Mohon tunggu...
Khalea Aria
Khalea Aria Mohon Tunggu... Mahasiswa - Institut Seni Indonesia Surakarta

Seorang mahasiswi jurusan Film dan Televisi di Institut Seni Indonesia Surakarta, memiliki ketertarikan di bidang managerial film maupun televisi yaitu produserial namun tetap memiliki minat di bidang teknis film seperti kamera, lighting dan artistik. Tidak gemar menulis namun senang membaca hal-hal menarik terkait dunia luar yang luas, bukan seorang ekstrovert namun senang menjelelajahi dunia baru dan pergi ke tempat-tempat seru. Memiliki cita-cita menjadi traveler dan menamatkan seluruh negara di usia 30.

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

Lahirnya Wayang Bambu di Tengah Merosotnya Moral di Indonesia

30 Desember 2024   13:36 Diperbarui: 31 Desember 2024   07:57 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ki Drajat Iskandar, pencipta Wayang Bambu (Sumber: Pribadi)

Namun sayangnya pemerintah belum sepenuhnya mendorong wayang bambu untuk dapat berkembang di kalangan masyarakat, ini menjadi tantangan bagi Wayang Bambu untuk dapat dilestarikan. Ki Drajat memaparkan bahwa belum adanya inisiatif pemerintah yang masuk untuk berkontibusi melestarikan para seniman budayawan yang telah bertahan,

"mending kalo punya gaji dari pemerintah, berapa nayaga nya biarin deh sebulan lima ratus rebu cukup ga cukup bagiin buat wayang bambu dan baladnya, mungkin aya mereun tapi seperak juga ora ada dari pemerintah padahal kita sendiri berkontribusi (melestarikan kesenian Indonesia) kepada pemerintah (dan masyarakat)," Keluh Ki Drajat ketika wawancara.

Namun Ki Drajat tidak menyerah sampai situ, Beliau melakukan program independen seperti "Wayang Bambu Manjang ka Sakola" di mana beliau beserta tim akan melakukan pagelaran Wayang Bambu ke sekolah-sekolah dari mulai tingkat SD sampai Perguruan Tinggi walaupun tanpa support dari pemerintah. 

Hal ini dilakukan beliau karena memang ingin "menyelamatkan" generasi muda dengan Wayang Bambu, keikhlasan hatinya dalam melestarikan kesenian untuk menjadi contoh bagi para generasi muda Indonesia.

Keberlangsungan Wayang Bambu

Wayang Bambu saat ini telah menjadi kesenian yang membantu menjaga keberlangsungan Bahasa sunda dengan logat daerah Bogor, meski suku sunda merupakan satu kesatuan namun di setiap tanah kasundanan memiliki logatnya masing-masing. Seperti daerah Bogor yang terkenal dengan logat heuras genggerong alias bahasanya yang cukup keras berbeda dengan Bahasa sunda Bandung yang mendayu-dayu. Wayang Bambu inilah yang membantu melestarikan sekaligus memperkenalkan logat sunda Bogor yang terbilang unik.

"khas Bogor itu logatnya heuras genggerong, bukan berarti gak sopan hanya keras logatnya, kan kalo bandung mendayu-dayu. Wayang bambu inilah yang menyelamatkan logat Bogor, kan harus diselametin logat bogor ini meski heuras genggerong neng," kata Ki Drajat melalui wawancara.

Sebagai penulis saya cukup melihat serta mendengar keikhlasan Ki Drajat dalam menghidupi kesenian ini, beliau banyak memberikan kontribusi bagi masyarakat dalam pembelajaran moral lewat caranya sendiri. Selain ikhlas beliau juga puas serta bangga dengan semua pencapaian yang Wayang Bambu raih hingga saat ini.

"Aki sangat bangga sebagai putra daerah, kakek nenek abah buyut dari Bogor asli, ternyata Bogor ini mempunyai daripada khas budaya, khas seni, khas sejarah. Wayang bambu mungkin lahir disini lewat aki tercipta untuk ditugaskan oleh orang tua kita itu ngamumule (menjaga) tradisi khas Bogor asli," pernyataan Ki Drajat sewaktu wawancara.

Penulis sebagai warga Bogor sangat bangga dengan Wayang Bambu yang berhasil menjadi kesenian yang memperkenalkan budaya Bogor, saya kira selama ini Bogor hanya sekadar kota hujan, namun ternyata Bogor sangat lebih daripada itu. Bukankah sepatutnya kita sebagai generasi muda ikut bangga dengan semua kesenian budaya yang ada di Indonesia? 

Sebagai penutup dari artikel ini saya harap semua yang membaca bisa mulai peka dengan kesenian yang ada di sekitar kita dan ikut berkontribusi dalam pelestariannya, walau hanya sekadar berbagi informasinya di sosial media.

Penulis: Khalea Aria Wibowo

Mahasiswi Program Studi Film dan Televisi Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun