berdasar wacana.

E.Menerima berbagai penghargaan dan gelar, adalah suatu keteladanan sehingga jawaban E juga merupakan jawaban benar berdasar wacana.

Sehingga pada penghujung tulisan ini saya ingin berkata, hindarilah menghadirkan tokoh hidup yang tentu masih akan teruji ---apakah akan mendapatkan suul ataupun khusnul khotimah pada penguhujung kehidupannya kelak--- sebagai bahan soal UN yang notabene kulminasi segala dari segala ujian sekolah, yang mestinya akan mengundang segenap konsentrasi siswa dan karenanya berpeluang tinggi bakal tergurat kuat dalam ingatan.

Dan, dalam kacamata pembelajaran pra-andragogi, soal bernuansa "politis" semacam ini, relatif sensitif dan karenanya debatebel. Merepotkan, khan? Hmm.***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun