Raka : Bagaimana dengan keripik pisang cokelat ini? (sambil menunjuk kardus yang masih basah).Â
Icha : Sepertinya harus dibuang, Raka, (jawabku pasrah).Â
Raka : Kenapa dibuang? Sayang sekali. Bolehkah aku mencobanya?Â
Aku mengangguk, lalu mengambil sebungkus keripik pisang cokelat dari kardus. Matanya langsung membulat saat melihat keripik pisang cokelat itu.Â
Raka : Ini enak sekali, Icha! Kamu membuatnya sendiri?Â
Icha : Ini resep dari ibuku.Â
Raka : Pantasnya saja enak sekali. Kamu harus terus berjualan Icha. Jangan pernah menyerah ya. Kata-kata Raka seperti mantra yang mendukung semangat baru ke dalam diriku. Aku tersenyum, untuk pertama kalinya sejak berhari-hari bersedih.Â
Raka : Kalau begitu, bagaimana kalau aku membantu kamu menjual keripik pisang cokelat ini?Â
Icha : Bagaimana caranya? Raka : Aku punya kenalan yang sering mengadakan acara-acara kecil. Mungkin mereka bisa membelinya.Â
Aku merasa begitu beruntung bertemu dengan seorang pria yang begitu baik dan perhatian. Aku tak tahu bagaimana membalas kebaikannya.
Sejak hari itu, Raka sering sekali membantuku. Ia mengenalkan keripik pisang cokelat buatanku kepada teman-temannya, rajin mempromosikannya di media sosial, dan bahkan tak jarang mengantarkan pesanan langsung. Berkat bantuannya, bisnis keripik pisang cokelat kecil-kecilan aku mulai berkembang pesat. Pesanan pun terus mengalir, membuat semangatku semakin berkobar. Aku merasa telah menemukan kembali semangat hidup. Tak lagi merasa kesepian, karena ada Raka yang selalu ada di sisiku, memberikan dukungan dan semangat yang tak pernah putus. Ia bagaikan mentari yang menghangatkan hati aku di tengah badai kehidupan.Â