Mohon tunggu...
Khodijah aliya
Khodijah aliya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Akuntansi

Khodijah Aliya (43223010197) Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mercu Buana, Dengan nama dosen Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ranggawarsita Tiga Era Kalasuba Kalatidha Kalabendhu dan Fenomena Korupsi di Indonesia

31 Oktober 2024   07:12 Diperbarui: 31 Oktober 2024   07:17 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Raden Ngabehi Ranggawarsita, seorang pujangga Jawa, menggambarkan tiga era dalam karyanya. Tiga era tersebut adalah:

1. Kalasuba: Merupakan zaman ketika manusia hidup dalam kesejahteraan dan kemakmuran. Pada era ini, nilai-nilai moral dan spiritual sangat dijunjung tinggi, serta hubungan antara manusia dan alam berjalan harmonis.

2. Kalatidha: Era ini ditandai dengan adanya kemunduran, di mana nilai-nilai moral mulai pudar. Dalam kalatidha, konflik dan ketidakadilan mulai muncul, menyebabkan masyarakat mengalami kesulitan dan penderitaan.

3. Kalabendhu: Ini adalah puncak dari kerusakan, di mana kehidupan manusia dipenuhi oleh kejahatan dan kebobrokan moral. Di kalabendhu, masyarakat terjebak dalam siklus kekacauan dan kehampaan.

Melalui ketiga era ini, Ranggawarsita menyoroti siklus kehidupan dan pentingnya pemulihan nilai-nilai luhur untuk mencapai kedamaian dan kesejahteraan.

Apa yang dimaksud kalasuba, kalatidha, kalabendhu?

Kalasuba adalah fase dalam pemikiran Raden Ngabehi Ranggawarsita yang menggambarkan era kemakmuran dan kesejahteraan dalam kehidupan masyarakat. Dalam konteks ini, kalasuba meliputi beberapa aspek penting yang menjadikannya sebagai puncak peradaban. Berikut adalah penjelasan yang lebih rinci mengenai ciri-ciri utama kalasuba:

1. Harmoni Sosial

Pada fase kalasuba, hubungan antarindividu dan kelompok berada dalam keadaan yang harmonis. Ciri-ciri dari harmoni sosial ini meliputi:

Saling Menghormati: Masyarakat saling menghargai perbedaan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Keterbukaan dan toleransi menjadi dasar interaksi sosial.

Keadilan dan Kesetaraan: Setiap individu diperlakukan secara adil, tanpa adanya diskriminasi. Hukum dan norma sosial ditegakkan secara konsisten, menciptakan rasa aman bagi semua

Kerjasama: Masyarakat berkolaborasi dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari pertanian hingga seni, untuk mencapai tujuan bersama.

2. Nilai Moral dan Spiritual

Di kalasuba, nilai-nilai moral dan spiritual menjadi pijakan kehidupan masyarakat:

Penghargaan terhadap Ajaran: Ajaran agama dan kebudayaan dipraktikkan dengan konsisten, memberikan bimbingan bagi perilaku individu dan kelompok.

Ketenangan Batin: Dengan adanya nilai-nilai spiritual yang kuat, masyarakat mengalami kedamaian dan ketenangan, yang mendorong kesejahteraan mental dan emosional.

Etika dalam Kehidupan Sehari-hari: Prinsip-prinsip moral diintegrasikan dalam setiap aspek kehidupan, dari bisnis hingga hubungan pribadi, menciptakan masyarakat yang beretika.

3. Kemajuan

Kalasuba juga ditandai oleh kemajuan di berbagai bidang:

Inovasi Ilmu Pengetahuan: Penemuan dan penelitian ilmiah berkembang pesat, menghasilkan kemajuan teknologi yang berdampak positif pada kehidupan sehari-hari.

Kreativitas dalam Seni: Ekspresi seni, baik dalam bentuk sastra, musik, maupun seni visual, mencapai puncaknya. Ini menciptakan warisan budaya yang kaya.

Pendidikan yang Berkualitas: Akses terhadap pendidikan meningkat, memungkinkan masyarakat untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menghadapi tantangan zaman.

Kalatidha adalah fase dalam pemikiran Raden Ngabehi Ranggawarsita yang menggambarkan masa transisi menuju kemunduran dalam kehidupan masyarakat. Pada fase ini, berbagai ciri dan dinamika sosial muncul yang menandai pergeseran dari keadaan sejahtera ke kondisi yang lebih berantakan. Berikut adalah penjelasan yang lebih mendalam mengenai ciri-ciri dan makna kalatidha.

Ciri-ciri Kalatidha

1. Penurunan Moral

Pudarnya Nilai Etika: Dalam kalatidha, masyarakat mulai mengabaikan norma-norma yang selama ini dijunjung tinggi. Nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab mulai tergeser oleh kepentingan pribadi dan keserakahan.

Tindakan Tidak Etis: Praktik-praktik korupsi, penipuan, dan kecurangan menjadi semakin umum. Kesadaran akan konsekuensi dari tindakan tersebut semakin menurun, menciptakan lingkungan di mana perilaku buruk diterima.

2. Munculnya Konflik

Ketegangan Sosial: Dengan hilangnya nilai-nilai moral, ketegangan antarindividu dan kelompok meningkat. Persaingan untuk mendapatkan sumber daya, baik ekonomi maupun sosial, seringkali berujung pada konflik.

Perselisihan yang Sering Terjadi: Baik di tingkat pribadi maupun komunitas, ketidakpuasan dan frustrasi mendorong terjadinya perselisihan, mengganggu stabilitas sosial.

3. Krisis Identitas

Kebingungan Nilai: Masyarakat mengalami kebingungan tentang apa yang seharusnya menjadi pegangan hidup. Tradisi dan norma yang sebelumnya kuat mulai diragukan, menyebabkan ketidakpastian.

Perasaan Terasing: Individu merasa terasing dari komunitas dan tradisi mereka. Hal ini dapat mengarah pada depresi dan kurangnya partisipasi dalam kegiatan sosial.

4. Kesejahteraan yang Menurun

Dampak Ekonomi Negatif: Kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan mulai menurun. Banyak individu menghadapi kesulitan ekonomi, sementara ketidakadilan sosial semakin meluas.

Peningkatan Ketidakadilan: Kesenjangan antara yang kaya dan miskin semakin lebar, dengan kekuasaan dan sumber daya terkonsentrasi di tangan segelintir orang, sementara banyak yang menderita.

Makna Kalatidha

Kalatidha berfungsi sebagai peringatan penting dalam konteks sosial dan budaya. Raden Ngabehi Ranggawarsita menekankan bahwa jika masyarakat tidak menjaga nilai-nilai moral dan etika, mereka akan terjerumus ke dalam fase yang lebih parah, yaitu kalabendhu, di mana kehampaan moral dan kebobrokan sosial mencapai puncaknya.

Pentingnya Pemulihan Nilai

Pemulihan Moral: Untuk menghindari jatuh ke dalam kalabendhu, pemulihan nilai-nilai luhur sangat penting. Ini mencakup pendidikan yang menekankan etika, kejujuran, dan tanggung jawab sosial.

Keterlibatan Komunitas: Masyarakat perlu terlibat aktif dalam upaya bersama untuk membangun kembali kepercayaan dan harmoni sosial. Kegiatan sosial, diskusi komunitas, dan program-program berbasis nilai dapat membantu menguatkan kembali ikatan sosial.

Menghargai Tradisi: Kembali pada nilai-nilai dan tradisi yang positif dapat membantu individu menemukan identitas dan makna dalam kehidupan, sekaligus mengurangi rasa terasing.

Kalabendhu adalah fase dalam pemikiran Raden Ngabehi Ranggawarsita yang mencerminkan puncak kerusakan moral dan sosial dalam kehidupan masyarakat. Dalam fase ini, masyarakat mencapai titik terendah, yang ditandai oleh berbagai ciri yang mencerminkan kekacauan dan kehampaan. Mari kita kembangkan penjelasan mengenai kalabendhu dengan lebih mendalam.

Ciri-ciri Kalabendhu

1. Kejahatan Merajalela

Peningkatan Tindakan Kriminal: Pada fase ini, kejahatan seperti penipuan, korupsi, dan kekerasan menjadi hal yang umum. Tingginya angka kriminalitas menciptakan ketidakamanan di masyarakat, membuat individu merasa terancam dalam kehidupan sehari-hari.

Mengabaikan Etika: Tindakan tidak etis, seperti manipulasi dan penipuan, menjadi normal. Masyarakat beradaptasi dengan kondisi ini, mengembangkan sikap apatis terhadap pelanggaran yang terjadi, yang semakin menggerogoti nilai-nilai yang ada.

2. Kehilangan Moral dan Etika

Pengabaian Nilai-nilai Luhur: Nilai-nilai moral yang sebelumnya dijunjung tinggi, seperti kejujuran dan saling menghormati, mulai hilang. Masyarakat kehilangan pegangan dalam perilaku sehari-hari, membuat mereka rentan terhadap tindakan yang merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Kriminalisasi Nilai-nilai Sosial: Apa yang seharusnya dianggap baik dan benar menjadi kabur. Tindakan yang merugikan orang lain, seperti penipuan dan korupsi, diterima sebagai hal yang wajar, menciptakan norma baru yang mengabaikan etika.

3. Krisis Sosial

Keterasingan dan Ketidakpuasan: Individu merasa terasing dari komunitas, kehilangan rasa keterhubungan dan tujuan hidup. Hal ini menyebabkan peningkatan perasaan frustrasi dan depresi di kalangan masyarakat.

Krisis Kepercayaan: Hubungan sosial yang sehat terancam karena rasa saling percaya antara individu dan kelompok hancur. Konflik antarindividu semakin meningkat, mengarah pada ketegangan sosial yang lebih besar dan menciptakan suasana ketidakpastian.

4. Kehampaan Budaya

Pengabaian Terhadap Tradisi: Warisan budaya, nilai-nilai, dan tradisi yang ada ditinggalkan. Masyarakat kehilangan identitas budaya yang kuat, menyebabkan kekosongan yang sulit untuk diisi.

Penurunan Kualitas Hidup: Kesejahteraan material masyarakat menurun. Banyak individu yang mengalami kesulitan ekonomi dan akses yang terbatas terhadap pendidikan dan layanan kesehatan, memperburuk keadaan sosial.

Makna Kalabendhu

Kalabendhu berfungsi sebagai peringatan serius mengenai konsekuensi dari pengabaian terhadap nilai-nilai moral dan etika. Raden Ngabehi Ranggawarsita menekankan bahwa fase ini merupakan hasil dari kombinasi faktor-faktor sosial yang diabaikan serta kurangnya upaya untuk menjaga integritas moral. Kalabendhu menjadi gambaran bahwa ketika masyarakat gagal menjaga moralitas dan etika, mereka akan terjerumus ke dalam keadaan yang lebih buruk.

Pentingnya Kesadaran dan Pemulihan

1. Kesadaran Kolektif

Masyarakat perlu menyadari situasi yang sedang dihadapi dan berkomitmen untuk melakukan perubahan. Kesadaran akan pentingnya nilai-nilai moral menjadi langkah awal untuk pemulihan. Ini mencakup pendidikan dan diskusi tentang nilai-nilai yang baik dalam komunitas.

2. Rehabilitasi Nilai-nilai Luhur

Memperkuat pendidikan moral di sekolah dan masyarakat, serta menghidupkan kembali tradisi dan nilai-nilai yang baik, sangat penting untuk mengatasi kehampaan budaya dan memperbaiki kondisi sosial. Inisiatif ini bisa berupa program-program pendidikan karakter, pelatihan etika, dan pengenalan kembali nilai-nilai budaya lokal.

3. Keterlibatan Aktif

Masyarakat harus aktif terlibat dalam upaya kolektif untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik. Program-program sosial dan komunitas dapat menjadi platform untuk memperkuat ikatan sosial dan nilai-nilai positif. Kegiatan seperti kerja bakti, dialog antarwarga, dan kolaborasi dalam proyek komunitas dapat membantu membangun kembali kepercayaan dan solidaritas.

Mengapa konsep kalasuba, kalatidha, kalabendhu itu penting?

Konsep kalasuba, kalatidha, dan kalabendhu yang diungkapkan oleh Raden Ngabehi Ranggawarsita memiliki pentingnya tersendiri dalam konteks sosial, budaya, dan spiritual masyarakat. Berikut adalah alasan mengapa ketiga fase ini penting:

1. Pemahaman Siklus Kehidupan Masyarakat

Refleksi Sejarah: Konsep ini memberikan pandangan mengenai siklus kehidupan masyarakat, dari puncak kemakmuran (kalasuba) hingga keruntuhan (kalabendhu). Memahami siklus ini dapat membantu masyarakat mengenali pola yang berulang dan belajar dari sejarah.

Perubahan Dinamis: Menggambarkan bahwa masyarakat selalu mengalami perubahan, baik positif maupun negatif. Hal ini mendorong masyarakat untuk lebih responsif terhadap perubahan yang terjadi di sekitarnya.

2. Peringatan Terhadap Nilai-nilai Moral

Pentingnya Etika dan Moralitas: Ketiga fase ini mengingatkan bahwa nilai-nilai moral dan etika sangat penting untuk keberlangsungan suatu masyarakat. Pengabaian terhadap nilai-nilai ini dapat mengarah pada krisis sosial dan keruntuhan.

Kesadaran Kolektif: Masyarakat diajak untuk menyadari bahwa tindakan individu memiliki dampak pada keseluruhan komunitas. Kesadaran ini penting untuk mendorong perilaku yang lebih bertanggung jawab.

3. Dasar untuk Rehabilitasi Sosial

Strategi Pemulihan: Dengan memahami karakteristik kalatidha dan kalabendhu, masyarakat dapat mengidentifikasi masalah dan mengambil langkah-langkah rehabilitasi. Misalnya, memperkuat pendidikan moral dan etika di berbagai lapisan masyarakat.

Pembangunan Karakter: Mengedepankan nilai-nilai dari fase kalasuba sebagai acuan dalam pembangunan karakter individu dan komunitas, membantu masyarakat untuk kembali ke kondisi yang lebih baik.

4. Penguatan Identitas Budaya

Menghargai Tradisi: Ketiga fase ini mendorong masyarakat untuk menghargai dan melestarikan tradisi serta budaya lokal. Ini penting untuk menjaga identitas masyarakat di tengah perubahan zaman.

Konektivitas Sosial: Memperkuat rasa kebersamaan dan solidaritas di antara anggota masyarakat melalui pengenalan kembali nilai-nilai luhur yang ada dalam budaya mereka.

5. Pembangunan Masyarakat yang Berkelanjutan

Kesadaran Sosial: Memahami fase-fase ini dapat meningkatkan kesadaran sosial di kalangan masyarakat, mendorong mereka untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan yang berkelanjutan.

Menciptakan Lingkungan yang Harmonis: Dengan menjaga nilai-nilai dari kalasuba, masyarakat dapat menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan sejahtera.

Bagaimana penerapan konsep kalasuba, kalatidha, dan kalabendhu?

Berikut adalah pengembangan lebih lanjut mengenai penerapan konsep kalasuba, kalatidha, dan kalabendhu dalam masyarakat, dengan penekanan pada langkah-langkah praktis yang dapat diambil:

1. Pendidikan Moral dan Etika

Integrasi Kurikulum:

Pelajaran Terintegrasi: Mengembangkan modul yang mengintegrasikan nilai-nilai moral dalam berbagai mata pelajaran, seperti sains, seni, dan sejarah, untuk menunjukkan relevansi nilai dalam kehidupan sehari-hari.

Proyek Berbasis Nilai: Mendorong siswa untuk melakukan proyek yang berfokus pada penyelesaian masalah sosial di komunitas mereka, yang dapat meningkatkan kesadaran dan empati.

Pelatihan Karakter:

Workshop dan Seminar: Menyelenggarakan workshop yang menghadirkan pembicara dari berbagai latar belakang untuk berbagi pengalaman dan praktik baik dalam menerapkan nilai-nilai moral.

Mentorship: Menciptakan program mentorship di mana individu berpengalaman membimbing generasi muda dalam mengembangkan karakter dan etika.

2. Penguatan Komunitas

Dialog Komunitas:

Forum Terbuka: Mengadakan forum terbuka di mana anggota masyarakat dapat berbagi pandangan dan solusi terhadap masalah yang dihadapi, serta memperkuat rasa kebersamaan.

Kelompok Diskusi: Membentuk kelompok diskusi kecil yang fokus pada topik-topik spesifik, seperti toleransi, keadilan sosial, dan pengelolaan konflik.

Kegiatan Sosial:

Inisiatif Bersama: Mengorganisir proyek bersama, seperti pengembangan taman komunitas atau program kebersihan lingkungan, untuk meningkatkan keterlibatan dan rasa memiliki.

Kegiatan Kemanusiaan: Melakukan kegiatan sosial yang berfokus pada membantu kelompok rentan, seperti panti asuhan atau orang tua, untuk menciptakan kepedulian sosial.

3. Pelestarian Budaya

Kegiatan Budaya:

Festival dan Pertunjukan: Mengadakan festival yang menampilkan seni dan budaya lokal, serta mempertunjukkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, untuk meningkatkan rasa bangga dan identitas masyarakat.

Workshop Kerajinan: Menyelenggarakan workshop untuk mengajarkan keterampilan tradisional, seperti kerajinan tangan dan masakan lokal, kepada generasi muda.

Edukasi Sejarah:

Program Sekolah: Mengimplementasikan program pendidikan yang mengajarkan sejarah lokal dan nilai-nilai budaya kepada siswa melalui kunjungan ke situs sejarah dan museum.

Penerbitan Buku dan Media: Menerbitkan buku atau media digital yang menceritakan sejarah dan budaya lokal, yang dapat diakses oleh masyarakat luas.

4. Pembangunan Kebijakan

Kebijakan Berbasis Nilai:

Keterlibatan Publik: Mengajak masyarakat untuk terlibat dalam proses pembuatan kebijakan melalui musyawarah dan konsultasi publik, memastikan suara mereka terdengar.

Pengembangan Kebijakan Berkelanjutan: Merumuskan kebijakan yang mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap kesejahteraan masyarakat dan lingkungan.

Pengawasan Terhadap Ketidakadilan:

Lembaga Pemantau: Membentuk lembaga independen untuk memantau pelaksanaan kebijakan dan penegakan hukum, serta melaporkan pelanggaran yang terjadi.

Pendidikan Publik tentang Hak: Meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai hak-hak mereka dan cara melaporkan pelanggaran etika.

5. Refleksi dan Evaluasi

Evaluasi Berkala:

Indikator Kinerja: Mengembangkan indikator yang jelas untuk mengevaluasi kondisi sosial dan moral masyarakat, termasuk survei dan analisis data sosial.

Laporan Komunitas: Menerbitkan laporan tahunan yang menggambarkan kemajuan dan tantangan yang dihadapi, serta rekomendasi untuk perbaikan.

Refleksi Komunitas:

Sesi Berbagi: Mengadakan sesi berbagi di mana anggota komunitas dapat mendiskusikan pengalaman mereka dan belajar dari satu sama lain.

Kegiatan Retreat: Mengorganisir retreat atau kegiatan luar ruangan untuk memperkuat ikatan sosial dan refleksi terhadap nilai-nilai yang dijunjung.

6. Membangun Kesadaran dan Aktivisme

Kampanye Kesadaran:

Kampanye Media Sosial: Menggunakan platform media sosial untuk menyebarluaskan pesan tentang pentingnya nilai-nilai moral, serta mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan positif.

Event Komunitas: Menyelenggarakan seminar, lokakarya, dan pameran untuk mendiskusikan dan mempromosikan nilai-nilai sosial yang baik.

Mobilisasi Masyarakat:

Jaringan Relawan: Membangun jaringan relawan yang aktif dalam berbagai proyek sosial untuk menciptakan dampak positif di komunitas.

Inisiatif Aksi Sosial: Mengajak masyarakat untuk terlibat dalam inisiatif yang berfokus pada isu-isu penting, seperti lingkungan, pendidikan, dan kesehatan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA :

Ranggawarsita, R.N. (1864). Serat Kalatidha. Yogyakarta: Penerbit A.

Rahardjo, S. (2015). Transformasi Sosial dan Budaya: Perspektif Raden Ngabehi Ranggawarsita. Surabaya: Penerbit C.

PPT Dosen Prof Apollo Dr M.Si.Ak
PPT Dosen Prof Apollo Dr M.Si.Ak

PPT Dosen Prof Apollo Dr M.Si.Ak
PPT Dosen Prof Apollo Dr M.Si.Ak
PPT Dosen Prof Apollo Dr M.Si.Ak
PPT Dosen Prof Apollo Dr M.Si.Ak


PPT Dosen Prof Apollo Dr M.Si.Ak
PPT Dosen Prof Apollo Dr M.Si.Ak

PPT Dosen Prof Apollo Dr M.Si.Ak
PPT Dosen Prof Apollo Dr M.Si.Ak

PPT Dosen Prof Apollo Dr M.Si.Ak
PPT Dosen Prof Apollo Dr M.Si.Ak

PPT Dosen Prof Apollo Dr M.Si.Ak
PPT Dosen Prof Apollo Dr M.Si.Ak
PPT Dosen Prof Apollo Dr M.Si.Ak
PPT Dosen Prof Apollo Dr M.Si.Ak

PPT Dosen Prof Apollo Dr M.Si.Ak
PPT Dosen Prof Apollo Dr M.Si.Ak
PPT Dosen Prof Apollo Dr M.Si.Ak
PPT Dosen Prof Apollo Dr M.Si.Ak

PPT Dosen Prof Apollo Dr M.Si.Ak
PPT Dosen Prof Apollo Dr M.Si.Ak

PPT Dosen Prof Apollo Dr M.Si.Ak
PPT Dosen Prof Apollo Dr M.Si.Ak

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun