Mohon tunggu...
Khalifa Senja
Khalifa Senja Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Political Science Student 2021

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Trias Politika: Apakah Sudah Sesuai Penerapannya di Indonesia?

20 Desember 2021   11:07 Diperbarui: 20 Desember 2021   11:16 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah tidak diragukan lagi sepak terjang kekuatan politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di kancah kontestasi politik nasional.

Partai yang didirikan sejak tahun 1973 ini memiliki rangkaian perjalanan politik yang cukup besar pengaruhnya di Indonesia sejak kemenangan pertamanya pada pemilu di tahun 1999. 

PDIP yang saat ini dinakhodai oleh Megawati Soekarnoputri yang tidak lain merupakan anak perempuan dari mantan Presiden Ir. Soekarno.

Megawati serta kader PDIP lainnya mampu membawa kemenangan pada pemilu 2019 yang lalu, PDIP berhasil meraup jumlah suara tertinggi di Indonesia dengan perolehan 22,26% suara di jajaran kursi parlemen DPR RI. 

Tentu hal ini akan membuat PDIP memiliki suara menguntungkan yang mampu memberikan pengaruh besar di setiap kebijakan pada DPR RI, hal ini juga diperkuat dengan Ketua DPR RI yang saat ini dipegang oleh Puan Maharani yang merupakan kader dari PDIP.

Tidak hanya parlemen yang mampu dikuasai oleh partai dengan lambang banteng ini. Pada pilpres 2019 lalu PDIP juga berhasil meraih jabatan Presiden RI dengan calon yang diusungnya yaitu Joko Widodo. Maka dengan ini dua jabatan penting pada pemerintahan sudah berada di bawah kendali PDIP.

Merujuk dari paparan di atas dengan memakai perspektif teori Trias Politika yang dikenalkan untuk kali pertama oleh Montesquieu.

Trias Politika merupakan suatu konsep yang membedakan fungsi kekuasaan pada pemerintahan seperti peran kekuasaan legislatif dalam merancang undang-undang, kekuasaan eksekutif untuk menjalankan undang-undang dan kekuasaan yudikatif yang berkewajiban untuk mengawasi setiap pelaksanaan undang-undang.

Hal menarik yang ingin penulis ulas adalah soal pernyataan Montesquieu yang dikutip dalam buku The Spirit of Laws, mengemukakan bahwa bila ada fungsi kekuasaan pemerintahan tersebut diduduki oleh orang atau badan yang sama, maka kemerdekaan tidak dapat terjamin bahkan tidak akan ada kemerdekaan.

Maksud dari kemerdekaan tersebut adalah ketidakbebasan individu atau masyarakat dalam berpartisipasi pada penyelenggaraan demokrasi pemerintahan karena berkemungkinan besar akan adanya tindakan sewenang-wenang dari para penguasa tersebut.

Dari yang kita ketahui saat ini adalah dua dari tiga fungsi kekuasaan pemerintahan sudah berada di bawah satu partai yang sama yaitu, PDIP dengan Jokowi sebagai Presiden dan Puan Maharani sebagai Ketua DPR RI. 

Oleh karena itu, jika menerapkan teori Trias Politika maka ini sangat tidak relevan dari apa yang disampaikan oleh Montesquieu. 

Kemudian, apakah benar hal ini tidak relevan?

Banyak yang beranggapan bahwa setiap kebijakan Jokowi akan bermaksud demi kepentingan partainya sendiri. Bahkan banyak kalangan pengamat politik seperti Nico Harjanto yang berpendapat bahwa Jokowi masih dianggap sebagai petugas partai oleh Megawati. 

Hal tersebut tentu didasari berbagai macam alasan, seperti apa yang terjadi di lingkup jabatan pemerintahan pusat yang dinilai masih mengutamakan orang-orang dari partai pendukung Jokowi untuk mengisi jabatan penting strategis itu.

Seharusnya sosok Presiden RI harus berorientasi pada kepentingan rakyat bukan tujuan partai politiknya. Ketua DPR RI pun tidak luput dari perhatian para pengamat politik yang juga menilai setiap pembentukan kebijakan di parlemen akan dipengaruhi oleh kepentingan koalisi partai penguasa yang saat ini di ketuai oleh PDIP.

Maka, penulis berpendapat bahwa penerapan fungsi kekuasaan pemerintahan di Indonesia tidak sesuai konsep Trias Politika yang disampaikan Montesquieu, karena perancangan kebijakan undang-undang sampai penerapan pelaksanaannya akan dipengaruhi sangat besar oleh kepentingan partainya sendiri. 

Sehingga, kemerdekaan politik individu masyarakat secara tanpa sadar akan dipaksa untuk mengikuti tujuan dan kehendak partai penguasa karena di setiap kebijakan pada lembaga legislatif dan eksekutif akan memiliki orientasi yang sama pada tujuan partai yang membawahinya.

Koalisi partai penguasa tidak akan memberikan ruang untuk setiap kebijakan yang dianggap tidak menguntungkan atau tidak sejalan dengan tujuan partainya.

Partai oposisi lain yang bertentangan dengan partai penguasa tidak akan bisa berbuat lebih selain hanya sekedar mengkritik. 

Maka, apakah ada yang bisa melemahkan partai PDIP dalam pengaruh pemerintahan di Indonesia, pada kontestasi politik 2024 nanti?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun