Mohon tunggu...
Khanifah Auliana
Khanifah Auliana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi komunikasi penyiaran islam UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan.

Hobi menulis tentang hal-hal baru

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pernikahan Dini Jadi Ajang Eksistensi

28 November 2022   13:00 Diperbarui: 28 November 2022   13:01 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: CNN Indonesia 

Penulis : Khanifah Auliana 

Mahasiswi Komunikasi Penyiaran Islam

UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan 

Pernikahan merupakan suatu momen yang paling di tunggu-tunggu oleh setiap orang untuk menuju ke jenjang serius. Momen indah yang akan menjadi kenangan seumur hidup pastinya sangat istimewa bagi mereka yang akan melangsungkan pernikahan. 

Berbagai adat, suku atau ras memilki ciri khas tersendiri dalam melakukan proses pernikahan, mulai dari tata cara sampai peraturan yang harus dilakukan oleh calon pengantin. Setiap daerah memilki peraturannya masing-masing sebelum adat pernikahan dilaksanakan agar bisa berjalan lancar.

Seiring berjalannya waktu ke era modern nampaknya tidak berpengaruh bagi setiap adat yang harus ada pada pernikahan. Keyakinan masyarakat terhadap budaya-budaya kuno masih melekat jelas seperti adanya perjodohan kedua pasangan untuk menuju ke arah pernikahan. 

Tradisi perjodohan sebenarnya sudah sangat lama, namun ternyata masih ada sampai saat ini. Menanggapi adanya hal tersebut sebenarnya bukan masalah jika kedua pasangan menerima satu sama lain. Berbeda halnya dengan perjodohan, faktor lain yang sampai saat ini menjadi masalah utama dalam pernikahan yaitu pernikahan dini. 

Menelisik lebih jauh tentang pernikahan dini memang sudah menjadi adat bagi sebagian masyarakat setempat khuhusnya daerah terpencil. Hal tersebut terjadi sebab adanya kebiasaan turun-temurun dari leluhur mereka. 

Ada faktor lain yang menyebabkan pernikahan dini yaitu dari pendidikan, lingkungan, dan ekonomi. Tidak heran apabila Indonesia masih belum bisa menangani pernikahan dini, karena kebanyakan masyarakat masih menganut tradisi terdahulu. Dilansir dari kompas.com kasus pernikahan dini di Indonesia pada 2021 saja sudah mencapai 59.709. 

Pernikahan dini masih dianggap sepele oleh sebagian masyarakat setempat karena sudah menjadi tradisi umum. Maraknya pernikahan dini akan semakin memberikan dampak yang kurang baik kedepannya. 

Apalagi di era media sosial seperti sekarang ini, banyak kalangan muda yang berlomba-lomba untuk mengekspresikan diri. Tidak ada masalah jika ingin mengekspresikan diri lewat media sosial, namun seringnya penggunaan media sosial dijadikan sebagai ajang eksistensi diri. 

Semua orang berlomba-lomba untuk mencapai ketenaran dan dikenal banyak orang tanpa memikirkan dampak negatifnya. Sah-sah saja apabila seseorang membuat konten untuk disebarluaskan lewat media sosial tetapi ada baiknya jika memperhatikan sesuatu yang di posting. 

Terkait pernikahan dini semakin marak terjadi pada generasi masa kini, pengaruhnya sangat luas terutama pada media sosial. Semakin banyak orang yang mengetahui dan tidak paham mengenai pernikahan dini maka akan banyak pula yang terpengaruhi.

Jika dahulu kala pernikahan dini masih sekedar ditutup-tutupi berbeda dengan sekarang yang terang-terangan. Jalur pernikahan dini sudah mulai direstui dan mulai menyebar luas diberbagai media sosial. 

Memang bukan larangan untuk seseorang yang ingin menikah atau sudah menemukan jodohnya, namun alangkah baiknya mamatuhi aturan negara. Usia yang masih tergolong dini atau remaja belum diperkenankan untuk menikah. 

Hal tersebut menjadi faktor yang harus diperhatikan sebab usia remaja belum memenuhi syarat pernikahan. Ada beberapa persiapan sebelum pernikahan terjadi yaitu kesiapan mental, fisik, serta untuk bisa mencapai tujuan dalam berumah tangga. 

Usia dini masih terbilang belum cukup dalam menangani persyaratan tadi dan pernikahan bukan hanya menyatukan dua insan saja. Untuk itu pemerintah membuat aturan khuhus pernikahan pasal 7 ayat (1) UU 16 tahun 2019 terkait minimal umur untuk pihak wanita dan pria idealnya harus berumur 19 tahun.

Usia minimal yang sudah ditetapkan pemerintah harapannya bisa menjadi patokan masyarakat dalam menentukan pernikahan. Peraturan tersebut masih tampak tabu untuk sebagian masyarakat yang memang berpegang erat pada tradisi atau belum mengetahui aturan yang ada. 

Kasus pernikahan dini harus segera diatasi dengan edukasi serta sosialisasi masyarakat tentang dampak yang akan terjadi. Semakin luas media sosial yang berkenaan dengan pernikahan dini maka akan semakin mudah juga peniruan atau pengaruhnya. 

Banyak dari sepasang kekasih menikah dini seolah menyebarkan keromantisan di jejaring media sosial. Entah apa maksud dan tujuan dari adanya konten tersebut namun, hal itu akan memberikan pengaruh bagi orang yang menontonnya. 

Para pasangan pernikahan dini secara tidak langsung memberikan motivasi lewat konten yang dibuat. Motivasi yang mengajak seolah para anak muda untuk secepatnya menikah.

Buru-buru menikah atau hanya semata mengikuti tren saja adalah hal fatal yang seharusnya tidak ditiru. Pernikahan merupakan acara sakral dan serius untuk menjalani jenjang hidup bersama pasangan. 

Pernikahan bukan semata-mata hanya untuk eksistensi diri agar dikenal banyak orang karena itu salah besar. Para generasi milenial harus memperhatikan konten yang ditonton pada media sosial. Jangan sampai informasi atau berita yang ada tersebut tidak difilter atau disaring informasinya terlebih dulu. 

Dampak pernikahan dini harus benar-benar diperhatikan oleh masyarakat luas agar tidak terjadi berbagai hal negetif nantinya setelah pernikahan. Para anak yang menginjak remaja harus mengetahui tentang apa itu pernikahan yang sebenarnya. 

Kehidupan setelah pernikahan pastinya akan jauh berbeda dengan saat bersama orang tua. Resiko atau dampak negatif yang akan terjadi dalam pernikahan dini yaitu kesehatan bagi perempuan yang belum cukup umur untuk melahirkan, bayi yang lahir memiliki resiko terhadap pertumbuhannya, atau saat si anak lahir kemungkinan kurang dalam pendidikan dari kedua orangtuanya. 

Belum lagi permasalahan yang akan dihadapi oleh setiap pasangan dalam berumah tangga. Bagi yang menikah dini, mereka belum bisa membentuk pola pikir yang matang untuk menyelesaikan masalah. 

Hal tersebut akan memicu juga adanya perceraian yang semakin tinggi, akibatnya anak akan menjadi korban keegoisan orangtuanya. Untuk itu pernikahan dini bukan ajang atau lomba eksistensi demi keuntungan diri sendiri. 

Banyak hal yang harus dipersiapkan termasuk mental, fisik dan kesiapan finansial agar mencapai syarat sah secara negara maupun agama. Upaya pemerintah untuk menanggulangi tingginya angka pernikahan dini sudah tercantum syarat minimal menikah 19 tahun. 

Tidak mudah untuk menyadarkan masyarakat pentingnya peraturan tersebut namun, setidaknya dengan edukasi atau sosialisasi ke tempat-tempat yang belum terjangkau bisa memberikan pemahaman yang baik. Bisa dicoba pula menggunakan teknologi media sosial, menyebarkan dampak dari pernikahan dini. 

Memberikan informasi kepada para muda mudi lewat media sosial dengan inovasi yang dapat dipahami mampu berefek positif dan dirasa efektif. Kemudahan akses dapat dijadikan peluang bagi masyarakat luas untuk melihat apa saja yang disajikan dalam media sosial. 

Menyajikan konten yang bermanfaat bagi kalangan luas termasuk pencegahan pernikahan dini. Upayakan agar generasi muda bisa berfikir kreatif serta kritis dalam menanggapi informasi yang ada. 

Jangan pernah ada ajang atau lomba dalam pernikahan apalagi untuk konten belaka. Eksistensi diri diperbolehkan tapi dengan cara yang positif dan inovatif ala anak milenial, tunjukkan dengan menciptakan karya dan berprestasi. Latihlah skill dan minat bakat untuk meraih cita-cita serta impian kedepannya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun