RINGKASAN EKSEKUTIF
Ketahanan pangan di Indonesia menjadi salah satu masalah penting yang memerlukan perhatian serius, terutama dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan kompleksitas
tantangan lingkungan. Meskipun Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan mayoritas penduduknya bergerak di sektor pertanian, berbagai masalah terkait ketahanan pangan masih dihadapi. Tantangan tersebut meliputi ketergantungan yang signifikan pada impor bahan pangan serta rendahnya minat generasi muda untuk terlibat di bidang pertanian. Menurut laporan Global Food Security Index (GFSI), Indonesia menempati peringkat ke-69 dari 113 negara, dengan skor yang masih berada di bawah rata-rata global.Â
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, pemerintah berupaya meningkatkan ketahanan pangan melalui langkah-langkah yang dilakukan bertahap, mulai dari skala nasional hingga tingkat rumah tangga. Dalam upaya ini, Badan Pangan Nasional memiliki peran kunci sebagai pengoordinasi kebijakan dan penyedia data terkait ketahanan pangan. Beberapa kebijakan yang direkomendasikan meliputi: 1) Meningkatkan partisipasi generasi muda dalam sektor pertanian, 2) Mengurangi ketergantungan impor dengan diversifikasi dan pengoptimalan produksi pangan lokal, 3) Memperkuat infrastruktur
serta adopsi teknologi pertanian, 4)Mencegah alih fungsi lahan dan melestarikan ekosistem
pertanian, 5) Memberdayakan masyarakat lokal untuk mendukung ketahanan pangan, 6) Mengembangkan Indeks Ketahanan Pangan sebagai alat evaluasi dan pemantauan, 7) Mengatasi dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian, dan 8) Mengintegrasikan kebijakan ketahanan pangan secara menyeluruh. Melalui langkah-langkah ini, diharapkan
Indonesia dapat mempercepat transformasi sektor pertanian, meningkatkan kesejahteraan petani, dan mencapai kemandirian pangan yang berkelanjutan.
PENDAHULUAN
Ketahanan pangan kini menjadi salah satu isu global yang penting. Meskipun Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan sebagian besar penduduknya bergantung pada sektor pertanian, status ini tidak menjamin negara ini bebas dari risiko krisis pangan (Rasman, A., dkk., 2023). Sektor pertanian tetap memainkan peran penting dalam mendukung perekonomian dan memenuhi kebutuhan pangan masyarakat (Ayun, dkk., 2020).
Pemenuhan ketahanan pangan di tingkat nasional merupakan tanggung jawab bersama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Ketahanan pangan mencakup kondisi di mana kebutuhan pangan dapat terpenuhi mulai dari tingkat nasional hingga individu, dengan memastikan adanya ketersediaan pangan yang cukup, berkualitas (aman, beragam, bergizi), serta mudah dijankau oleh seluruh masyarakat. Upaya mewujudkan ketahanan pangan dilakukan secara bertahap, dimulai dari level nasional, provinsi, kabupaten/kota, hingga ke Tingkat rumah tangga dan perorangan. Indonesia juga berkomitmen untuk mencapai 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), yang mencakup pengentasan kemiskinan dan kelaparan, memastikan ketahanan pangan, meningkatkan kualitas gizi, dan mendukung pengembangan pertanian berkelanjutan. Untuk mendukung pencapaian tujuan ini, Badan Pangan Nasional memiliki peran strategis dalam mengoordinasikan, merumuskan, dan melaksanakan kebijakan terkait pencegahan kerawanan pangan, peningkatan gizi, diversifikasi pangan, serta keamanan pangan.
Badan Pangan Nasional memiliki peran utama dalam mengoordinasikan serta menjalankan kebijakan terkait ketahanan pangan. Untuk memperbaiki kualitas data dan informasi, BPN mengembangkan Indeks Ketahanan Pangan (IKP). IKP ini disusun dengan mengadaptasi referensi dari indeks global seperti Global Food Security Index (GFSI), namun disesuaikan dengan data dan informasi yang tersedia di tingkat kabupaten, kota, hingga provinsi. Penyusunan IKP Nasional bertujuan untuk mengevaluasi pencapaian ketahanan pangan di berbagai wilayah sekaligus memberikan peringkat berdasarkan tingkat ketahanan pangan masing-masing daerah.
Dengan meningkatnya jumlah penduduk serta tantangan lingkungan yang semakin kompleks, pengembangan sistem pangan yang berkelanjutan dan andal menjadi fokus utama. Wilayah pedesaan beserta komunitas lokal memiliki peran penting sebagai fondasi dalam memperkuat ketahanan pangan. Pemberdayaan masyarakat merupakan strategi kunci untuk meningkatkan taraf hidup dengan cara mengoptimalkan potensi serta keterampilan mereka secara terpadu dan produktif. Melalui upaya pemberdayaan ini, masyarakat didorong untuk terlibat aktif dalam proses pengambilan keputusan sekaligus memberikan kontribusi nyata terhadap berbagai aspek dan institusi yang memengaruhi kehidupan mereka (Jamaluddin et al., 2019).
DESKRIPSI MASALAH
Pada tahun 2022, ketahanan pangan Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan. Berdasarkan laporan Global Food Security Index (GFSI) tahun 2022, Indonesia mencatat skor 60,2, lebih tinggi dibandingkan skor 59,2 pada tahun 2021. Namun, jika dibandingkan dengan capaian tertinggi pada tahun 2018, skor tersebut belum mampu menyamai pencapaian sebelumnya. GFSI mengevaluasi ketahanan pangan melalui empat indikator utama, yaitu keterjangkauan pangan (affordability), ketersediaan pangan (availability), kualitas dan keamanan pangan (quality and safety), serta ketahanan terhadap sumber daya alam (natural resources and resilience). Walaupun ada perbaikan, posisi Indonesia pada tahun 2022 berada di peringkat ke-69 dari 113 negara, dengan skor yang masih di bawah rata-rata global (62,2) dan rata-rata kawasan Asia Pasifik (63,4). Kondisi ini menunjukkan perlunya upaya lebih intensif untuk memperkuat ketahanan pangan nasional.
Sebagai negara dengan yang berbasis agraris, sebagian besar tenaga kerja di Indonesia terlibat dalam sektor pertanian. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, jumlah pekerja di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan mencapai 40,69 juta orang, atau sekitar 29,36% dari total angkatan kerja. Angka ini menunjukkan sedikit peningkatan dibandingkan dengan tahun 2022 yang tercatat 40,64 juta orang. Namun, jika dibandingkan dengan tahun 2021, terdapat lonjakan signifikan hampir dua juta pekerja.
Salah satu tantangan utama sektor pertanian adalah menurunnya jumlah petani muda. Data BPS menunjukkan bahwa mayoritas petani di Indonesia kini berusia di atas 45 tahun. Generasi muda semakin engan terjun ke sektor ini karena rendahnya daya tarik sektor pertanian, minimnya inovasi teknologi, dan kurangnya dukungan kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Pada tahun 2023, jumlah petani muda (Generasi Z dan milenial) terus menurun dalam sepuluh tahun terakhir, dari 11,97% pada tahun 2013 menjadi 10,24% pada tahun 2023. Jumlah petani milenial yang berusia 19–39 tahun tercatat sebanyak 6.183.009 orang atau sekitar 21,93% dari total petani di Indonesia. Kondisi ini menunjukkan bahwa sektor pertanian di Indonesia didominasi oleh petani generasi X (usia 43–58 tahun), yang mencapai 42,39% dari total petani. Kurangnya regenerasi petani muda berpotensi mengancam keberlanjutan sektor pertanian di masa depan.
Selain menghadapi tantangan dalam regenerasi petani, Indonesia juga memiliki ketergantungan yang signifikan pada impor bahan pangan, terutama untuk komoditas strategis seperti gandum, bawang putih, kedelai, dan gula. Ketergantungan ini menjadikan sistem pangan nasional rentan terhadap kenaikan harga global, gangguan pada rantai pasok, serta kebijakan proteksionisme dari negara-negara pengekspor. Ironisnya, meskipun dikenal sebagai negara agraris, Indonesia masih harus mengimpor beras setiap tahun. Berdasarkan laporan BPS tahun 2022, Indonesia telah mengimpor beras sebanyak 429.207 ton.
Kerusakan ekosistem pertanian akibat dampak perubahan iklim juga menjadi tantangan serius. Perubahan pola cuaca, seperti meningkatnya frekuensi banjir dan kekeringan, telah menyebabkan penurunan produktivitas pertanian. Konversi lahan menjadi area industri dan permukiman turut berdampak pada berkurangnya luas lahan produktif. Kondisi ini semakin menyulitkan Indonesia untuk mencapai target swasembada pangan.
REKOMENDASI
Berikut adalah rekomendasi kebijakan yang dapat diambil untuk mengatasi permasalahan dan mendukung ketahanan pangan nasional, meliputi:
1. Meningkatkan Keterlibatan Generasi Muda dalam Pertanian
Pemerintah harus memberi perhatian khusus pada upaya regenerasi petani dengan merancang program-program yang dapat menarik minat generasi muda untuk terlibat dalam sektor pertanian. Salah satu langkahnya adalah dengan menyediakan pelatihan kewirausahaan berbasis pertanian serta mempermudah akses terhadap modal usaha. Pemanfaatan teknologi digital di sektor pertanian harus lebih ditingkatkan guna menarik perhatian generasi milenial dan Gen Z.
2. Diversifikasi dan Penguatan Produksi Pangan Lokal
Untuk mengurangi ketergantungan pada impor, diperlukan upaya mengembangkan komoditas strategis seperti gandum, kedelai, dan gula melalui penelitian varietas unggul serta pemberian insentif kepada petani. Diversifikasi pola konsumsi juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan pangan lokal seperti umbi-umbian dan sagu sebagai alternatif pengganti beras. Pemanfaatan lahan marginal menggunakan teknologi yang tepat guna juga menjadi solusi untuk meningkatkan kapasitas produksi pangan nasional.
3. Penguatan Infrastruktur dan Teknologi di Sektor Pertanian
Pemerintah perlu meningkatkan akses petani terhadap teknologi modern seperti alat mesin pertanian (alsintan), teknologi digital, dan aplikasi berbasis pertanian, terutama bagi petani di daerah terpencil. Selain itu, infrastruktur pendukung seperti irigasi, fasilitas penyimpanan hasil panen, dan distribusi pangan harus diperbaiki untuk meningkatkan efisiensi rantai pasok. Program pelatihan reguler bagi petani terkait teknologi ramah lingkungan dan adaptasi terhadap perubahan iklim juga perlu dilakukan.
4. Perlindungan Lahan Pertanian dan Ekosistemnya
Diperlukan regulasi yang lebih ketat untuk mencegah alih fungsi lahan produktif menjadi kawasan industri atau perumahan. Rehabilitasi lahan yang terdegradasi dan penerapan metode pertanian berkelanjutan, seperti pertanian organik dan agroforestri, juga penting untuk menjaga produktivitas tanah dan melestarikan ekosistem pertanian.
5. Pemberdayaan Komunitas Lokal untuk Ketahanan Pangan
Pemberdayaan masyarakat di pedesaan dapat dilakukan melalui pengembangan desa mandiri pangan serta penguatan koperasi petani untuk mempermudah akses modal,
distribusi, dan pemasaran hasil pertanian. Kerja sama antara petani, sektor swasta, dan
akademisi juga harus diperkuat guna menciptakan ekosistem agribisnis yang inovatif dan berkelanjutan.
6. Optimalisasi Indeks Ketahanan Pangan sebagai Alat Pemantauan
Peningkatan akurasi dan aksesibilitas data ketahanan pangan melalui pengembangan
Indeks Ketahanan Pangan (IKP) di tingkat daerah menjadi penting. IKP juga dapat
diintegrasikan dengan indikator global seperti Global Food Security Index (GFSI) untuk memperkuat daya saing Indonesia di tingkat internasional.
7. Mitigasi Dampak Perubahan Iklim terhadap Pertanian
Pemerintah perlu fokus pada penelitian dan pengembangan varietas tanaman yang mampubertahan dalam kondisi ekstrem seperti banjir atau kekeringan. Sistem peringatan dini terkait cuaca ekstrim juga perlu diterapkan untuk membantu petani mengantisipasi risiko. Di sisi lain, praktik pertanian rendah emisi, seperti penggunaan pupuk organik dan pengelolaan limbah ramah lingkungan, harus didorong.
8. Integrasi Kebijakan Ketahanan Pangan yang Terpadu
Diperlukan koordinasi yang lebih baik antara lembaga-lembaga terkait, seperti Badan
Pangan Nasional, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Lingkungan Hidup, untuk
menciptakan kebijakan yang lebih terintegrasi. Pemerintah daerah juga perlu dilibatkan secara aktif untuk menyusun dan mengimplementasikan kebijakan yang sesuai dengankebutuhan lokal.
Dengan penerapan langkah-langkah strategis, Indonesia memiliki peluang besar untuk mempercepat transformasi sektor pertanian sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani. Hal ini dapat dicapai melalui peningkatan akses terhadap teknologi modern, pengembangan infrastruktur pertanian, dan perluasan jaringan pasar. Langkah-langkah tersebut akan mendorong efisiensi produksi, memperkuat daya saing produk pangan lokal, serta mendukung
keberlanjutan lingkungan melalui praktik pertanian yang ramah lingkungan. Selain itu,
penguatan koordinasi antarlembaga dan keterlibatan aktif pemerintah daerah akan memastikan kebijakan ketahanan pangan berjalan lebih terarah dan sesuai dengan kebutuhan lokal. Dengan demikian, Indonesia dapat memitigasi dampak perubahan iklim, memperkuat posisi dalam perdagangan pangan global, dan mewujudkan kemandirian pangan yang berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, A. (2023). Indeks Ketahanan Pangan Negara ASEAN Tahun 2022. Katadata.co.id. Diakses melalui https://databoks.katadata.co.id/infografik/2023/02/21/indeks-ketahanan-pangan-negara-asean-tahun-2022
Akbar, R. M. J. I., Putri, V. Z. R., Arifah, N. A., Wikarsa, O. G., & Ramadhan, R. J. (2023). Krisis ketahanan pangan penyebab ketergantungan impor tanaman pangan di Indonesia. AZZAHRA: Scientific Journal of Social and Humanities, 1(2), 73-81.
Anindya, D. A. E., Putri, D. N., & Priambodo, N. D. (2021). Efektivitas program kawasan rumah pangan lestari (krpl) dalam mendukung ketahanan pangan rumah tangga selama pandemi di kota kediri. AGRISAINTIFIKA: Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian, 5(1), 8-17.
Ayun, Q., Kurniawan, S., & Saputro, W. A. (2020). Perkembangan konversi lahan pertanian di bagian negara agraris. Vigor: Jurnal Ilmu Pertanian Tropika Dan Subtropika, 5(2), 38-44.
Azhar, A. A., Hadiwijoyo, S. S., & Nau, N. U. W. (2023). Peran Multi Aktor dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional Melalui Pengelolaan Food Loss and Waste di Indonesia. Jurnal Ilmiah Multidisiplin, 2(04), 56-74.
Badan Pangan Nasional. Indeks Ketahanan Pangan 2022.
Badan Pusat Statistik. Sensus Pertanian 2023.
Fauzin, F. (2021). Pengaturan impor pangan negara indonesia yang berbasis pada kedaulatan pangan. Jurnal Pamator: Jurnal Ilmiah Universitas Trunojoyo, 14(1), 1-9.
Frisnoiry, S., Pratiwi, I. A., Tarigan, N. C. W., & Sulaiman, R. P. (2024). KONSEP, INDEKS, PENDEKATAN DAN STRATEGI KETAHANAN PANGAN. Esensi Pendidikan Inspiratif, 6(2).
Jamaluddin, Y., Fitriani, F., Safrida, S., & Warjio, W. (2019). Strategi dan Model Pemberdayaan Masyarakat Miskin di Sumatera Utara. Jurnal Administrasi Publik (Public Administration Journal), 9(1), 21–30.
Paipan, S., & Abrar, M. (2020). Analisis kondisi ketergantungan impor beras di Indonesia. Jurnal Perspektif Ekonomi Darussalam (Darussalam Journal of Economic Perspec, 6(2), 212-222.
Putu, A. P. (2023). Ketahanan Pangan RI di Bawah Rata-Rata Dunia, Begini Faktanya. CNBC Indonesia. Diakses melalui https://www.cnbcindonesia.com/research/20230516074542-128-437635/ketahanan-pangan-ri-di-bawah-rata-rata-dunia-begini-faktanya
Rasman, A., Theresia, E. S., & Aginda, M. F. (2023). Analisis implementasi program food estate sebagai solusi ketahanan pangan Indonesia. Holistic: Journal of Tropical Agriculture Sciences, 1(1).
Suwarno, R. N. (2024). Strategi Ketahanan Pangan dari Basis Lokal: Integrasi Prinsip Permakultur dalam Teknologi Pangan yang Berkelanjutan. Indonesian Journal of Applied Science and Technology, 5(2), 52-66.
Viqi, A. (2023). BPS Catat Ada 225.483 Petani Milenial di NTB. Detik.com. diakses melalui https://www.detik.com/bali/nusra/d-7072299/bps-catat-ada-225-483-petani-milenial-
Wuli, R. N. (2023). Penerapan manajemen sumber daya manusia pertanian untuk menciptakan petani unggul demi mencapai ketahanan pangan. Jurnal Pertanian Unggul, 2(1), 1-15.
Yudha, A. T. R. C., Setiani, S. Y., & Huda, N. (2023). Eksistensi Generasi Muda dalam Menjaga Ketahanan Pangan Untuk Pembangunan Berkelanjutan: Studi di Desa Kadungrembug, Kabupaten Sidoarjo. Journal of Economics Development Issues, 6(2), 106-116.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H