Iya, aku masih seperti iniÂ
dalam pedih yang kian mendidihÂ
selalu saja aku berharap selalu ada pelangiÂ
setelah tikaman demi tikaman menggores pertahanan.Â
kukira aku mampu melampauinya,Â
nyatanya disetiap prosesnya aku nyaris menyerahÂ
kamu masih menjadi alasannya,Â
pertemuan itu mengacaukanku kembaliÂ
menikam getir yang baru saja kuobati
ia menguak, merobek bagian lara
yang mati-matian aku telan sendirian.
tanpa telinga, tanpa suara, jeritan itu riuh dikepalaÂ
Dan Aku,Â
mencintai laki-laki yang hatinya telah mati.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H