Mohon tunggu...
Khodijah
Khodijah Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Di Tanah Duka

28 Agustus 2023   20:29 Diperbarui: 28 Agustus 2023   20:34 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Atas nama-Nya
Aku telah menyaksikan dan memperagakan sebuah langkah diantara Kuffah menuju Karbala
Matahari keringkan tubuh dan gamisku yang basah keringat, setelah tiga hari melangkah

Tarikan kuda, meyeret-nyeret raga- wanita mulia.
Keterasingan di sana, aku alami.

Duduk sendiri di jalan, menunggu rombongan dan yang dikenal menghampiri.
Namun kepalaku berputar diantara jutaan orang.

Berderap langkah peziarah, para pemuda bergerak dengan menghentakan kakinya di atas tanah breg...breg..breg..breg...breg..breg dengan menyebut-nyebut kesayangan baginda
Ya Husainaa..Yaa Aba Abdillah...

Suara mereka menembus jiwaku yang menggeletak.
Aku pun kembali berdiri, tegakan kaki.  Dan kuikuti menyebut nama kekasih Rabbi.
Panggilan cinta menyeruak hangatkan darah.

Diaaam...
Aku diam kembali duduk lagi, menahan kaki yang perih
Melihat wajah beragam rupa
Menangisi putra al-Mustafa

Kesendirian di negri asing, tanpa kelompok, membuatku berani ketika yang kukenang para suhada

Ketika senja tiba..
Mataku tak begitu jelas melihat warna
Yang ada hitam langit, codur dan gamis para peziarah.

Aku punn singgah
Kam amuud? tanyaku pada penjaga maukib. Seorang lelaki tua berwajah ramah

Kakiku melepuh
Langkahku pendek. Hingga tertinggal dari kelompokku. Kukatakan padanya dengan bahasa isyarat yang kubisa

Lelaki itu memanggil putrinya menuntun dan, memintaku masuk ke dalam tenda.

Aku ingin merebah satu jam saja, untuk pulihkan tenaga.
Ia memijit-mijit kakiku dan aku tak kuasa menolaknya.

Ketika aku berkata sebentar ingin merebah. Ia pun pergi dengan senyuman indah, dan isyarat untuk aku makan sajian yang tersediah.

Saat terbangun badanku lebih segar, meski kaki berair dan merah-merah aku sampaiakan padanya syukur dan terimakasih
Mereka  berkata, bahwa merekalah yang berterimakasih padaku. Karena memberi kesempatan padanya untuk melayani.

Tangisku pecah..

Ya aba Abdillah, yaa Abulfadl
Ada pencitamu yang menjadikan aku sebagaimana para pecintamu
Aku tak berharap apa-apa, selain cinta dan syafaat semata

Setelah itu, aku terdiam melanjutakan langkah menuju mauqib abul fadl bin Ali al-Murtadha as.

Setelah beberapa kilo..

Ku lihat dari kejauhan, bendera merah putih melambai-lambai begitu indahnya..
Air mataku pecah..

Ustaad!! kuberlari memanggil guru pembimbing kita..

Kenapa terpisah?
Kakiku bermasalah, langkahku pendek
Saat kupanggil rombongan, suaraku tenggelam tertutup suara-suara lain yang memanggil-manggil labaika Ya Husein...labaika Ya Husein...

Tak masalah
Para kekasih semoga hadir disetiap sanubari..

Tangis kami pecah lagi..

Ya Rasula Allah, jadikan ini bentuk taqorub pada-Nya dan tabaruk pada  itrah juga semua yang berpihak pada ajaran cinta

Mereka adalah hasratku
Yang tersimpan rapih di jiwa
Cahaya mata baginda...
Ya maulaa...
Harapan kita adalah husnul khatimah

Jadikan air mata, menambah kecintaan kita pada semua...
gelora rasa, tapak tilas raga, menjemput cinta...

Yaa Husainaa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun