Mohon tunggu...
Khalis Achmad
Khalis Achmad Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fakultas Hukum Universitas Pamulang

seorang yang ambisius dengan waktu tertentu

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah Perkembangan Kriminologi

15 November 2023   14:36 Diperbarui: 15 November 2023   14:49 958
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kriminologi adalah ilmu yang mempelajari kejahatan dari berbagai aspek. Kriminologi pertama kali dikemukakan oleh P. Topinard (1830-1911), seorang sarjana antropologi berkebangsaan Perancis.  Secara etimologi, Kriminologi berasal dari rangkaian kata Crime dan Logos. Crime berarti kejahatan, sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan. Dari kedua arti tersebut dapat diartikan bahwa kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan. Definisi yang disertakan dalam "kriminologi" menunjukkan bahwa ilmu ini tidak dimaksudkan untuk mempelajari bagaimana cara melakukan kejahatan, melainkan "kejahatan" dipelajari untuk menanggulanginya.

Kriminologi merupakan cabang ilmu pengetahuan baru yang berkembang sejak tahun 1830 seiring dengan perkembangan ilmu sosiologi, antropologi, psikologi dan cabang ilmu pengetahuan lainnya yang mempelajari gejala/perilaku manusia dalam masyarakat. Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan interaksi dengan lingkungannya untuk memenuhi segala bentuk kebutuhan hidupnya. Hubungan sosial yang dilakukan oleh manusia sering kali menimbulkan konflik dan perselisihan karena adanya perbedaan tujuan dan kepentingan dari masing-masing pihak. Oleh karena itu, diperlukan norma dan serangkaian aturan (hukum) untuk menciptakan keteraturan dan ketertiban dalam masyarakat.

Embrio kriminologi ini ditemukan dalam catatan-catatan lepas dari para penulis yang menyinggung tentang kejahatan. Van Kan, dalam bukunya Les Causes economiques de la criminalite (1903) menulis pendapat para sarjana tentang sebab-sebab ekonomi dari kejahatan; Havelock EUis, dalam bukunya The Criminal; Marro, dalam bukunya yang berjudul caratteri dei delinguenti (1887); dan G. Antinini, dalam bukunya yang berjudul Precursor di Lombroso (1909), yang kesemuanya mencari pendapat mengenai sebab-sebab kejahatan dari sudut pandang antropologi. Kemudian, jika kita mengutip pendapat Plato yang hidup pada tahun 427-347 SM dalam bukunya yang berjudul Republiek yang menyatakan bahwa sumber kejahatan adalah emas dan manusia, maka penghormatan terhadap moralitas akan semakin merosot. Pendapat ini menggambarkan bahwa di setiap negara yang banyak orang miskinnya, maka akan banyak penjahat, "pemerkosa agama", dan juga pencopet.  Sejarah perkembangan kriminologi dapat dibedakan menjadi beberapa priode sebagai berikut.

1. Zaman Kuno (pra-kriminologi)

Kriminologi sebagai sebuah disiplin ilmu, seperti halnya ilmu-ilmu lainnya, baru lahir pada abad ke-18. Pada masa ini, kriminologi belum dikenal sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri seperti ilmu-ilmu pengetahuan lainnya, hanya saja kata-kata "kejahatan" ditemukan dalam beberapa literatur seperti yang ditulis oleh beberapa penulis Yunani.

Plato (427-347) dalam bukunya "Republiek" pada bagian ketiga menulis dan mengatakan bahwa "emas dan manusia adalah sumber dari berbagai kejahatan". Sementara itu, pada bagian kedelapan ia juga mengatakan bahwa "semakin tinggi kekayaan di mata manusia, semakin menurun pula penghargaan terhadap moralitas." Dari ungkapan-ungkapan ini juga ditegaskan bahwa "di setiap negara yang memiliki banyak orang miskin, diam-diam ada bajingan, pencopet, pemerkosa agama, dan penjahat dengan berbagai corak." Hal ini dikenal dengan istilah "Homo Homini Lupus". Dari pernyataan kedua penulis Yunani tersebut dalam bidang hukum pidana dan pertumbuhan proses penyelesaian tindak pidana ternyata cukup berdampak pada masa berikutnya. 

Aristoteles (384-322 SM) dalam bukunya yang berjudul "Politiek" menyatakan tentang hubungan antara kejahatan dan masyarakat, mengatakan bahwa kemiskinan menimbulkan kejahatan dan pemberontakan. Kejahatan besar tidak dilakukan untuk mendapatkan apa yang diperlukan untuk hidup, tetapi untuk kemewahan.

 

2. Zaman Abad Pertengahan

Di era sekarang ini, kriminologi memang belum banyak menarik perhatian para ahli untuk dikaji dan didiskusikan secara kritis, namun bagi orang-orang tertentu seperti Thomas Van Aquino (1226-1274) beliau telah banyak memberikan komentar atau pandangan tentang pengaruh kemiskinan terhadap kejahatan. Beliau mengatakan bahwa hanya orang kaya yang hidup untuk kesenangan dan menghambur-hamburkan kekayaannya, jika suatu saat mereka jatuh miskin, maka akan mudah untuk menjadi penjahat (pencuri). Ditegaskan pula bahwa kemiskinan biasanya memberikan dorongan untuk mencuri. Dari pernyataan-pernyataan tersebut ia memberikan argumen atau pembelaannya sehingga ia mengatakan bahwa dalam keadaan yang sangat memaksa orang diperbolehkan mencuri.

3. Zaman Permulaan Sejarah Baru (Abad ke-16)

Kriminologi memasuki masa permulaan sejarah baru, karena pada masa ini mulai banyak dilakukan studi kritis terhadap objek kejahatan. Salah satu tokohnya adalah Thomas More. More merupakan penulis buku yang berjudul Utopia (mimpi). Dalam bukunya, More menggambarkan kondisi negara Inggris pada masa pemerintahan Raja Hendrik VIII. Menurutnya, hal terburuk dari negara Inggris saat itu adalah hanya para bangsawan Istana saja yang kaya raya dan bersenang-senang menikmati kebahagiaan hidup di dunia, sedangkan rakyat selalu menderita kelaparan dan kesengsaraan. Ia juga menambahkan bahwa hukuman bagi para penjahat harus disamakan, tanpa memandang berat ringannya kejahatan, sehingga semua kejahatan mendapat hukuman yang sama dan dilakukan di depan umum.

Berdasarkan kondisi tersebut, More menyatakan bahwa hal ini tidak akan memberikan dampak positif bagi masyarakat. Sebaliknya, masyarakat akan semakin terpuruk. Oleh karena itu, ia menjelaskan bahwa kejahatan tidak dapat diberantas dengan kejahatan, tetapi harus dicari penyebab terjadinya kejahatan dan cara mengatasinya. Lebih lanjut, More menekankan agar kejahatan dapat diantisipasi, maka pendapatan pekerja harus mencukupi dan ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan ekonomi. Terakhir, Thomas More menekankan bahwa ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan di Inggris pada saat itu, yaitu: 

  • Kejahatan di Inggris disebabkan oleh banyaknya peperangan, yang mengakibatkan banyak tentara perang menjadi cacat, istri ditinggalkan suami dan anak-anak ditelantarkan. Hal ini mengakibatkan mereka tidak memiliki pekerjaan, yang akhirnya menjadi pengangguran bahkan tunawisma, yang kemudian memutuskan untuk menjadi penjahat.
  • Kejahatan di Inggris disebabkan oleh buruknya pertanian di Inggris. Di sisi lain, banyak bangsawan istana yang membeli tanah secara paksa, yang kemudian mereka ubah menjadi lahan untuk ternak domba.

 

4. Abad ke-18

Pada abad ini mulai ada pertentangan terhadap hukum pidana. Hukum pidana sebelumnya ditujukan untuk menakut-nakuti dengan menjatuhkan hukuman atas pelecehan pribadi sehingga para penjahat tidak mendapat perhatian sehingga prosedur pidana memiliki karakter inkuisitorial. Pembuktian tergantung pada kehendak pemeriksa dan pengakuan tersangka. Situasi ini memancing reaksi. Reaksi terhadap rezim kuno mempengaruhi hukum dan prosedur pidana. Situasi ini didukung dengan munculnya aufklarung (pencerahan). Hak-hak asasi manusia mulai diperhatikan bagi para pelaku kejahatan, dan rasa keadilan semakin diperhatikan.

Motesquieu (1689-1755) dalam bukunya 'Esprit delois (1748) menentang tindakan sewenang-wenang dan hukuman yang kejam. Kemudian Rousseau (1712-1778) menentang perlakuan kejam terhadap penjahat. Voltaire (1649-1778) yang pada tahun 1672 muncul sebagai pembela Jean Calas yang tidak bersalah yang dijatuhi hukuman mati dan menentang peradilan pidana yang sewenang-wenang.

Tokoh lain yang terkenal dalam gerakan ini adalah C. Beccaria (1738-1794) dengan judul esainya "Crime and Punishment" (1764) yang mengekspresikan semua keberatannya terhadap hukum pidana dan hukuman yang sewenang-wenang yang berlaku saat itu. J. Bentham (1748-1832), ahli hukum dan filsuf yang menciptakan mazhab ultilitarisme. Karya utamanya adalah "Introduction to the principles of morals and legislation" (1780). Pada tahun 1791, ia menerbitkan sebuah rencana untuk menciptakan model baru lembaga pemasyarakatan yang disebut "panopticon or the inspection house."

Montesquieu menyatakan bahwa bentuk legislasi yang baik haruslah berusaha untuk mencegah kejahatan dan bukan menghukumnya. Saat ini ada apa yang disebut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), tetapi tujuannya hanya untuk mengintimidasi orang. Menakut-nakuti saja, yaitu dengan menjatuhkan hukuman yang lebih berat dan melaksanakannya di depan umum. Praktik peraturan yang terdapat dalam KUHAP saat ini hanya mementingkan tindak pidananya saja, bukan orang/pelakunya. Oleh karena itu, terdakwa dipaksa untuk mengakui semua kejahatan yang telah dilakukannya, untuk memberikan pembuktian, karena manusia dianggap sebagai "objek yang dipaksa", dan tidak dapat melakukan pembelaan. Hal ini rupanya menimbulkan reaksi keras di kalangan masyarakat, karena dianggap tidak mencerminkan nilai-nilai keadilan.

Beccaria mengatakan bahwa metode hukuman yang terlalu kejam tampak tidak manusiawi. Dia menulis sebuah buku, On Crime and Punishment, yang termotivasi oleh insiden penghukuman warganya dengan menerima hukuman mati dari raja mereka. Warga tersebut bernama Jean Callas. Dengan adanya peristiwa tersebut, Beccaria berharap, terutama di kalangan penguasa dan praktisi hukum saat itu, agar ada perubahan dan pembaharuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Oleh karena itu, ia mengajukan enam gagasan utama yang dapat mendukung jalannya kriminologi:

  • Dasar dari semua tindakan sosial adalah konsep The Greatist Happinis for The Greatist Number (Hukum berlaku bukan untuk satu golongan, tetapi untuk semua orang).
  • Kejahatan harus dianggap merugikan masyarakat, dan salah satu barometer rasional dari kejahatan adalah kerugian itu sendiri.
  • Prevention of Crime itu lebih baik daripada Punishment of Crime
  • Prosedur tuduhan rahasia harus dihapuskan
  • Maksud daripada hukuman ialah membuat jera para pelaku kejahatan dan bukan merupakan balas dendam dari masyarakat. Dengan kata lain, pelaku kejahatan harus diberi hukuman seringan-ringannya.
  • Penjerahan masih tetap diadakan, tetapi perlu adanya perbaikan-perbaikan rumah penjara dan klasifikasi narapidana.

Pada tahun 1791 di Perancis terjadi revolusi yang berfokus pada "Penal Code", yaitu hukum pidana dan hukum acara pidana, bahwa sistem pemidanaan yang lama dihapuskan sama sekali dan dilakukan reformasi pemidanaan bagi setiap pelaku kejahatan. Setiap manusia memiliki kedudukan yang sama dan derajat yang sama sebagaimana diatur dalam hukum. Pada masa ini lahirlah KUHP baru sebagai pengganti KUHP lama. Di antara pembaharuan perubahan KUHP tersebut adalah:

  • Hukuman badan dihapuskan seperti kerja paksa dan penyitaan hak milik di tiadakan
  • Penjatuhan hukuman mati dikurangi
  • Penganiayaan sebelum penjatuhan hukuman mati ditiadakan

Sementara itu, perubahan dalam KUHAP meliputi:

  • Pemeriksaan harus dilakukan di depan umum secara teratur
  • Tindakan sewenang-wenang hakim dibatasi
  • Masalah pembuktian diatur dengan tatanan yang lebih baik

Pada tahun 1830 di Perancis (sebagai revolusi kedua) terjadi perubahan dalam pemidanaan, antara lain

  • Hukuman menjadi lebih ringan
  • Kondisi rumah penjara diperbaiki
  • Hukuman badan dihapuskan sama sekali
  • Penganiayaan sebelum hukuman mati dihapuskan
  • Hukuman mati dihapuskan kecuali untuk kejahatan berat yang direncanakan.

Tahun ini juga menjadi awal lahirnya Statistik Criminil, yang merupakan alat pencatat angka-angka fenomena sosial. Dengan menggunakan statistik ini, dapat diketahui bahwa setiap kejahatan terjadi dalam pola yang tetap, sehingga dapat diketahui pula hubungan antara frekuensi kejahatan dengan perubahan masyarakat. Pelopor Statistik Kriminal adalah AD Quetellaes (1796-1874), dan Van Mayr (1841-1925).

5. Abad ke-19

Pada masa ini, ada tiga hal penting yang terjadi dalam kriminologi, yaitu:

  • Perubahan dalam hukum pidana

Pada tahun 1791, Perancis mengakhiri sistem hukum pidana yang lama. KUHP dirumuskan dan mendefinisikan secara tegas tentang kejahatan, dan setiap manusia sama kedudukannya di depan hukum. Hal ini memberikan pengaruh pada Belanda sehingga pada tahun 1809 diadakan "Het criminel wetboek voor het Koningkrijk Holland". Inggris juga terpengaruh oleh J. Bentham yang menyusun English Criminal Code (1810). Kondisi lembaga pemasyarakatan di Inggris sangat buruk tetapi di Belanda telah terjadi reorientasi. Di Amerika dilakukan perubahan radikal (1791) di lembaga pemasyarakatan. Pada tahun 1823 di New York diterapkan sistem Auburn. Perbaikan ini tidak menyeluruh, hanya bersifat yuridis, sesuatu yang masih utopis adalah membuat semua penjahat menjadi sama. Hal ini masih mendapat perlawanan karena para penjahat tidak melakukan kejahatan yang sama. dan logis jika tidak disamakan. Iklim baru benar-benar terjadi pada tahun 1870-an. Ilmu kriminologi memberikan kontribusinya.

  • Sebab-sebab sosial dari kejahatan

W. Gowin (1756 1836) menjelaskan hubungan antara struktur masyarakat dan kejahatan, Ch. Hall (1739-1819) mengkritik kondisi sosial yang lumpuh dari para pekerja sebagai akibat dari industrialisasi. Th. Hodsgskin (1787-1869), dan R. Owen (1771-1858) memberikan pandangan baru. R. Owen menyatakan dalam bukunya "The book of the new moral world" (1844) bahwa lingkungan yang buruk membuat perilaku seseorang menjadi jahat, dan lingkungan yang baik sebaliknya. Muncullah motto: ubahlah kondisi masyarakat dan anggotanya pun akan berubah. Jika semua orang terdidik dengan baik dan cukup untuk hidup, standar moral akan meningkat dan hukuman tidak diperlukan.

  • Sebab-sebab psikiatri antropologis dari kejahatan

Pada masa ini, orang gila masih diperlakukan seperti penjahat. Penjahat memiliki kehendak bebas, sedangkan orang gila pada umumnya tidak memiliki kehendak bebas untuk memilih perbuatan baik atau buruk, namun berkat lahirnya ilmu kejiwaan, perubahan mulai terjadi, Dokter Perancis Ph. Pinel (1754-1826) memperkenalkan ilmu baru ini. Hasilnya, ia menambahkan sebuah pasal dalam KUHP yang berbunyi, "Tidak ada pidana jika terdakwa sakit jiwa." F.J. Gall (1758-1828) berpendapat bahwa kelainan pada otak (antropologi) menyebabkan orang menjadi jahat. P. Broca (1824-1880) juga menyatakan bahwa benjolan pada tengkorak (secara antropologi) menyebabkan kejahatan.

6. Abad ke-20

Pada perkembangan kriminologi pada Abad ke-20, ada tiga aliran yang berkembang yaitu:

  • Aliran positif, ciri-ciri aliran positif adalah:
  • Memprioritaskan penjahat dari hukum pidana
  • Perilaku manusia ditentukan oleh faktor lingkungan dan fisik
  • Penjahat sangat berbeda dengan bukan penjahat
  • Aliran hukum dan kejahatan

Sejak tahun 1960-an, perhatian terhadap hukum telah mendapatkan kembali perannya. Peran hukum sangat penting dalam menentukan definisi kejahatan. Karakternya adalah:

  • Sutherland yang berpendapat bahwa kriminal behavior is behavior in violetion of a kriminal law.
  • Nettler (1984) a crime is an intentional violation of kriminal law
  • Tappen (1960) crime is an international act or omission of kriminal law
  • Mannhein (1965) kejahatan adalah konsep yuridis, tingkah laku manusia yang dapat dihukum berdasarkan hukum pidana.
  • Aliran social defence

Dipelopori Judge Mare Ancel (Paris 1954) Penjelasan teori ini adalah sebagai berikut

  • Tidak deterministik
  • Tidak setuju dengan tipologi kejahatan
  • Memiliki kepercayaan pada nilai-nilai moral
  • Menolak dominasi ilmu pengetahuan modern dan ingin digantikan oleh politik kriminal.

REFERENSI

A.S. Alam dan Amir Ilyas, Kriminologi Suatu Pengantar, Kencana, Jakarta, 2018

Anggreany Haryani Putri dan Ika Dewi Sartika, Kriminologi, Deepublish, Jakarta, 2020

Emilia Susanti dan Eko Raharjo, Buku Ajar Hukum Dan Kriminologi, Aura, Bandar Lampung, 2018

Kasmanto Rinaldi, Sistem Peradilan Pidana dalam Kriminologi, Ahlimedia, Malang, 2022

Susanto I.S., Diktat Kriminologi, Universitas Diponegoro, Semarang, 1991

Topo Santoso dan Eva Achjani Zulva, Kriminologi, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 2001

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun