Selain harganya yang relatif mahal, pupuk bahan kimia juga bisa menimbulkan efek negatif terhadap tanah. "Dari segi produksi, kimia memang bagus tapi efeknya itu bisa menurunkan produksi pada padi. Kalau pakai organik emang belum maksimal,harus adaptasi dulu. Tapi nantinya setelah dua atau tiga musim ada kenaikan hasil panennya" tambah Budi.
Adapun beberapa hambatan dalam proses budidaya tanaman yang dirasakan oleh para petani di Warungkiara. Penghambat terbesar yaitu serangan penyakit bagi tumbuhan dan hama. Namun saat ini sudah ada petugas yang dikhususkan untuk permasalahan tersebut. Sehingga ketika ada keluhan dari petani, para petugas pembasmi hama akan dikerahkan langsung ke lokasi.
Bantuan supply benih dari pemerintah pun menjadi salah satu faktor pertumbuhan sektor pertanian di Warungkiara. Sebelum adanya pandemi Covid-19 bantuan benih dari pemerintah bisa mencapai lima ton. Namun, saat ini bantuan dari pemerintah hanya lima sampai enam kwuintal saja pertahunnya. Para petani awalnya kesulitan karena hanya menerima bantuan yang tidak mencapai angka separuh dari sebelumnya. Menurut budi "Sekarang ada petani mandiri, yang beli sendiri benihnya. Kita juga rencananya mau melalukan pembibitan di sini untuk para petaninya itu sendiri, rencananya sih itu".
Kurangnya generasi penerus
Kurangnya generasi penerus yang menggeluti sektor pertanian di Warungkiara kini menjadi sorotan. Di Warungkiara kini krisis generasi muda. "Sekarang petani di sini kebanyakan umur 60an mungkin paling muda 55 tahun lah. Mungkin kalau kita gak merekrut dari sekarang itu lima atau enam tahun kemudian mungkin habis gak ada penerus" Ujar Budi.
Untuk mengatasi krisis tersebut, para penyuluh pertanian mulai merekrut para generasi muda untuk bergabung menggeluti sektor pertanian. Dengan upaya penyuluhan yang dilakukan setiap hari agar menarik minat para generasi muda. Saat ini sudah mulai ada kelompok petani milenial. Menurut Budi peningkatan sudah mulai terlihat sekitar 30%. Karena sekarang setiap kelompok tani sudah bertambah anggota sekitar 3-6 orang petani milenial untuk mengatasi krisis kurangnya generasi penerus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H