“Ya Rasulullah, terangkanlah mereka kepada kami.” Hudzaifah terus meminta penjelasan. “Mereka juga dari bangsa kita dan berbicara memakai bahasa kita.”
“Apa yang engkau wasiatkan kepadaku andaikan aku mendapat masa itu?” tanya lagi Hudzaifah. “Berpegang teguh dengan jamaah muslimin dan pemimpin mereka.”
“Andaikan mereka tidak punya jamaah dan pemimpin?” kejar Hudzaifah. “Jauhi semua kelompok itu,walaupun untuk itu engkau akan berpegangan pada akar pohon sampai kematian menjemput dan engkau tetap dalam keadaan demikian.”
======================
Udep, panggilannya. Dan Hudzaifah, lengkapnya. Entah, siapa nama panjangnya. Tapi, saya meyakini Ustafz Taufik Ridho memberi nama putra sulungnya adalah mengambil dari nama sahabat Rasulullah, sang intelijen, Hudzaifah bin Yaman.
Udep mengirimkan surat kepada para ikhwah. Saya menemukannya di sebuah web catatan Mas Hadi Santoso.
Mohon doa dari ikhwah sekalian. Insya Allah besok atau lusa saya pulang ke Indonesia untuk melakukan cek dan segala macamnya untuk proses transplantasi hati Abi saya (Muhammad Taufik Ridlo). Mohon doa dari ikhwah sekalian selama proses nanti: 1. agar hati saya cocok untuk didonorkan kepada Abi saya dan saya ikhlas se ikhlas-ikhlasnya menjalani prosesnya 2. agar proses transplantasi hatinya berjalan lancar.
Ucapan terimakasih sebesar-besarnya kepada orang-orang yang saya cintai: Amii Yani, Amii Haris, Ustadz Anis Matta, Pa Fahri Hamzah dan sahabat-sahabat Abi saya yang lainnya, yang telah banyak membantu segala urusan Abi saya. Membantu dari segala macam aspek hingga detail-detailnya.
Terima kasih khusus juga kepada guru yang saya cintai, Pa Anis Alkatiri dan juga istri yang banyak sekali membantu dan mensupport saya. Juga kepada Mas Dimas Abdirama yang membantu banyak sekali urusan saya, terutama terkait masalah dengan Universitas di Berlin karena adanya proses ini. Juga kepada sahabat-sahabat di Berlin dan Jerman: Gading, Wanna, Andri dll yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Mereka banyak mensupport saya. Dan juga kepada ikhwah sekalian di manapun kalian berada. Saya berterima kasih sebesar-besarnya.
Terimakasih semua atas doa-doa kalian. Dan saya memohon selalu doa dari kalian agar semua prosesnya dilancarkan. Saya yakin doa dari kalian semua akan sangat membantu proses penyembuhan Abi saya. Karena senjata sangat ampuh bagi seorang yang beriman adalah doa. Doa yang tulus dari alam jiwa. Semoga doa-doa kalian Allah balas dengan ganjaran tertinggi.
Seperti yang diceritakan Mas Candra, tidak berbeda jauh kisah yang saya temukan dari teman-teman jejaring sosial media maupun di media online tentang bagaimana beberapa menit di meja operasi menjadi kisah yang membuat saya teringat pada Nabi Ismail dan Nabi Ibrahim. Lelah saya menjalani rute Lumajang-Jember-Lumajang setiap hari sebagai birrul walidain saya, bahkan beberapa kali mendapat ujian yang membuat saya harus menumpahkan banyak air mata, ternyata jauuuuuuuuh tidak ada apa-apanya dengan Udep. Saya menangis setiap mengingatnya karena merasakan betapa ketaatan Udep kepada Allah yang ia buktikan dengan kesediaannya mendonorkan hati untuk Sang Abi. Umurnya baru 24 tahun... Ia berani mengambil keputusan besar itu yang mungkin akan mengubah jalan hidupnya, terutama ujung usianya... Umurnya baru 24 tahun... Ia mampu membuktikan kecintaannya sebagai putra sulung kepada Abi, Ummi, dan 6 adiknya... Saya yakin seyakin-yakinnya, Sang Abi dan Ummi tidak mau Udep melakukan itu. Tidak ada orangtua yang rela mengambil sesuatu dari diri anaknya demi menyelamatkan jiwa sang orangtua. Saya yakin seyakin-yakinnya, Udep-lah yang mampu mengubah semua itu. Udep mampu meyakinkan Abi Umminya bahwa Allah menginginkan hal tersebut...