Untuk itu, rasa syukur ini semakin besar dengan berbagi sesama. Mungkin, bagi yang masih merasakan angkuh dan keras hatinya. Cobalah untuk melakukan kegiatan sosial, berbagi sesama. Siapa tahu, fakta kehidupan mereka mampu meluluh lantangkan hati kerasmu. Semoga.
Ketika uluran tangan ini sampai pada mereka, semerbak senyum bahagia mereka terpancarkan begitu indah. Seakan-akan penantian lama yang akhirnya tiba. Tatapan sederhananya membuat kami yakin, bahwa mereka adalah orang yang tepat.
Saat menerimanya pun demikian, terlihat seperti ada sebuah pesan yang tidak mampu diungkapkan secara lisan. Tetapi hati dan harapan mereka seakan berpesan. Aku tidak mengetahui apa pesan mereka. Rasanya, qolbu ini begitu merasakan kehadiran pesan mereka.
Rumah demi rumah sudah kami kunjungi. Ada yang masuk pekarangan, tanpa tetangga. Ada juga yang sudah menikmati hidupnya di umur senja. Lantas, nikmat Allah yang manakah kamu dustakan?
Pada akhirnya, sudah di penghujung waktu. Senja pun tak mampu lagi bersinar. Rembulan hadir gantikan tugas sang matahari. Â Semua tim sudah melakukan tugasnya masing-masing. Dusun satu selesai, begitu juga dengan dusun 2.
Aku dan tim berharap, kebahagiaan ini tidak hanya kami saja yang merasakan. Tetapi, orang-orang sekitar kami pun harus juga merasakan hal serupa. Kami makan dengan lauk ayam, mereka pun juga demikian.
Karena kami sadar, di harta kami ada hak-hak mereka yang harus disampaikan. Karena semua kepemilikan sekarang; harta, tahta, dan keluaraga. Hanya sebatas titipan.
Ibarat seorang tukang parkir, yang tidak merasa memiliki semua kendaraan parkirannya. Karena dia sadar, bahwa seluruh kendaraan tersebut hanyalah sebatas titipan. Begitulah kira kita menyikapi sebuah hidup yang singkat dan sebatas sementar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H