Telaah saya lebih lanjut menemukan bahwa pilihan ganda pada soal itu rancu karena tidak memiliki daya pembeda yang berkualitas baik. Berdasar wacana compang-camping tersebut, keteladanan yang pada dasarnya mestinya berkait erat dengan iman dan amal sholeh (perilaku baik), ialah JUJUR dan BEKERJA KERAS ---meski 2 karakter ini untuk Jokowi oleh pihak kompetitornya (Fadli Zon) dikatakan sebagai hal yang diragukan sehingga pemuatan soal itu dalam UN dianggap (strategi) menjijikkan. Terlepas dari itu kerancuan alternatif jawaban dari soal tersebut cenderung menjadikannya tidak berjawaban dan karenanya layak dianulir.
Mengapa?
A.Alumni UGM yang cinta seni dan budaya, merupakan keteladanan sehingga jawaban A merupakan jawaban benar yang sedikit "dipaksakan" berdasar wacana.
B.Gemar blusukan ke pelosok wilayah, merupakan pernyataan netral (bebas nilai). Blusukan (berkunjung) bisa dimuati nilai positif tapi juga bisa sebaliknya. Misalnya, anak pejabat itu suka blusukan dari desa satu ke desa yang lain hanya untuk menggoda para ibu muda. Sehingga ia bukan jawaban.
C.Mengadakan pertemuan dengan dewan pengupahan, merupakan alternatif jawaban yang berkarakter sama dengan B, yakni bebas nilai.
D.Menjadi tokoh seniman terkemuka di DKI Jakarta, meskipun kebenaran konten bahwa Jokowi sebagai tokoh seni-budaya yang karena Gubernur maka menjadi tokoh seni-budaya terkemuka di DKI bisa dipertanyakan, tetapi alternatif jawaban itu merupakan suatu keteladanan sehingga jawaban D juga merupakan jawaban benar yang sedikit "dipaksakan" pula berdasar wacana.
E.Menerima berbagai penghargaan dan gelar, adalah suatu keteladanan sehingga jawaban E juga merupakan jawaban benar berdasar wacana.
Sehingga pada penghujung tulisan ini saya ingin berkata, hindarilah menghadirkan tokoh hidup yang tentu masih akan teruji ---apakah akan mendapatkan suul ataupun khusnul khotimah pada penguhujung kehidupannya kelak--- sebagai bahan soal UN yang notabene kulminasi segala dari segala ujian sekolah, yang mestinya akan mengundang segenap konsentrasi siswa dan karenanya berpeluang tinggi bakal tergurat kuat dalam ingatan.
Dan, dalam kacamata pembelajaran pra-andragogi, soal bernuansa "politis" semacam ini, relatif sensitif dan karenanya debatebel. Merepotkan, khan? Hmm.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H