Sastra anak merupakan salah satu alat yang sangat penting dalam membentuk karakter generasi muda. Sastra anak bukan sekadar kumpulan cerita yang ditujukan untuk hiburan, melainkan juga merupakan alat pendidikan yang berharga. Menurut Sapta et al., (2024) sastra anak memiliki kemampuan untuk merangsang kreativitas dan imajinasi anak, yang dapat membantu mereka dalam mengasah kemampuan berpikir kritis dan menemukan solusi menghadapi berbagai tantangan serta masalah dalam kehidupan.Â
Melalui narasi, nilai-nilai positif seperti kejujuran, kerjasama, tanggung jawab, dan empati disampaikan dengan cara yang menyenangkan dan mudah dipahami oleh anak-anak.
Di masa lalu, sastra anak biasanya muncul dalam bentuk dongeng dan cerita rakyat yang penuh dengan pesan moral. Namun, seiring dengan perubahan zaman, sastra anak kini tidak lagi hanya bergantung pada format tradisional.Â
Teknologi, perubahan sosial, dan tantangan global telah membentuk wajah baru dari sastra anak. Perubahan ini memberikan harapan baru untuk penyampaian nilai-nilai positif yang relevan dengan kehidupan anak-anak saat ini, tetapi juga menghadirkan tantangan dalam menjaga inti moral dari cerita-cerita tersebut.Â
Lantas, bagaimana sastra anak di era modern dapat terus menghidupkan nilai-nilai kebajikan dan relevan dengan kehidupan anak-anak saat ini, sekaligus mempertahankan esensi moral yang begitu penting? Apa yang harus dilakukan untuk memastikan sastra anak tetap menjadi sarana pembentukan karakter yang efektif?
Sapta et al., (2024) mengungkapkan bahwa sastra anak merupakan bagian penting dari warisan budaya yang ditujukan untuk membentuk karakter dan imajinasi anak-anak. Pada awalnya, sastra anak cenderung mengandalkan moralitas dan ajaran agama sebagai fokus utamanya. Namun, seiring berjalannya waktu, sastra anak mulai berevolusi dan mencakup berbagai tema seperti petualangan, persahabatan, dan keberagaman.Â
Sastra anak di masa kini telah mengalami transformasi besar dalam cara narasinya dibentuk, meninggalkan pola sederhana yang membedakan karakter menjadi baik dan jahat. Dalam cerita tradisional, tokoh yang baik selalu digambarkan sebagai sosok yang sempurna, sementara tokoh jahat sepenuhnya negatif.Â
Kini, fokus narasi beralih kepada kompleksitas karakter. Sebagai contoh, seorang protagonis dalam cerita anak modern mungkin memiliki kelemahan, seperti ketakutan atau kebingungan, tetapi melalui perjalanan yang dilaluinya, ia belajar untuk menghadapi tantangan tersebut dan mendapatkan pelajaran berharga. Perubahan ini memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk melihat diri mereka dalam karakter, sehingga menciptakan keterhubungan emosional yang lebih mendalam.
Menurut Oktasari & Kasanova (2023), sastra anak menawarkan berbagai tema dan topik yang berfokus pada kehidupan dengan nilai-nilai moral, sehingga penggunaannya untuk menanamkan nilai-nilai tersebut sangatlah relevan.Â
Disisi lain, pembaca dapat memperoleh banyak pelajaran tentang nilai-nilai kehidupan, mengembangkan rasa empati terhadap orang lain, serta menggali potensi diri mereka untuk mencapai sukses dan kebahagiaan dalam hidup. Secara fisik dan emosional, anak akan merasakan pengalaman cerita, sehingga penderitaan dan kebahagiaan tokoh seakan menjadi miliknya. Melalui sastra, daya imajinasi dan rasa estetis dapat berkembang, yang merupakan salah satu kekuatan dari membaca sastra.
Selain itu, tema yang diangkat dalam sastra anak modern semakin bervariasi dan luas. Jika sebelumnya cerita anak banyak berkisar pada pengalaman sehari-hari atau konteks lokal, kini banyak karya sastra anak yang mengeksplorasi isu-isu global. Tema seperti keberagaman budaya, inklusi sosial, dan keberlanjutan lingkungan kini menjadi fokus utama dalam cerita-cerita tersebut.Â