Mohon tunggu...
Khalid Abdul Mannan
Khalid Abdul Mannan Mohon Tunggu... Dosen - Pembelajar Arsitektur. Dosen di Universitas Pembangunan Jaya

Arsitektur adalah keseimbangan antara kebutuhan, keindahan dan kekuatan. Tugas Arsitek adalah mencari titik tengah diantaranya.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Pandemi: Perubahan Perilaku Manusia dalam Ruang Arsitektur

22 Juli 2021   16:10 Diperbarui: 22 Juli 2021   16:16 1471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Dunia khususnya Indonesia saat ini masih belum pulih dari pandemi covid-19 yang telah melanda sejak tahun 2019 silam. Kehadiran vaksin yang diharapkan mampu menjadi pemutus mata rantai hadirnya covid justru masih belum dapat berfungsi maksimal. 

Selain karena masyarakat yang belum seluruhnya divaksin, kehadiran varian baru seperti varian delta yang diketahui lebih ganas membuat langkah pembatasan kegiatan berskala besar kembali diterapkan untuk menekan penyebaran covid 19 ini. 

Hal ini akhirnya membuat seluruh kegiatan diharapkan dapat dilaksanakan dari rumah, baik kegiatan belajar mengajar maupun bekerja yang saat ini dikenal dengan istilah Work Form Home dan School From Home. Perubahan cara beraktivitas ini akhirnya sedikit banyak merubah pola perilaku kita dalam menyikapi dan menggunakan ruang, khususnya ruang-ruang di sekitar kita.

Ruang bekerja yang dulunya lekat dengan tipologi bangunan kantor, saat ini membaur menjadi satu dengan tipologi bangunan rumah akibat adanya kebijakan Work from Home. Padahal, jika dilihat dari sisi pemenuhan fungsi, rumah tidak selalu dapat menyediakan sarana dan prasarana yang tepat untuk mendukung agar seseorang dapat bekerja dengan optimal. 

Sebagai contoh, seseorang yang bekerja di bidang fotografi, maka kebutuhannya adalah ruang studio dengan perlengkapan yang komplit dan besaran ruang yang memadai, sebuah hal yang belum tentu ada di rumah fotografer tersebut. Belum lagi jika misalkan rumah tersebut berbagi fungsi sebagai “sekolah” untuk anak, “ruang bertemu” untuk ibu dan sebagainya. 

Maka, bisa dipastikan rumah setelah masa pandemi diwajibkan mempunyai fleksibilitas dalam pengaturan ruang, sehingga masing-masing kebutuhan tadi dapat diakomodasi dalam sebuah tempat yang kita sebut rumah.

Satu hal menarik yang bisa kita kaitkan terkait fenomena terkait pandemi ini dengan teori di ilmu Arsitektur, yakni terkait pemahaman kita tentang ruang dalam arsitektur dan hubungannya terhadap perilaku manusia. Dalam arsitektur dikenal dengan istilah ruang personal. Ruang personal adalah batas yang tak terlihat dan mengelilingi kita, dimana orang lain tidak dapat melanggarnya. 

Jika isi dari ruang itu adalah manusia lain, orang langsung akan membuat suatu jarak tertentu antara dirinya dengan manusia tersebut, dan jarak yang timbul sangat ditentukan oleh kualitas hubungan antar orang yang bersangkutan (Laurens, 2004). 

Ruang personal ini menurut Edward T. Hall terbagi menjadi empat, yakni jarak intim antara 0,00 meter sampai 0,50 meter, jarak personal antara 0,50 meter sampai 1,20 meter, jarak sosial antara 1,20 meter sampai 3,60 meter dan jarak publik antara 3,60 sampai lebih dari 7,50 meter.

Dari paparan diatas kita melihat bahwa semakin dekat seseorang tersebut secara hubungan dengan orang lain, maka akan semakin dekat pula jaraknya saat berinteraksi dengan orang tersebut. Faktor kedekatan merupakan faktor utama yang mempengaruhi seseorang saat menempatkan dirinya waktu berinteraksi dengan orang lain. 

Namun, setelah pandemi covid-19 melanda, faktor utama yang mempengaruhi jarak antara seseorang dengan orang lain saat berinteraksi bukan lagi berdasarkan faktor kedekatan, tetapi berdasarkan jarak aman yang direkomendasikan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk mencegah penyebaran covid-19 yakni satu hingga dua meter. 

Maka saat ini, kita bisa melihat di ruang-ruang publik antar orang saling menjaga jarak (physical distancing), walaupun secara hubungan mereka merupakan teman dekat. Pola interaksi perilaku yang zaman dahulu tidak kita temui sebelum pandemi Covid-19 melanda.

Teori lain menyebutkan bahwa ruang dalam arsitektur terbagi menjadi dua jenis,  yakni ruang sociopetal dan ruang sociofugal. Ruang sociopetal diartikan sebagai suatu tatanan desain arsitektur yang mampu memfasilitasi interaksi sosial. Ruang sociopetal mendorong orang-orang beraktivitas di dalamnya untuk berinteraksi satu dengan yang lain. 

Salah satu contoh ruang sosiopetal adalah area ruang makan, dimana saat waktu makan anggota keluarga berkumpul mengelilingi meja makan. Pengaturan kursi yang dibuat saling berhadapan satu sama lain, membuat interaksi antar pengguna akan terjadi, sebuah hal yang memang diharapkan oleh perancang dari ruang makan tersebut.

Berbeda dengan ruang sociopetal, ruang sociofugal adalah  istilah yang digunakan untuk  merujuk pada suatu tatanan desain arsitektur yang mampu mengurangi interaksi sosial. Salah satu contoh ruang sociofugal adalah area ruang baca pada perpustakaan, yang didesain dengan perlengkapan perabot berupa satu meja dan satu kursi untuk satu bagian tertentu. 

Penataan seperti ini dibuat karena aktivitas yang dilakukan pada area ruang baca adalah membaca dan bukannya justru mengobrol, sehingga setting ruang dibuat sedemikian rupa sehingga orang yang menggunakan ruang tersebut dapat membaca dengan tenang dan dapat fokus dengan kegiatan membacanya tersebut.  

Dua jenis ruang ini : ruang sociopetal dan ruang sociofugal, dapat kita temukan di ruang-ruang di sekitar kita. Peruntukan sebuah ruangan berikut tatanan perabotannya akhirnya akan mengikuti kebutuhan dari aktivitas yang dilakukan di ruangan tersebut, apakah untuk menimbulkan interaksi atau justru menjauhkan aktivitas penggunanya dari interaksi. 

Yang menarik adalah dimasa pandemi ini, ruang-ruang menjadi cenderung diarahkan untuk menjadi ruang-ruang sociofugal, bahkan untuk ruangan yang dulunya berjenis sebagai ruang sociopetal. Sebagai contoh, restoran yang dulunya merupakan tempat untuk makan sekaligus bercengkrama dengan teman maupun sanak saudara menjadi tempat yang diatur penggunaannya dengan ketat selama masa pembatasan sosial berskala besar. 

Waktu makan ditempat dibatasi, dan jarak antar penggunanya juga diperbesar. Hal ini semata-mata demi mencegah penyebaran Covid-19. Walau begitu, pengaturan baru ini sedikit banyak mempengaruhi perilaku kita saat menggunakan jenis-jenis ruang tersebut.

Di ruang yang sudah bersifat ruang sociopetal sendiri, interaksi yang dulunya sudah dihindari dengan penataan desain ruangan yang mengurangi interaksi, juga semakin dibuat agar interaksi seminimal mungkin dapat terjadi. Hal ini dilakukan salah satunya dengan mengurangi kapasitas ruangan hingga 50%.

 Kita dapat melihat contoh pada area ruang tunggu di stasiun atau bandara misalnya, dimana antar kursi ruang tunggu diberi jarak ruang kosong yang tidak boleh diduduki. Hal ini untuk memberikan jarak sebanyak yang diperlukan agar virus covid-19 ini tidak mudah untuk menyebar.  

Dari contoh-contoh diatas akhirnya kita dapat melihat pengaruh pandemi terhadap perilaku kita pada ruang dalam konteks arsitektur. Ruang tempat berkumpul menjadi tempat yang sebisa mungkin dihindari, dan kita dituntut untuk dapat beraktivitas semaksimal mungkin di ruang-ruang personal kita. Kedepannya jika hal ini terus berlanjut, desain ruangan yang mengadopsi pola perilaku baru akan mungkin tercipta, demi mengakomodasi kebutuhan beraktivitas dengan pola perilaku baru ini. 

Akhirnya kita sebagai perencana ruang diharapkan dapat beradaptasi dengan hal baru ini, mencoba untuk tetap dapat merancang ruang-ruang yang nyaman dan sehat sesuai pola perilaku yang baru, sembari berharap agar pandemi ini bisa segera usai,

 Karena sesungguhnya, senyaman-nyamannya kita di ruang personal, manusia adalah makhluk sosial yang tetap perlu bersosialisasi dan berinteraksi dengan saudara, rekan dan kerabatnya, sebuah hal yang dulunya diakomodasi oleh ruang-ruang arsitektur yang ada di sekitar kita, namun berubah setelah pandemi Covid-19 melanda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun