Latar Belakang Masalah
 Korupsi merupakan salah satu persoalan terbesar yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Praktik korupsi tidak hanya berdampak pada kerugian finansial negara, tetapi juga merusak tatanan sosial, melemahkan institusi negara, dan menghambat pembangunan ekonomi. Fenomena ini telah menjadi penyakit kronis yang sulit diberantas sepenuhnya, meskipun berbagai upaya telah dilakukan.Â
Laporan Transparency International menunjukkan bahwa Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia terus berada pada tingkat yang mengkhawatirkan, yang mencerminkan bahwa korupsi masih mengakar kuat dalam sistem birokrasi dan masyarakat.
  Salah satu penyebab utama sulitnya memberantas korupsi adalah karena sifatnya yang sistemik dan multidimensi. Korupsi bukan hanya masalah hukum dan kebijakan, tetapi juga terkait erat dengan mentalitas individu pelakunya.Â
Banyak pelaku korupsi memiliki jabatan tinggi dan latar belakang pendidikan yang baik, namun tetap tergoda untuk menyalahgunakan kekuasaan demi keuntungan pribadi. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan formal dan kebijakan hukum saja belum cukup untuk mencegah korupsi jika tidak disertai dengan perubahan pada tingkat moral dan spiritual individu.
 Dalam konteks ini, pendekatan berbasis nilai-nilai etika dan spiritual menjadi penting untuk melengkapi pendekatan struktural yang selama ini dominan. Salah satu sumber inspirasi yang relevan dalam konteks budaya Indonesia adalah ajaran kebatinan Ki Ageng Suryomentaram.Â
Sebagai seorang filsuf Jawa, Ki Ageng Suryomentaram menawarkan konsep-konsep kebatinan yang berakar pada pengendalian diri, kesadaran batin, dan pencarian kebahagiaan sejati. Ia mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati tidak dapat diperoleh dari kekayaan, kekuasaan, atau status sosial, melainkan dari kemampuan seseorang untuk mengenali dan mengendalikan rasa sejati dalam dirinya.
  Ajaran kebatinan Ki Ageng Suryomentaram memiliki relevansi yang kuat dalam upaya pencegahan korupsi, terutama dalam membentuk individu yang berintegritas. Konsep-konsep seperti ngelmu rasa (ilmu rasa sejati), urip sak madya (hidup sederhana tetapi cukup), dan pengendalian hawa nafsu dapat menjadi landasan etis bagi individu untuk menghindari godaan korupsi.
Dalam ajarannya, Ki Ageng Suryomentaram menekankan pentingnya memahami diri sendiri sebagai langkah awal untuk mengendalikan dorongan negatif yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain.