Maka saat ini, kita bisa melihat di ruang-ruang publik antar orang saling menjaga jarak (physical distancing), walaupun secara hubungan mereka merupakan teman dekat. Pola interaksi perilaku yang zaman dahulu tidak kita temui sebelum pandemi Covid-19 melanda.
Teori lain menyebutkan bahwa ruang dalam arsitektur terbagi menjadi dua jenis, Â yakni ruang sociopetal dan ruang sociofugal. Ruang sociopetal diartikan sebagai suatu tatanan desain arsitektur yang mampu memfasilitasi interaksi sosial. Ruang sociopetal mendorong orang-orang beraktivitas di dalamnya untuk berinteraksi satu dengan yang lain.Â
Salah satu contoh ruang sosiopetal adalah area ruang makan, dimana saat waktu makan anggota keluarga berkumpul mengelilingi meja makan. Pengaturan kursi yang dibuat saling berhadapan satu sama lain, membuat interaksi antar pengguna akan terjadi, sebuah hal yang memang diharapkan oleh perancang dari ruang makan tersebut.
Berbeda dengan ruang sociopetal, ruang sociofugal adalah  istilah yang digunakan untuk  merujuk pada suatu tatanan desain arsitektur yang mampu mengurangi interaksi sosial. Salah satu contoh ruang sociofugal adalah area ruang baca pada perpustakaan, yang didesain dengan perlengkapan perabot berupa satu meja dan satu kursi untuk satu bagian tertentu.Â
Penataan seperti ini dibuat karena aktivitas yang dilakukan pada area ruang baca adalah membaca dan bukannya justru mengobrol, sehingga setting ruang dibuat sedemikian rupa sehingga orang yang menggunakan ruang tersebut dapat membaca dengan tenang dan dapat fokus dengan kegiatan membacanya tersebut. Â
Dua jenis ruang ini : ruang sociopetal dan ruang sociofugal, dapat kita temukan di ruang-ruang di sekitar kita. Peruntukan sebuah ruangan berikut tatanan perabotannya akhirnya akan mengikuti kebutuhan dari aktivitas yang dilakukan di ruangan tersebut, apakah untuk menimbulkan interaksi atau justru menjauhkan aktivitas penggunanya dari interaksi.Â
Yang menarik adalah dimasa pandemi ini, ruang-ruang menjadi cenderung diarahkan untuk menjadi ruang-ruang sociofugal, bahkan untuk ruangan yang dulunya berjenis sebagai ruang sociopetal. Sebagai contoh, restoran yang dulunya merupakan tempat untuk makan sekaligus bercengkrama dengan teman maupun sanak saudara menjadi tempat yang diatur penggunaannya dengan ketat selama masa pembatasan sosial berskala besar.Â
Waktu makan ditempat dibatasi, dan jarak antar penggunanya juga diperbesar. Hal ini semata-mata demi mencegah penyebaran Covid-19. Walau begitu, pengaturan baru ini sedikit banyak mempengaruhi perilaku kita saat menggunakan jenis-jenis ruang tersebut.
Di ruang yang sudah bersifat ruang sociopetal sendiri, interaksi yang dulunya sudah dihindari dengan penataan desain ruangan yang mengurangi interaksi, juga semakin dibuat agar interaksi seminimal mungkin dapat terjadi. Hal ini dilakukan salah satunya dengan mengurangi kapasitas ruangan hingga 50%.
 Kita dapat melihat contoh pada area ruang tunggu di stasiun atau bandara misalnya, dimana antar kursi ruang tunggu diberi jarak ruang kosong yang tidak boleh diduduki. Hal ini untuk memberikan jarak sebanyak yang diperlukan agar virus covid-19 ini tidak mudah untuk menyebar. Â
Dari contoh-contoh diatas akhirnya kita dapat melihat pengaruh pandemi terhadap perilaku kita pada ruang dalam konteks arsitektur. Ruang tempat berkumpul menjadi tempat yang sebisa mungkin dihindari, dan kita dituntut untuk dapat beraktivitas semaksimal mungkin di ruang-ruang personal kita. Kedepannya jika hal ini terus berlanjut, desain ruangan yang mengadopsi pola perilaku baru akan mungkin tercipta, demi mengakomodasi kebutuhan beraktivitas dengan pola perilaku baru ini.Â