* * *
Beliau adalah ibu terbaik bagi anak-anaknya. Tidak pernah ada caci maki dari lisan beliau pada anak-anaknya. Beliau juga menjadi istri terbaik bagi suaminya. Medio 2007, suami beliau diangkat menjadi Atase Pertanian di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Amerika Serikat. Pada 2008, sang suami terkena serangan stroke. Beliau pula yang merawat sang suami dengan penuh kesabaran. Sepulang dari tugas di Amerika, beliau pula yang harus wira-wiri mengantar suami mengajar di kampus dan terapi di rumah sakit.
Saya menyebutnya sebagai Super Mom. Beliau sangat care dengan anak-anaknya yang mondok di Gontor maupun SMPIT Darul Fikri, Sidoarjo. Hampir setiap bulan sekali beliau menjenguk si bungsu yang tengah sekolah SMP dan menghafal Al Quran. Setiap anak-ananknya pulang dari pondok, beliau pasti memasak masakan yang paling disukai anak-anaknya. Saat akan kembali ke pondok, semua bekal disiapkan beliau untuk anak-anaknya.
Sampai kemudian sakit itu menderanya, pertengahan 2014 lalu. Awalnya, beliau menganggap gondong. Menjelang akhir Oktober 2014, saat salat Subuh baru tertunaikan, istri saya memberi tahu saya bahwa kondisi beliau nge-drop. Bergegas saya menuju rumahnya yang hanya selemparan batu dari teras rumah saya.
Saya keluarkan mobilnya, lalu didampingi suami dan menantunya, saya antar beliau ke rumah sakit. Seorang dokter lalu membisiki saya, “Beliau menderita kanker kelenjar getah bening.” Ya Allah...
Sejak saat itu, beliau sering keluar masuk rumah sakit. Untuk sementara, tugas-tugasnya di ma’had di-handle istri saya yang sama-sama pengurus. Donatur-donatur yang biasa beliau kunjungi sebagiannya diambil alih istri saya. Semakin hari kondisinya kian lemah, meski rutin menjalani kemoterapi hampir dua pekan sekali di Surabaya, yang berjarak 230 km dari rumahnya.
Ketika saya hendak berangkat umrah awal Januari 2015, saya pamitan ke beliau. Hanya satu pesannya, “Mohon doakan di tanah haram untuk kesembuhan saya.” Amanahnya itu pun sudah saya tunaikan, saat di raudhah Masjid Nabawi, saat thawaf, maupun sa’i. Dalam shalat tahajud saya di Masjidil Haram selalu ada doa untuk beliau.
Beberapa hari sebelum beliau berangkat ke RS dr. Soetomo Surabaya, di tengah sakitnya yang kian parah, beliau sempat menelepon seorang pengurus Ibnu Katsir untuk menyerahkan donasi untuk ma’had. Subhanallah...
Sampai akhirnya, sebulan lalu, kondisi beliau makin melemah. Lalu, dibawa ke Surabaya untuk menjalani perawatan. Sebulan lamanya beliau dirawat, sampai akhirnya Allah SWT memanggilnya. Allah SWT lebih cinta kepada-Nya, meluruhkan dosa-dosanya melalui sakit yang dideritanya.
[caption id="attachment_421079" align="aligncenter" width="300" caption="Para Hafidzah Ibnu Katsir Mensholatkan Sang Mujahidah"]
Saya, dan siapa pun yang beriman, pasti 'iri' dengan kematian beliau. Dengan banyaknya kebaikan yang beliau tanam, beliau meninggal sesaat setelah menunaikan shalat dhuha di atas ranjang rumah sakit. Sakaratul mautnya terlihat sangat ringan, seperti orang tidur saja. Di rumah duka, yang melayat sangat banyak.