Kasus penipuan yang melibatkan ribuan jamaah haji dan umrah yang dilakukan oleh First Travel, merupakan perusahaan milik pasangan Anniesa Hasibuan dan Andika Surachman. Sehingga uang yang telah ditransfer ke rekening perusahaan First Travel lenyap begitu saja.
First Travel diduga telah merugikan 58.682 jemaah haji yang telah membayar dan dijanjikan perjalanan umrah tetapi hingga kini belum diberangkatkan. Dengan paket promo murah Rp.14 juta -- Rp.15 juta banyak membuat masyarakat tergiur dan akhirnya mendaftar ke First Travel. Padahal tarif tersebut sangat tidak wajar.
Menurut Tongam, paket promo umrah yang ditawarkan oleh First Travel merugikan calon Jemaah. "Banyak yang sudah lunas tapi tidak berangkat sesuai perjanjian. Untuk mencegah kerugian yang lebih besar, satgas dan Kementerian Agama menghentikan kegiatan umrah promo First Travel," kata Tongam saat dihubungi, Rabu, 23 Agustus 2017. Dalam media nasional tempo.
First Travel pada awalnya mendirikan perusahaan ini berupa CV, dan hanya menawarkan jasa layanan perjalanan wisata domestic dan internasional. Lalu pada tahun 2011 merambah bisnis perjalanan ibadah umroh dan diubah menjadi PT. First Anugerah Karya Wisata dan semakin berkembang setiap tahunnya.
Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie berpendapat, pemilik agen perjalanan umrah PT First Anugerah Karya Wisata atau First Travel perlu mendapatkan hukuman yang berat.
Menurut dia, pemilik First Travel telah menggunakan uang umat untuk keperluan pribadinya. Padahal, calon jemaah umroh telah meniatkan uang tersebut untuk keperluan ibadah.
"Nah kalau orang ini cocok dimiskinkan," kata Jimly saat ditemui di Kantor Pusat Kegiatan ICMI, di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (30/8/2017).
Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI Brigadir Jenderal Herry Rudolf Nahaq mengatakan bos PT First Anugerah Karya Wisata atau First Travel bakal dikenakan pelanggaran tindak pidana pencucian uang.
Sebelumnya, Kementerian Agama secara resmi menjatuhkan sanksi administrasi pencabutan izin operasional sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Peraturan yang menjadi dasar sanksi itu adalah Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 589 Tahun 2017 per 1 Agustus 2017.
Pencabutan izin dilakukan karena First Travel dinilai terbukti telah melanggar Pasal 65 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Sedangkan, kepolisian menjerat suami-istri pemilik First Travel itu dengan Pasal 372 dan Pasal 378 KUHP soal Penggelapan dan Penipuan.
Pembekuan seluruh asset First Travel ini dimulai dari telah terciumnya gelagat aneh yang dilihat oleh Kementrian Agama dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan mereka melihat bahwa ada yang aneh dari model bisnis yang dijalankan oleh First Travel. Dan akhirnya First Travel mendapatkan perhatian dari Kemenag akibat mereka tidak memberangkat Jemaah umroh pada 28 Maret 2017 lalu. Ternyata manajemen keuangan First Travel tengah bermasalah, dan hal inilah yang menjadi alasan bagi Satgas Waspada Investasi memberhentikan program First Travel.
Pada kasus First Travel, Asosiasi Penyelenggara Haji Umrah dan Inbound Indonesia (Asphurindo) juga menganggap bahwa kasus ini tidak semuanya bisa menyalahkan First Travel, namun juga harus dijadikan pembelajaran bagi OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dalam sistem pengawasan lembaga-lembaga keuangan.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, penyelesaian kasus First Travel masih terus dilakukan. Posisi sekarang memasuki tahap pemeriksaan keuangan First Travel.
"First Travel kan sudah sampai ke ranah hukum. PPATK, Kepolisian semua bergerak ini dana kemana. Bagaimana perjanjian nasabah dan First Travel harus penuhi kewajibannya. Masalah bisa atau enggak mengembalikan nanti kita lihat," ujarnya di gedung Fasos Bank Indonesia, Jakarta, Minggu (20/8/2017).
Fokus OJK saat ini adalah menggencarkan edukasi kepada seluruh elemen masyarakat agar tidak lagi menjadi korban penipuan seperti dalam kasus First Travel. Salah satunya, adalah memberikan pemahaman kepada masyarakat agar bisa memilih jasa dan produk yang lebih kredibel.
Ketua Dewan Komisioner OJK pun mengaku belum mengetahui secara pasti bagaimana nasib para jemaah, usai izin usaha First Travel dicabut oleh otoritas terkait. Sampai saat ini, proses investigasi masih dilakukan oleh aparat hukum bersama para pemangku kepentingan terkait lainnya untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
Terlepas dari hal itu, dengan berkaca pada kasus First Travel, OJK akan bersinergi dengan pemangku kepentingan terkait, untuk mengawasi pergerakan lembaga jasa keuangan yang bisa merugikan masyarakat. Sebab dalam hal ini, OJK mengaku tidak pernah menerbitkan izin usaha kepada First Travel untuk beroperasi.
Sebaiknya, OJK memberikan edukasi kepada masyarakat dalam memilih biro travel haji dan umrah yang sudah mendapatkan izin usaha dari Kementerian Agama agar masyarakat lebih bijak dalam memilih biro travel haji dan umrah yang sudah diakui oleh Kementerian Agama bahkan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sehingga tidak menimbulkan pro dan kontra setelah terjadinya kasus seperti yang dialami First Travel ini. Â Â
Nama Kelompok:
1. Fadia Dini Aulia (B1061151008)
2. Khansa Khairina (B1061151018)
3. Riza Anugrah (B1061151020)
4. Novi Lubis (B1061151039)
5. M. Ade Ispan (B1061141019)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H