Arab Saudi mulai memainkan peran sebagai mediator. Dalam pertemuan rahasia di Riyadh, Pangeran Khalid bertemu dengan utusan Iran, Palestina, dan Amerika. Di sana, ia berkata:
"Kami berada di tengah dunia Islam. Jika perang terus terjadi, kami semua yang akan terbakar. Kita harus menemukan jalan keluar bersama."
Babak III: Sekutu Amerika Bergerak
Di Washington, tekanan datang dari negara-negara sekutu Amerika di Eropa dan Asia untuk menghentikan dukungan buta kepada Israel. Jepang dan Jerman mendesak agar Amerika memainkan peran sebagai penjaga perdamaian, bukan provokator perang.
Namun, sekutu tradisional Amerika seperti Uni Emirat Arab dan Bahrain mencoba menyeimbangkan diri. Mereka mendukung Abraham Accord tetapi juga khawatir bahwa perdamaian dengan Israel justru memicu ketegangan lebih besar di dunia Islam.
Di Mesir, Presiden mendesak pengaktifan kembali Inisiatif Perdamaian Arab yang telah lama diabaikan.
"Hanya solusi dua negara yang dapat menyelesaikan masalah ini. Dunia harus memilih untuk berhenti memihak dan mulai berdialog."
Epilog: Harapan di Tengah Kekacauan
Konferensi itu tidak menghasilkan kesepakatan besar, tetapi berhasil menciptakan momentum baru. Sebuah tim independen yang terdiri dari perwakilan negara-negara Teluk, Iran, Mesir, Rusia, Amerika, dan Cina dibentuk untuk merancang peta jalan perdamaian yang melibatkan semua pihak, termasuk Palestina dan Israel.
Di Gaza, Yusuf menatap ke arah barat, berharap hidup lebih baik. Di Riyadh, Pangeran Khalid mengirim pesan damai ke Teheran. Di Tel Aviv, David berbicara dengan ayahnya tentang keinginannya meninggalkan militer. Di aula PBB, Ivan dan Li Wei sepakat bahwa dunia memerlukan titik tengah untuk menghindari kehancuran besar.
Dunia masih jauh dari perdamaian, tetapi ada secercah harapan bahwa titik tengah itu bisa ditemukan.
TAMAT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H