Surabaya - Pada 29 Desember 2024, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Jawa Timur merencanakan aksi di Taman Bungkul, Surabaya, bertepatan dengan kegiatan Car Free Day (CFD). Mereka bermaksud menyuarakan penolakan terhadap kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%.Â
Namun, secara mendadak, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya mengumumkan peniadaan CFD di seluruh wilayah kota pada tanggal tersebut melalui akun Instagram resmi mereka, @dlh.surabaya.
Kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025 telah memicu kekhawatiran di kalangan masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah. Mereka khawatir bahwa peningkatan pajak ini akan berdampak langsung pada kenaikan harga kebutuhan pokok, sehingga semakin memberatkan beban hidup sehari-hari.
Pengumuman mendadak yang dikeluarkan oleh akun Instagram yang memiliki 8.887 pengikut tersebut menimbulkan spekulasi di kalangan masyarakat dan mahasiswa bahwa peniadaan CFD bertujuan menghalangi aksi demonstrasi yang direncanakan. Beberapa pihak menilai langkah ini sebagai upaya membatasi ruang demokrasi dan kebebasan berekspresi. Namun, pihak DLH Surabaya menyatakan bahwa peniadaan CFD tersebut terkait dengan persiapan menjelang perayaan tahun baru.
Situasi ini memicu perdebatan mengenai keseimbangan antara kebijakan pemerintah daerah dan hak masyarakat untuk menyampaikan aspirasi di ruang publik.Â
Dalam diskusi publik, salah satu komentar dari pengguna Instagram pada postingan @dlh.surabaya terkait peniadaan CFD pada 29 Desember 2024:
"Walach gimana tuh gamau mendengarkan aspirasi rakyat,, mana janji kampanyenya, yuk muhasabah diri"Â
Pembatasan ruang untuk menyampaikan aspirasi publik, seperti peniadaan CFD tanpa alasan yang transparan, dapat dianggap sebagai indikasi melemahnya ruang demokrasi. Demokrasi yang sehat seharusnya memberikan ruang bagi masyarakat untuk menyuarakan pendapat dan kritik terhadap kebijakan pemerintah.
Walaupun Car Free Day (CFD) di Taman Bungkul, Surabaya, ditiadakan secara mendadak oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Surabaya, aliansi mahasiswa tetap melanjutkan aksi mereka pada 29 Desember 2024. Dengan semangat memperjuangkan hak demokrasi, mereka memilih lokasi alternatif di sekitar kawasan Taman Bungkul untuk menyuarakan penolakan terhadap kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%.
Langkah ini menunjukkan komitmen mahasiswa dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat meskipun ada kendala administratif yang dinilai membatasi ruang publik. Dalam unggahan di akun Instagram @bemsi_jatim, mereka menyampaikan pesan tegas bahwa pembatalan CFD tidak akan menghalangi aksi damai mereka.
"Ruang publik adalah hak kita semua. Ketika satu pintu ditutup, kami akan mencari cara lain untuk bersuara."
Konsistensi ini memberikan pesan bahwa demokrasi tidak dapat dipadamkan hanya dengan pembatasan ruang. Aksi mahasiswa tersebut menjadi simbol bahwa partisipasi publik dalam kebijakan pemerintah harus terus diperjuangkan, sekaligus mengingatkan pentingnya ruang-ruang demokrasi yang inklusif dan terbuka bagi semua lapisan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H