Siang itu, mentari bersinar terik seperti bersemangat menyambut kemerdekaan Indonesia. Kami, peserta Tur Kemerdekaan tidak kenal lelah, kami tetap menjalani acara dengan gembira.
Minggu kemarin, aku mengikuti Tur Kemerdekaan bersama Ayahku. Sebelum berkumpul di Gedung Joang 45, aku beribadah terlebih dahulu di Masjid Cut Mutia yang memiliki arsitektur yang indah dengan paduan warna putih-hijau. Kubah Masjidnya berlukis kaligrafi yang sedap dipandang.
Aku berjalan kembali beriringan dengan Ayahku. Â Membayangkan bentuk Gedung Joang 45 dengan kolom-kolom yang kuat. Setelah berjalan lama dengan panasnya matahari, akhirnya, kami sampai di tempat tujuan, Gedung Joang 45.
Sudah banyak orang yang menunggu di sana. Spontan, Ayahku menjabat satu persatu kawan-kawannya. Asyik berbincang dengan berbagai topik yang muncul dengan sendirinya.
Pelataran depan Gedung Joang 45 diisi dengan etalase yang didalamnya terdapat sketsa wajah dan telapak kaki 10 pahlawan wanita Indonesia. Juga dilengkapi dengan patung dada para pahlawan proklamasi, yaitu Bung Karno dan Bung Hatta. Gedung dengan arsitektur yang indah dan kisah yang dalam tentu menjadi incaran turis untuk berswafoto dan menambah pengetahuan tentang negeri Indonesia.
Setelah semua peserta berkumpul, kami memulai Tur dengan perkenalan dari masing-masing peserta, dan dilanjutkan dengan menyantap makanan ringan yang sudah disediakan.
Perut sudah terisi dan tidak rewel lagi, maka tiba waktunya untuk masuk ke dalam Gedung. Baru saja masuk, kami sudah disambut oleh relief pemuda Menteng 31 dan tokoh pemimpin RI, dan dilanjutkan dengan benda-benda bersejarah yang terkait kemerdekaan NKRI, seperti tandu Jenderal Sudirman misalnya. Tandu tersebut digunakan untuk mengangkut Jenderal Sudirman yang sedang sakit TBC ke lokasi Perang Ambarawa.
Selanjutnya, kami dibawa ke halaman belakang Gedung Joang. Di sana, terdapat mobil dengan gaya jadul yang ternyata kepunyaan Wakil Presiden RI, Drs. Moh. Hatta.
Kami melanjutkan Tur di lokasi selanjutnya, yaitu rumah pribadi Laksamana Maeda yang dialihfungsikan menjadi sebuah museum. Didalamnya juga terdapat benda-benda bersejarah seperti yang ada di Gedung Joang. Salah satunya adalah replika ruangan tempat Sayuti Melik mengetik naskah proklamasi yang lengkap dengan patung ilustrasi dan mesin ketik.
Halaman belakang museum ini terdapat ruang bawah tanah yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan dokumen-dokumen penting Laksamana Maeda.
Lapangan proklamasi di jalan Pengangsaan Timur Nomor 56 merupakan tempat tur terakhir yang kami kunjungi. Katanya, dulu di sana terdapat rumah Bung Karno.Â
Tapi, atas perintah Bung Karno itu sendiri, rumah itu di hancurkan karena beliau tidak mau rumahnya diagung-agungkan. Sehingga, di sana hanya terdapat lapangan dengan patung Bung Karno dan patung kertas lembar proklamasi yang biasa dijadikan spot foto.
Saat itu juga, ada anak-anak SMA yang sedang berlatih upacara bendera untuk perayaan ulang tahun Indonesia ke-77. Ternyata, remaja-remaja tersebut merupakan keturunan pejuang kemerdekaan Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H