Atas nama-Nya
Aku telah menyaksikan dan memperagakan sebuah langkah diantara Kuffah menuju Karbala
Matahari keringkan tubuh dan gamisku yang basah keringat, setelah tiga hari melangkah
Tarikan kuda, meyeret-nyeret raga- wanita mulia.
Keterasingan di sana, aku alami.
Duduk sendiri di jalan, menunggu rombongan dan yang dikenal menghampiri.
Namun kepalaku berputar diantara jutaan orang.
Berderap langkah peziarah, para pemuda bergerak dengan menghentakan kakinya di atas tanah breg...breg..breg..breg...breg..breg dengan menyebut-nyebut kesayangan baginda
Ya Husainaa..Yaa Aba Abdillah...
Suara mereka menembus jiwaku yang menggeletak.
Aku pun kembali berdiri, tegakan kaki. Â Dan kuikuti menyebut nama kekasih Rabbi.
Panggilan cinta menyeruak hangatkan darah.
Diaaam...
Aku diam kembali duduk lagi, menahan kaki yang perih
Melihat wajah beragam rupa
Menangisi putra al-Mustafa
Kesendirian di negri asing, tanpa kelompok, membuatku berani ketika yang kukenang para suhada
Ketika senja tiba..
Mataku tak begitu jelas melihat warna
Yang ada hitam langit, codur dan gamis para peziarah.
Aku punn singgah
Kam amuud? tanyaku pada penjaga maukib. Seorang lelaki tua berwajah ramah
Kakiku melepuh
Langkahku pendek. Hingga tertinggal dari kelompokku. Kukatakan padanya dengan bahasa isyarat yang kubisa
Lelaki itu memanggil putrinya menuntun dan, memintaku masuk ke dalam tenda.
Aku ingin merebah satu jam saja, untuk pulihkan tenaga.
Ia memijit-mijit kakiku dan aku tak kuasa menolaknya.
Ketika aku berkata sebentar ingin merebah. Ia pun pergi dengan senyuman indah, dan isyarat untuk aku makan sajian yang tersediah.
Saat terbangun badanku lebih segar, meski kaki berair dan merah-merah aku sampaiakan padanya syukur dan terimakasih
Mereka  berkata, bahwa merekalah yang berterimakasih padaku. Karena memberi kesempatan padanya untuk melayani.
Tangisku pecah..
Ya aba Abdillah, yaa Abulfadl
Ada pencitamu yang menjadikan aku sebagaimana para pecintamu
Aku tak berharap apa-apa, selain cinta dan syafaat semata
Setelah itu, aku terdiam melanjutakan langkah menuju mauqib abul fadl bin Ali al-Murtadha as.
Setelah beberapa kilo..
Ku lihat dari kejauhan, bendera merah putih melambai-lambai begitu indahnya..
Air mataku pecah..
Ustaad!! kuberlari memanggil guru pembimbing kita..
Kenapa terpisah?
Kakiku bermasalah, langkahku pendek
Saat kupanggil rombongan, suaraku tenggelam tertutup suara-suara lain yang memanggil-manggil labaika Ya Husein...labaika Ya Husein...
Tak masalah
Para kekasih semoga hadir disetiap sanubari..
Tangis kami pecah lagi..
Ya Rasula Allah, jadikan ini bentuk taqorub pada-Nya dan tabaruk pada  itrah juga semua yang berpihak pada ajaran cinta
Mereka adalah hasratku
Yang tersimpan rapih di jiwa
Cahaya mata baginda...
Ya maulaa...
Harapan kita adalah husnul khatimah
Jadikan air mata, menambah kecintaan kita pada semua...
gelora rasa, tapak tilas raga, menjemput cinta...
Yaa Husainaa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H