Mohon tunggu...
Khesed Yuli PNK
Khesed Yuli PNK Mohon Tunggu... Mahasiswa - Journalist Penulisan Naskah Komunikasi

Artikel ini diolah oleh dua orang mahasiswi Universitas Gunadarma Fakultas Ilmu Komunikasi. Yang terdiri dari Khesedtov Bana dan Yulianti Putri Zelita. Blog Kompasiana ini diperuntukan untuk publikasi tugas mata kuliah Penulisan Naskah Komunikasi 1.

Selanjutnya

Tutup

E-Sport

Lokapala Hadir Mengisi Kekosongan Industri Gim Indonesia

22 November 2021   17:00 Diperbarui: 22 November 2021   18:12 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Untuk bikin game e-sport kan nggak murah juga ya, ini satu statement yang harus digaris bawahi, tidak semua game itu startup. Ada game yang dibuat dengan budget murah, ada game yang dibuat dengan budget yang sangat tinggi, sampai 1,5T atau bahkan 3T. Game yang paling mahal sekarang dibuat dengan budget 5T, in-between ya. Nah, di Indonesia akses pendanaan itu hanya tersedia buat tahap-tahap awal. Yang istilahnya, fundingnya itu cuma 200 juta dan sebagainya, dan itu bahkan nggak bisa buat develop game yang nipcore. Itu cuma buat tahap-tahap awal. Karena akses pendanaan cuma segitu, akhirnya juga nggak berkembang industrinya. Karena 200 juta mau bikin game apa?” bubuhnya.

Hal ini tentu sejalan dengan pola startup yang dirasa meningkat pesat, dan dilihat dapat berkembang dengan baik kedepannya. Padahal, industri gim yang tak dilirik banyak investor ini nyatanya menjanjikan pula dalam keberlangsungannya. Menurut Statista, jumlah pemain gim mobile di Indonesia bahkan mencapai 54,7 juta pada 2020 lalu. Tak hanya jumlah pemain yang banyak, peningkatan revenue yang didapatkan pun bisa terus melesat.

Melihat ekosistem seperti ini, Ivan mengharapkan adanya intervensi dari pemerintah untuk mendorong kemajuan industri gim. Tak muluk-muluk menjalani konsep pentahelix atau lima unsur kekuatan, menurut Ivan konsep triple helix yang mengoptimalkan pemerintahan, institusi pendidikan serta industrinya dapat mencukupi sehingga SDM yang ada bisa memenuhi standar kebutuhan industri yang berkembang.

“Indonesia kan menganut pentahelix ya, saya sebenarnya cuma mau kembali ke konsep triple helix dulu. Triple Helix itu sebenarnya sudah lebih dari cukup. Triple Helix itu artinya ada industri, institusi pendidikan dan government ya. Jadi, institusi pendidikan ini harus bekerjasama dengan industrinya, supaya talent-talentnya itu relatable,” ungkap Ivan.

Tak hanya pengembangan dalam SDM, sokongan perseorangan atau instansi dalam pemerintah yang juga menggunakan produk lokal, tak hanya dalam sandang, pangan, papan, namun juga penggunaan produk lokal dalam kemajuan teknologi. Dengan campur tangan pemerintah, industri gim di Indonesia setidaknya bisa memiliki “local hero” yang kemudian dapat menjadi model contoh bagi pengembang gim lainnya dan akhirnya industri gim Indonesia juga bisa diakui di mata dunia. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten E-Sport Selengkapnya
Lihat E-Sport Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun