Menurut pendapat para fuqoha dari kalangan As-Syafiiyah dan Al-Hanabilah, termasuk Abu Yusuf dan Muhammad dari ulama Al-Hanafiyah bahwasanya usia yang dapat menyebabkan kemahraman adalah dua tahun. Jika lebih dari itu, tidak dapat mengharamkan.
Para fuqoha telah sepakat bahwa syarat terjadinya hubungan saudara/anak sepersusuan adalah jika anak tersebut menyusui dari air susu wanita yang menyusuinya sebanyak lima kali atau lebih. Hal ini ditunjukkan dalam hadist Aisyah ra :
“Di antara ayat yang pernah Alloh turunkan ('asyru radha’aatim ma’luumaatin yuharrimna/ sepuluh kali susuan yang diketahui mengharamkan) dinasakh dengan ayat “khomsu radha’aatin” lima kali susuan. Lalu Rasulullah SAW wafat dan ayat tersebut termasuk yang dibaca dalam Al-Qur’an” (HR Muslim 2/1075)
Rasulullah SAW juga bersabda :
”Penyusuan itu tidak berlaku kecuali apa yang bisa menguatkan tulang dan menumbuhkan daging”. (HR. Abu Daud). ”Penyusuan itu tidak menyebabkan kemahraman kecuali bila menjadi makanan dan sebelum masa penyapihan.” (HR. At-Tirmizi).
Kesimpulannya dalam hukum islam, jika seorang ibu menyusui anak angkatnya maka anak tersebut menjadi mahram dan tidak dapat menikah satu sama lain karena adanya kedekatan hubungan yang diatur oleh syariat. Namun, jika anak angkat tidak disusui, hubungan mereka tidak menciptakan status mahram karena hubungan mereka hanya sebatas anak angkat. Oleh karena itu, meskipun anak angkat memiliki hak-hak keluarga, mereka tidak akan menjadi mahram bagi orang tua angkatnya tanpa proses penyusuan yang tepat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H