Mohon tunggu...
Khasbi Abdul Malik
Khasbi Abdul Malik Mohon Tunggu... Guru - Gabut Kata.

Panikmat Karya dalam Ribuan Tumpukan Kertas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sertifikasi Ulama vs Khatib Jumat

15 Februari 2019   20:56 Diperbarui: 15 Februari 2019   21:03 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
nasional.kompas.com

Nasional News Viva melaporkan, terkait sertifikasi ulama ini menjadi perbincangan serius di Kementerian Agama. Seperti MUI Makassar dan Ikatan Masjid Musala Indonesia Mutthahidah (IMMIM) menyatakan mendukung wacana tersebut. 

Sementara Ormas Front Pembela Islam (FPI) cabang Sulawesi Selatan menolak wacana itu. Ketua Dewan Syuro FPI Sulsel, Abu Thoriq, mengungkapkan Ormasnya menolak gagasan tersebut dengan alasan adanya sertifikasi ulama sama saja dengan tidak mempercayai ulama."Bahasanya ini saja dengan pernyataan tidak percaya dengan ulama. Kan ulama kalau membawakan dakwah Jumat berdasarkan ayat-ayat suci Alquran," kata Thoriq, Jumat, (3/2).

Sementara itu, Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) IMMIM, Prof Ahmad M Sewang menyatakan mendukung wacana tersebut. Karena dinilai memiliki niat yang baik, tanpa unsur politik. "Jadi begini sertifikasi (ulama) itu mungkin saja bertujuan baik, karena itu bertujuan baik maka kita harus dukung, asal jangan bertujuan politik, itu saja," kata Guru Besar Antropologi Agama, Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar Kamis, (2/2).

News Liputan6 juga melaporkan, Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi PDIP yang membidangi sosial dan keagamaan, Samsu Niang mengatakan, dalam rangka untuk pendataan ulama, sertifikasi ulama menurutnya perlu dilakukan. 

Hal ini bertujuan untuk mengetahui kapabilitas, integritas para ulama itu. "Apa bisa menjadi ulama, kiai dalam rangka untuk menyebarkan tausiah (nasihat) di masjid-masjid itu. Itu saja mungkin kepentingan pemerintah," kata Samsu di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (6/2).

Laporan tersebut mencerminkan pro dan kontra terkait sertifikasi ulama di kalangan tokoh agama dan politik. Terlihat mereka menyampaikan alasan-alasan tertentu berdasarkan kapabilitas pengetahuan masing-masing. 

Sejauh ini, diberbagai media sosial terus timbul pendapat pro dan kontra yang masih belum mendapat solusi serius dari pemerintah. Sehingga saat ini pernyataan Menag tersebut masih bersifat gantung, belum memiliki kepastian.

Direktur Penerangan Agama Islam, Muchtar Ali menyampaikan, bahwa yang diinginkan bukan standarisasi atau sertifikasi ulama tetapi standarisasi para khatib. Pemerintah dalam hal ini hanya sebagai fasilitator, semua kembali kepada para ulama. Namun pada dasarnya pemerintah diidentikkan mengatur ulama dengan cara memberikan sertifikasi. Walaupun Muchtar menekankan bahwa ini hanya bersifat sukarela. Tetapi, akan muncul perpecahan di kalangan ulama maupun masyarakat antara pro dan kontra.

Untuk itu, sertifikasi ulama ataupun standarisasi para khatib dewasa ini menjadi permasalahan masyarakat yang masih berusaha mencari "Problem Solving" dengan cara bermusyawarah kepada pihak berwenang terkait masalah tersebut. 

Tidak hanya menentukan suatu kebijakan dari laporan sepihak kemudian menetapkannya tanpa melihat dampak dan kondisi umat saat ini. Tugas pemerintah seharusnya lebih bersifat membimbing umat, tidak datang tiba-tiba hanya untuk memberi peraturan dan mengatur masyarakat Indonesia.

nasional.kompas.com
nasional.kompas.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun