Usai melempar jumrah, energi seolah kembali pulih. Rombongan kami lalu kembali ke tenda. Menyusuri jalan.... 1 km.... 2km... 3km... 4km... Ya Allah, betapa jauhnya ternyata tempat kami menginap dengan lokasi lempar jumrah ini. Kuatkan ya Rabb... Kuatkan ya Rabb... Â Kuatkan ya Rabb...
Esok hari, kembali rombongan kami akan melempar jumrah. Kali ini adalah Jumrah Wustho. Banyak yang ‘bertumbangan’ dan memilih diwakili oleh pasangannya untuk melempar jumrah. Semuanya termasuk kategori lansia. Berbekal pengalaman sebelumnya, maka kali ini saya dan para jamaah lainnya sudah menyiapkan botol air minum. Kuatkan ya Rabb... Kuatkan ya Rabb...  Kuatkan ya Rabb...
Alhamdulilaah, Allah masih berkenan mengizinkan kami menyelesaikan Jumrah Wustho. Diantara kebahagiaan yang membuncah, ada perasaan sedih di hati saya ketika mengetahui diantara mereka yang ‘bertumbangan’ ternyata ada yang keluar dari tenda untuk berbelanja oleh-oleh... Duhai Rabb, bila mereka tidak kuat melaksanakan jumrah, tetapi mengapa mereka malah menggunakan waktunya untuk berbelanja-belanja? Jangan Engkau marah kepada mereka ya Rabb...Â
Akhirnya, waktu untuk Jumrah Aqobah. Kali ini, mungkin juga karena mengingat ini adalah kegiatan terakhir dari melempar jumrah, fisik sudah adaptasi dan stamina terasa lebih baik menjalani wajib haji ini. Bila tidak salah ingat, jamaah yang  mengikuti Jumrah Aqobah  ini lebih banyak daripada Jumrah Wustho. Bisa jadi karena yang sebelumnya ‘bertumbangan’ memiliki waktu istirahat lebih banyak sehingga fisiknya pulih dan mampu untuk kembali melempar jumrah.
============================
Ya, saya sering membaca dan mendengar bahwa prosesi ibadah haji menuntut kekuatan fisik. Namun, tidak pernah terbayangkan betapa ternyata kekuatan fisik ini benar-benar membutuhkan stamina luar biasa. Saya dan jamaah haji lainnya yang berusia kurang dari 40 tahun saja merasakan beratnya kami menjalani prosesi haji, apalagi mereka para lansia. Tak ada yang tidak mengeluhkan kakinya yang kram, keseleo, seperti mau patah, dan lain-lainnya. Sungguh, betapa kalau tidak Allah menolong saya, saya pasti termasuk dari mereka-mereka yang ‘bertumbangan’....
Sungguh, bila mampu, segerakanlah berhaji ketika muda. Jangan menunggu usia lanjut. Walaupun antrian haji mengular belasan atau puluhan tahun, paling tidak segeralah mendaftar porsi. Biar Allah yang menentukan kapan akan memanggil kita ke Baitullah. Juga, bila sewaktu-waktu Allah memanggil kita ke haribaanNya meski belum berangkat haji, insyaAllah Allah sudah mencatat upaya dan kesungguhan kita untuk melaksanakan Rukun Islam ke-5 ini setara dengan pahala berhaji. Â
Selamat beribadah haji. Selamat memenuhi panggilanNya. Semoga menjadi haji mabrur...
Labbaika allahumma labbaik... Laa syariika laka labbaik... Innalhamda wan-ni'mata laka wal mulk... Laa syariikalak....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H