Mohon tunggu...
Khidrian Arfiansyah
Khidrian Arfiansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Social Welfare Student at Sunan Kalijaga State Islamic University

Tertarik terhadap isu-isu sosial, politik, dan fenomena alam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kampung Adat Miduana, Serpihan Surga yang Tersembunyi di Cianjur

1 November 2023   15:33 Diperbarui: 1 November 2023   15:39 817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://mamikos.com/

Miduana, begitulah nama dari sebuah Kampung Adat yang terletak di Desa Balegede, Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur. Kampung ini memiliki daya tarik yang tinggi karena keunikan budaya dan keindahan alam pegunungan yang mempesona.

Kampung ini dikelilingi oleh hamparan pesona pegunungan yang membuat lingkungan dan udara menjadi sejuk nan asri. Struktur perumahan masyarakat pun masih mempertahankan tradisi nenek moyang mereka, selain itu, cara berpakaian dan kehidupan mereka masih menggunakan pakaian tradisional seperti totopong atau ikat kepala khas sunda dan baju hitam khas sunda. Masyarakat di Kampung Adat Miduana dipercayai merupakan masyarakat yang masih memegang teguh tradisi dan budaya Sunda yang kental.

Kampung ini memiliki luas area 1.041 hektar persegi, meliputi 11 rukun tetangga atau RT, dan 4 rukun warga atau RW yang dihuni oleh 280 kepala keluarga yang terdiri dari 577 laki-laki dan 650 perempuan, jika ditotalkan maka penduduknya berjumlah 1.207 jiwa.

Yang menjadi fun fact dari Kampung Adat Miduana adalah masyarakatnya yang relatif memiliki umur yang panjang, menurut data terakhir ada 4-5 orang yang sudah berumur 100-an lebih. Namun, ada beberapa fakta menarik mengenai Kampung Adat Miduana dikutip dai berbagai sumber:

1.  Miduana Kampung keturunan Pajajaran?

Menurut cerita masyarakat, Miduana sendiri merupakan lanjutan dari kata "Midua" yang berarti dua, terbelah, atau terbagi dua.  Kata "Midua" disematkan karena keberadaan kampung ini berada di antara dua Sungai yakni Cipandak Hilir dan Cipandak Girang. Kedua Sungai tersebut sebenarnya cabang arus Sungai yang kemudian bertemu di Sungai Cipandak (utama).

Ketika pertama kali ditemukan, kampung ini dulunya Bernama "Joglo Alas Roban" yang dipimpin oleh Eyang Jiwa sadana dengan sembilan kepala keluarga lainnya. Kokolot atau sesepuh Kampung Adat Miduana Abah Yayat, mengatakan, Desa Balegede atau Kampung Adat Miduana ini tidak bisa dilepaskan dari dua tokoh kembar bernama Eyang Jagat Nata dan Eyang Jagat Niti. Keduanya merupakan keturunan dari Kerajaan Pajajaran yang mencari tempat pemukiman guna menghindari kemelut Kerajaan Sunda.

Sehingga Jagat Nata dan Jagat Niti berhasil mendirikan perkampungan baru dan membuat tempat pertemuan atau pasmoan dengan koleganya dari berbagai wilayah dalam rumah besar Bernama Balegede yang artinya tempat perjumpaan besar.

Cerita selanjutnya Eyang Jagat Niti memiliki anak yang Bernama Eyang Jagat Sadana yang berhasil menemukan lahan strategis untuk membuka perkampungan baru yang kemudian dikenal dengan dusun Miduana yang tidak jauh dari Balegede, sehingga Eyang Jagat Sadana mendapat tempat spesial dari warganya sebagai pembuka hutan belantara atau dalam Bahasa sunda disebut dengan 'leuweung peteng' menjadi tempat tinggal untuk menetap selamanya.

Mereka kemudian secara turun temurun beranak-pinak hingga saat ini dan tetap memegang pikukuh karuhun asli Padjajaran dengan aturan yang disepakati bersama.

2.  Kebudayaan dan Situs Peninggalan

Hingga saat ini, masyarakat kampung masih memegang teguh budaya yang secara turun temurun seperti Lanjaran Tatali Paranti, Mandi kahuripan, Dongdonan Wali Salapan, Opatlasan Mulud, dan berbagai kesenian yang masih diteruskan ke generasi muda.

Kesenian yang masih dipertahankan hingga saat ini seperti Wayang Gejig, Calung, Rengkong, Reog, Tarawangsa, Nayubun dan Lais selain wayang golek, patun buhun dan lain-lain yang masih menjadi warisan dari para leluhur kampung.

Tidak hanya adat dan kesenian yang masih dipertahankan sampai saat ini, terdapat sejumlah situs yang juga masih menjadi primadona yang dijaga kelestarian dan keberadaanya seperti Batu Rompe yang diyakini masyarakat adat sebagai warisan peninggalan ribuan tahun lalu yang berupa batu menhir memiliki zat logam yang tinggi.

Tidak perlu berjalan begitu jauh dan lama, ada situs Arca Cempa Larang Kabuyutan yang terhampar di dekat situs Batu Rompe. Arca ini dipercaya warga sekitar sebagai peninggalan Kerajaan Sunda yang berusia lebih dari 2.000 tahun, menurut cerita Kerajaan tersebut bernamakan Kerajaan Salakanagara, jauh sebelum Tarumanegara dan Pajajaran.

Selanjutnya di Kampung Kubang Bodas terdapat Goa Ustrali atau Australi. Berbagai kebudayaan dan peninggalan situs tersebut masih dapat dijumpai oleh wisatawan karena masyarakat menjaga kelestarian dan keberadaannya dengan baik.

3.  Pernah Menutup Diri

Pernah selama seratus tahun warga Kampung Adat Miduana tertutup dari kemajuan dan teknologi termasuk pemberitaan media yang membuat pembangunan terhambat dan infrastruktur tidak memadai. Namun dalam hal pendidikan banyak anak keturunan kampung adat tersebut pergi merantau untuk menempuh pendidikan hingga ke perguruan tinggi.

4.  Memiliki Umur yang Panjang

Hal yang menarik dari kampung ini adalah banyak masyarakat yang berusia panjang, hingga tidak sedikit yang usianya sudah di atas 100 tahun.

Abah yayat sebagai Ketua Adat Kampung Miduana mengatakan bahwa warga di Desa Balegede Kecamatan Naringgul memang dianugerahi dengan umur yang panjang oleh Yang Maha Kuasa. Berdasarkan data, dari ratusan jiwa di kampung tersebut, saat ini ada sekitar 14 orang yang berusia di atas 90 tahun.

Rata-rata usia masyarakat kampung memang di atas 90 tahun, walaupun sudah berusia lanjut lansia di Kampung Adat Miduana masih sehat-sehat dan tampak bugar. Bahkan banyak dari mereka yang masih bisa melakukan aktivitas sehari-hari seperti menyadap nira, pergi ke sawah, dan aktivitas lainnya yang bisa mereka lakukan.

5.  Larangan dan Pantangan Bagi Wisatawan

Bagi wisatawan yang hendak berkunjung, perlu diketahui bahwa harus didampingi oleh pimpinan adat atau yang mewakili. Hal ini sudah menjadi ketetapan dan aturan kampung adat. Selain itu, wisatawan juga harus memiliki tujuan yang jelas apa motif yang mendorong mereka berlabuh ke kampung tersebut.

Selama berada di Kampung Adat Miduana, wisatawan tidak boleh melakukan hal 'sompral' atau berkata yang tidak pantas, seperti perkataan menantang, misuh ataupun perkataan yang semestinya tidak perlu diucapkan.

Yang terakhir, konon katanya ada kepercayaan yang dijunjung oleh masyarakat , yaitu jika sudah masuk salah satu rumah dan akan pergi ke kamar mandi, maka harus melewati 'gowah' atau lokasi penyimpanan padi terlebih dahulu di rumah tersebut.

Demi kebaikan dan kerukunan bersama, sebaiknya wisatawan yang hendak berkunjung mengikuti aturan-aturan yang sudah ditetapkan di Kampung Adat Miduana.

Kampung Adat Miduana merupakan salah satu pesona warisan Indonesia yang harus terus dijaga dan dilestarikan supaya tetap pada keasriannya dan menjadi bagian sejarah yang bernyawa bagi keindahan Indonesia.

Kurang-lebih seperti itu, kalau ada yang kurang penulis mengucapkan permohonan maaf. Mari berdiskusi Terimakasih!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun