Mohon tunggu...
Khodijah aliya
Khodijah aliya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Akuntansi

Khodijah Aliya (43223010197) Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mercu Buana, Dengan nama dosen Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Kemampuan Memimpin Diri dan Upaya Pencegahan Korupsi dan Etik: Keteladanan Mahatma Gandhi

22 Desember 2024   14:37 Diperbarui: 22 Desember 2024   14:37 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Input Keterangan & Sumber Gambar (Contoh: Foto Langit Malam (Sumber: Freepik/Kredit Foto))
Input Keterangan & Sumber Gambar (Contoh: Foto Langit Malam (Sumber: Freepik/Kredit Foto))

ppt prof apollo
ppt prof apollo

ppt prof apollo
ppt prof apollo
ppt prof apollo
ppt prof apollo

ppt prof apollo
ppt prof apollo

ppt prof apollo
ppt prof apollo

ppt prof apollo
ppt prof apollo

ppt prof apollo
ppt prof apollo

ppt prof apollo
ppt prof apollo
  • Biografi mahatma gandhi

    Mahatma Gandhi (nama lahir Mohandas Karamchand Gandhi, 2 Oktober 1869 -- 30 Januari 1948) adalah seorang pemimpin spiritual dan politikus yang memainkan peran utama dalam perjuangan kemerdekaan India dari penjajahan Inggris. Ia dikenal sebagai bapak bangsa India dan pelopor gerakan non-kekerasan (ahimsa) yang memengaruhi banyak tokoh perjuangan dunia, termasuk Martin Luther King Jr. dan Nelson Mandela.

    Masa Kecil dan Pendidikan

    Gandhi lahir di Porbandar, Gujarat, India, dari keluarga Vaishya. Ayahnya adalah seorang diwan (pejabat pemerintahan) di negara bagian kecil, sementara ibunya adalah seorang wanita religius yang mempraktikkan vegetarianisme dan nilai-nilai spiritualisme Jain. Pada usia 19 tahun, Gandhi pergi ke London untuk belajar hukum di University College London. Setelah menjadi pengacara, ia kembali ke India, tetapi kemudian pindah ke Afrika Selatan pada 1893 untuk bekerja di sebuah perusahaan India.

    Perjuangan di Afrika Selatan

    Di Afrika Selatan, Gandhi menghadapi diskriminasi rasial yang parah terhadap komunitas India. Pengalamannya ini memotivasi dia untuk memulai perjuangan melawan ketidakadilan melalui metode non-kekerasan. Selama 21 tahun di Afrika Selatan, Gandhi mengembangkan konsep satyagraha (perlawanan pasif), yang menjadi dasar dari gerakannya di masa depan.

    Kembali ke India dan Perjuangan Kemerdekaan

    Pada 1915, Gandhi kembali ke India dan mulai memimpin berbagai gerakan melawan kekuasaan Inggris, termasuk:

    Gerakan Non-Kerjasama (1920-1922): Seruan untuk boikot produk Inggris dan institusi kolonial.
    Salt March/Dandi March (1930): Protes terhadap pajak garam Inggris.
    Quit India Movement (1942): Tuntutan untuk kemerdekaan penuh dari Inggris.

    Gandhi percaya pada kehidupan sederhana, swadeshi (kemandirian ekonomi), dan toleransi antaragama. Ia mendorong masyarakat untuk menggunakan pakaian tradisional seperti khadi (kain tenun tangan) sebagai simbol perlawanan terhadap barang impor Inggris.

    Prinsip Non-Kekerasan
    Prinsip Gandhi yang paling terkenal adalah ahimsa (tidak menyakiti makhluk hidup) dan satyagraha. Ia menolak kekerasan dalam segala bentuk, bahkan saat menghadapi penindasan. Filosofinya ini membuatnya menjadi simbol perjuangan damai di seluruh dunia.

    Kematian
    Pada 30 Januari 1948, Gandhi dibunuh oleh Nathuram Godse, seorang nasionalis Hindu yang tidak setuju dengan pendekatan Gandhi terhadap hubungan Hindu-Muslim. Ia meninggal dalam usia 78 tahun.

    Warisan
    Gandhi dijuluki Mahatma (berarti "jiwa agung") oleh penyair Rabindranath Tagore.
    Filosofinya terus menginspirasi gerakan hak asasi manusia dan pembebasan di berbagai negara.
    Tanggal kelahirannya, 2 Oktober, dirayakan sebagai Hari Tanpa Kekerasan Internasional oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.

    Gandhi tetap menjadi ikon universal untuk perdamaian, kesederhanaan, dan keberanian moral.
    Internalisasi gaya hidup gandhi ?

    1. Kebenaran (Satya)

    Bagi Gandhi, kebenaran adalah inti dari kehidupan spiritual dan sosial. Ia percaya bahwa pencarian kebenaran adalah tugas utama manusia.

    Dalam praktiknya, Gandhi selalu berusaha untuk jujur dan tulus dalam perkataan maupun perbuatan, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam perjuangan politik.

    2. Cinta (Prema)

    Gandhi menekankan pentingnya cinta universal, yang mencakup semua makhluk tanpa diskriminasi.

    Cinta yang dimaksud adalah kasih sayang tanpa pamrih, yang tidak hanya diberikan kepada keluarga dan teman tetapi juga kepada musuh.

    Ia percaya cinta adalah kekuatan yang lebih besar daripada kekerasan untuk menciptakan perubahan.

    3. Puasa (Laku Prihatin)

    Gandhi menggunakan puasa sebagai sarana disiplin diri, membersihkan batin, dan bentuk protes damai.

    Puasa juga menjadi cara untuk menunjukkan solidaritas dengan rakyat kecil yang menderita serta sebagai metode untuk menguatkan tekad pribadi.

    4. Anti-Kekerasan (Ahimsa)

    Ahimsa berarti tidak menyakiti makhluk hidup dalam pikiran, perkataan, atau perbuatan. Ini adalah dasar perjuangan Gandhi.

    Ia menolak semua bentuk kekerasan, baik fisik maupun emosional, dan menggunakan metode perlawanan damai seperti satyagraha (perlawanan tanpa kekerasan).

    5. Keteguhan Hati dan Prinsip

    Gandhi memiliki prinsip yang kuat dan tidak mudah tergoyahkan oleh tekanan eksternal, baik dari kolonial Inggris maupun dari pihak yang menentang.

    Ia percaya bahwa keteguhan hati dan komitmen pada prinsip moral akan menghasilkan kemenangan dalam jangka panjang.

    Internanalisasi batin gandhi?

    Internalisasi Batin Gandhi: Ahimsa

    1. Makna Ahimsa

    Kata "Ahimsa" berasal dari bahasa Sanskerta, di mana "A" berarti tidak, dan "Himsa" berarti menyakiti. Jadi, Ahimsa berarti tidak menyakiti atau membunuh, baik secara fisik maupun mental.

    Doktrin ini mencerminkan prinsip tanpa kekerasan dalam tindakan, pikiran, dan ucapan.

    2. Bagian dari Panca Yama Bratha

    Ahimsa merupakan salah satu dari lima macam pengendalian diri yang disebutkan dalam Panca Yama Bratha:

    Ahimsa: Tidak menyakiti.

    Brahmaci: Pengendalian diri dalam kebijaksanaan.

    Satya: Kebenaran.

    Awyawaharika: Tidak serakah.

    Astenya: Tidak mencuri.

    3. Konflik Kekerasan dan Sad Ripu

    Sad Ripu adalah enam godaan utama yang dapat memicu kekerasan:

    Keserakahan.

    Amarah.

    Kemabukan.

    Kebimbangan.

    Iri hati.

    Ahimsa bertujuan untuk mengendalikan diri agar tidak terpengaruh oleh enam godaan ini.
    Apa yang kita harus lakukan untuk mencegah korupsi dalam keteladanan mahatma gandhi ?

    1. Menanamkan Nilai Kejujuran dalam Pendidikan

    Pendidikan Formal dan Nonformal: Selain memasukkan pendidikan anti-korupsi dalam kurikulum formal, pelatihan anti-korupsi juga dapat dilakukan melalui kegiatan ekstrakurikuler, lokakarya, dan seminar yang melibatkan siswa, mahasiswa, dan masyarakat umum.

    Pemberian Penghargaan untuk Kejujuran: Sistem penghargaan dapat diterapkan, seperti apresiasi kepada siswa atau individu yang menunjukkan sikap jujur dalam kehidupan sehari-hari. Ini akan mendorong perilaku positif yang konsisten.

    Peran Agama dan Budaya: Mengintegrasikan nilai-nilai kejujuran dari agama dan budaya lokal untuk memperkuat pemahaman moral tentang pentingnya integritas.

    2. Menghidupkan Prinsip Kesederhanaan

    Kesederhanaan dalam Pemerintahan: Para pejabat publik dan pemimpin harus mencontohkan gaya hidup sederhana dan transparan, memotong anggaran berlebihan untuk hal-hal yang tidak penting, seperti kemewahan pribadi.

    Kampanye Hidup Sederhana: Melalui media sosial, komunitas, dan sekolah, masyarakat dapat diajak untuk menjalani gaya hidup sederhana yang tidak mengutamakan materialisme. Hal ini akan menekan dorongan untuk korupsi demi kekayaan pribadi.

    Pemangkasan Birokrasi yang Rumit: Prosedur administrasi yang sederhana dan jelas dapat meminimalkan potensi penyelewengan. Digitalisasi layanan publik juga dapat mengurangi praktik pungutan liar.

    3. Membangun Kekuatan Moral untuk Menolak Korupsi

    Pendidikan Keberanian Moral: Mengajarkan pentingnya keberanian untuk menolak korupsi, bahkan ketika menghadapi tekanan. Hal ini dapat dilakukan melalui cerita inspiratif, seperti perjuangan Gandhi dalam menghadapi ketidakadilan dengan kepala tegak.

    Meningkatkan Kesadaran Kolektif: Masyarakat harus diedukasi tentang dampak buruk korupsi terhadap kehidupan sehari-hari, termasuk pengaruhnya terhadap pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur.

    Melibatkan Media dan Teknologi: Media massa dan teknologi dapat digunakan untuk memublikasikan kisah-kisah sukses masyarakat yang berani menolak korupsi, sebagai inspirasi bagi orang lain.

    4. Mempraktikkan Transparansi dan Akuntabilitas

    Pembuatan Sistem Pelaporan Publik: Pemerintah harus menyediakan platform yang aman dan mudah diakses oleh masyarakat untuk melaporkan dugaan kasus korupsi tanpa takut akan pembalasan.

    Publikasi Anggaran dan Kebijakan: Setiap kebijakan dan anggaran pemerintah harus tersedia secara publik untuk memungkinkan pemantauan oleh masyarakat dan organisasi independen.

    Audit Independen: Memberikan mandat kepada lembaga audit independen untuk memastikan transparansi dalam pelaksanaan proyek pemerintah, termasuk pelibatan masyarakat sebagai pengawas.

    5. Menggalakkan Perlawanan Tanpa Kekerasan terhadap Korupsi

    Protes Damai yang Terorganisir: Masyarakat dapat mengorganisir protes damai terhadap korupsi dengan cara yang sesuai hukum, seperti demonstrasi damai, petisi, atau pawai.

    Kampanye Media Sosial: Menggunakan kekuatan media sosial untuk menyebarkan pesan anti-korupsi secara damai dan kreatif, seperti melalui video, infografik, dan cerita pendek.

    Peningkatan Pemantauan Digital: Teknologi seperti blockchain dapat digunakan untuk mencatat transaksi pemerintah dengan transparansi penuh, sehingga meminimalkan ruang untuk korupsi.

    6. Memberdayakan Komunitas

    Meningkatkan Kapasitas Komunitas Lokal: Komunitas harus diberikan pelatihan keterampilan yang relevan sehingga mereka memiliki kapasitas untuk mencari nafkah tanpa tergantung pada praktik korupsi.

    Forum Diskusi Publik: Membuat forum di mana masyarakat dapat berdialog dengan pemerintah untuk menyuarakan kekhawatiran mereka tentang praktik korupsi dan mendiskusikan solusi.

    Melibatkan Pemuda: Memberdayakan generasi muda melalui gerakan sosial, kelompok diskusi, dan aktivitas yang mendidik mereka tentang pentingnya integritas dalam kehidupan pribadi dan profesional.

    7. Mengadopsi Prinsip Satya dan Ahimsa

    Membudayakan Kejujuran dalam Organisasi: Organisasi, baik publik maupun swasta, harus mengadopsi budaya kejujuran dalam semua operasinya, dengan memastikan bahwa setiap karyawan mempraktikkan nilai-nilai kebenaran (satya).

    Pendekatan Damai dalam Penegakan Hukum: Ketika menghadapi kasus korupsi, pendekatan non-kekerasan seperti dialog, penyelesaian hukum yang damai, dan rekonsiliasi dapat menjadi solusi yang lebih manusiawi.

    Pemberdayaan dengan Cara Damai: Pelatihan masyarakat untuk melawan ketidakadilan dengan cara damai, sebagaimana Gandhi lakukan, dapat menciptakan perubahan yang signifikan tanpa melibatkan kekerasan.

    Mengapa kita harus mencegah korupsi dalam keteladanan mahatma gandhi ?

    1. Integritas Moral sebagai Pondasi Masyarakat yang Sehat

    Gandhi memegang teguh prinsip satya (kebenaran), yang menekankan pentingnya kejujuran dan keadilan dalam setiap aspek kehidupan. Korupsi, di sisi lain, menciptakan budaya ketidakjujuran yang merusak hubungan antara individu, masyarakat, dan pemerintah. Ketika integritas moral runtuh, masyarakat kehilangan arah, dan kepemimpinan yang ideal menjadi sulit dicapai. Mencegah korupsi berarti membangun kepercayaan kolektif yang kokoh, sehingga masyarakat dapat berkembang secara sehat dan harmonis.

    2. Kesejahteraan Rakyat adalah Tujuan Utama

    Korupsi sering kali mengalihkan sumber daya yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan publik, seperti layanan kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur. Gandhi mendedikasikan hidupnya untuk melindungi hak-hak kaum tertindas, termasuk petani, buruh, dan masyarakat miskin. Dalam semangat Gandhi, mencegah korupsi adalah langkah fundamental untuk memastikan bahwa setiap individu mendapatkan hak mereka dan terhindar dari eksploitasi.

    3. Pembangunan yang Adil untuk Semua Lapisan Masyarakat

    Gandhi berkomitmen pada kesetaraan dan keadilan sosial, mengadvokasi penghapusan sistem kasta dan diskriminasi lainnya. Korupsi, di sisi lain, memperburuk ketidaksetaraan karena hanya menguntungkan mereka yang berada di posisi berkuasa. Mencegah korupsi berarti menciptakan lingkungan di mana pembangunan ekonomi dan sosial dapat dirasakan oleh semua orang, tanpa memandang status sosial atau ekonomi mereka.

    4. Prinsip Kesederhanaan sebagai Antitesis Keserakahan

    Gandhi menjalani kehidupan sederhana untuk menunjukkan bahwa kebahagiaan tidak bergantung pada kekayaan materi. Korupsi mencerminkan keserakahan dan nafsu akan kekuasaan, yang tidak hanya merusak individu tetapi juga sistem sosial secara keseluruhan. Dengan menanamkan prinsip kesederhanaan dalam kepemimpinan dan masyarakat, kita dapat melawan akar korupsi dan mengembalikan fokus pada kebutuhan dasar manusia.

    5. Membentuk Generasi Muda yang Berintegritas

    Generasi muda adalah masa depan bangsa. Jika mereka tumbuh dalam budaya korupsi, sulit bagi mereka untuk membayangkan masyarakat yang jujur dan adil. Gandhi percaya bahwa pendidikan moral dan teladan positif dari pemimpin adalah kunci membentuk karakter generasi mendatang. Mencegah korupsi berarti memberikan contoh kepemimpinan yang bersih dan mewariskan nilai-nilai integritas kepada generasi berikutnya, sehingga mereka dapat membangun masa depan yang lebih baik.

    Bagaimana Melawan Kekuasaan yang Tidak Adil?

    1. Dua Pilihan: Ketundukan atau Perlawanan

    Ketika dihadapkan pada kekuasaan yang tidak adil, masyarakat memiliki dua pilihan utama: ketundukan atau perlawanan. Ketundukan terhadap ketidakadilan menciptakan rantai penindasan yang terus berlanjut, merampas martabat manusia, dan membiarkan pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM) terjadi secara sistematis. Ketundukan semacam ini tidak hanya merugikan individu, tetapi juga melemahkan fondasi sosial dan moral masyarakat.

    Di sisi lain, perlawanan melalui kekerasan sering kali melahirkan lingkaran dendam dan kebencian tanpa akhir. Kekerasan sebagai respons terhadap ketidakadilan dapat menciptakan kerugian besar, baik bagi pelaku maupun korban, serta sering kali menghancurkan peluang untuk rekonsiliasi. Sebagaimana Gandhi pernah katakan, "Mata ganti mata hanya akan membuat seluruh dunia buta." Oleh karena itu, jalan kekerasan bukanlah solusi yang berkelanjutan.

    2. Dampak Ketundukan terhadap Ketidakadilan

    Ketundukan terhadap kekuasaan yang tidak adil bukan hanya bentuk pasif dari penerimaan, tetapi juga bentuk pengabaian terhadap nilai-nilai kebebasan, martabat, dan kemanusiaan. Dampaknya meluas pada berbagai aspek:

    Hilangnya Potensi Individu dan Kolektif: Ketika individu tunduk pada penindasan, kreativitas, keberanian, dan kebebasan mereka untuk berpikir dan bertindak terkekang. Potensi masyarakat secara keseluruhan untuk berkembang menjadi mandiri dan inovatif juga terhambat.

    Dehumanisasi: Ketundukan terhadap kekuasaan yang tidak adil mengakibatkan individu diperlakukan sebagai objek, bukan subjek yang memiliki hak dan martabat. Hal ini merusak kemanusiaan baik dari pihak yang ditindas maupun pihak penindas.

    Kemunduran Pembangunan SDM: Ketundukan yang berkelanjutan membuat individu dan masyarakat kehilangan kesempatan untuk mengembangkan potensi mereka secara maksimal. Hal ini berdampak buruk pada pembangunan sumber daya manusia yang otonom, merdeka, dan berdaya saing.

    3. Solusi Ideal: Perlawanan Tanpa Kekerasan

    Dalam menghadapi ketidakadilan, Mahatma Gandhi mengajukan solusi yang unik dan transformatif: perlawanan tanpa kekerasan atau satyagraha (pegang teguh pada kebenaran). Solusi ini bertujuan untuk melawan ketidakadilan tanpa menambah penderitaan atau menciptakan konflik baru.

    Dan Mengapa Perlawanan Tanpa Kekerasan Lebih Ideal?

    1. Menegakkan Martabat Kemanusiaan: Perlawanan tanpa kekerasan menghormati hak asasi manusia dari semua pihak, termasuk pihak yang dianggap sebagai lawan. Dengan demikian, ia memupuk penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

    2. Menghindari Kebencian dan Balas Dendam: Perlawanan tanpa kekerasan tidak memupuk kebencian, melainkan fokus pada keadilan dan kebenaran. Hal ini menciptakan ruang untuk dialog dan penyelesaian konflik yang damai.

    3. Memanfaatkan Kekuatan Moral: Dalam satyagraha, kekuatan moral lebih kuat daripada kekuatan fisik. Melalui kejujuran, pengorbanan, dan kesabaran, kebenaran dapat mengalahkan ketidakadilan tanpa pertumpahan darah.

    4. Memberdayakan Rakyat: Perlawanan tanpa kekerasan memberi kesempatan bagi masyarakat luas untuk terlibat, baik melalui boikot, mogok, atau kampanye publik, sehingga memberdayakan semua pihak untuk menjadi agen perubahan.

    Contoh Implementasi Perlawanan Tanpa Kekerasan

    Kampanye Garam Gandhi: Gandhi memimpin perlawanan tanpa kekerasan terhadap monopoli garam Inggris melalui Salt March (1930), di mana ia memobilisasi rakyat untuk melawan pajak yang tidak adil dengan cara damai.

    Gerakan Hak Sipil AS: Martin Luther King Jr., yang terinspirasi oleh Gandhi, memimpin perjuangan hak sipil di Amerika Serikat dengan pendekatan tanpa kekerasan, seperti boikot bus Montgomery.

    Revolusi Damai di Dunia Modern: Berbagai gerakan modern, seperti protes damai di berbagai negara, menunjukkan bagaimana nilai-nilai ini tetap relevan dalam menghadapi ketidakadilan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun