"Tentu saja! Aku sangat menanti kedatanganmu," jawabnya dengan suara penuh kegembiraan.
Minggu berikutnya pun tiba. Cuaca hari itu begitu cerah dengan awan putih yang menghiasi langit. Nisa mempersiapkan diri dengan mengenakan pakaian terbaiknya dan merias wajahnya secantik mungkin. Ia ingin memberikan kesan yang baik kepada Putra. Ketika jam menunjukkan pukul empat sore, Nisa keluar menuju tempat mereka sepakat untuk bertemu taman kota di bawah pohon besar yang sering mereka obrolkan. Hatinya berdebar-debar saat dia melangkah. Setiap langkah terasa semakin berat, sekaligus penuh harapan.
Setibanya di taman, Nisa mengamati sekelilingnya, mencari sosok yang telah akrab di bayangannya meski belum pernah berjumpa secara langsung. Dan pada saat itu, dari ujung jalan, ia melihat seorang pemuda berpostur tegap dengan tinggi badan 173 sentimeter yang menyunggingkan senyum lebar dan memancarkan kepercayaan diri. Dialah Putra. Jantung Nisa berdebar kencang dan pipinya memerah, menandakan bahwa Nisa sedang gugup dan malu.
"Nisa!" teriak Putra, melambaikan tangan.Â
Putra membalas lambaian tangannya, berusaha menetralkan rasa gugup yang menggelora. Saat mereka berpapasan, seakan waktu berhenti. Putra mendekati Nisa dengan langkah cepat namun hati-hati, lalu memeluknya erat. Aroma tubuh Putra yang menyegarkan membuat Nisa merasakan kebahagiaan yang selama ini ia inginkan.
 Lalu Putra berkata "Kowe luwe ayu ketimbang sing aku bayangke" bisiknya dengan pelan.Â
Sementara itu nisa tidak paham apa yang dikatakan oleh Putra, lalu Putra menjelaskan bahwa yang dikatakan nya ialah  "Kamu lebih cantik daripada yang aku bayangkan," Nisa menatap dalam-dalam wajah Putra, seakan ingin mengukir setiap detailnya dalam ingatan. Mereka menghabiskan sore itu di taman, berbincang, tertawa, dan bersama-sama menikmati keindahan senja yang menyelimuti langit. Semua kekhawatiran tentang jarak dan waktu seolah sirna, tergantikan oleh kebahagiaan bersama. Namun, perjalanan cinta mereka tidak selalu mulus. Ketika senja mulai meredup, Nisa dan Putra membicarakan realitas yang harus mereka hadapi.Â
"Bagaimana kita dapat mengatasi jarak yang memisahkan kita?" tanya Nisa dengan suara lembut yang penuh kekhawatiran. Putra meraih tangan Nisa dan menggenggamnya erat.Â
"Kita akan berusaha, Nisa. Setiap hubungan memerlukan pengorbanan. Aku siap untuk berkorban. Kita dapat saling mendukung, meskipun jarak memisahkan kita," jawabnya tegas. Nisa merasa tenang mendengar kata-kata Putra. Dia tahu bahwa cinta sejati tidak mengenal batas. Mereka pun sepakat untuk menjaga hubungan ini, meski dengan tantangan yang harus dilalui.
Keesokan harinya, saat mereka harus berpisah, Nisa merasa ada kepedihan dalam hatinya. Namun mereka tahu, ini bukan akhir, melainkan awal dari sebuah perjalanan cinta. Dengan janji untuk terus saling terhubung, mereka berlari ke arah yang berbeda, dibawa oleh angin senja yang lembut. Nisa pulang dengan pikiran penuh harapan, sementara Putra melangkah pergi dengan tekad yang bulat. Masing-masing membawa kembali sepotong hati satu sama lain. Nisa merasa tenang mendengar kata-kata Putra. Dia tahu bahwa cinta sejati tidak mengenal batas. Mereka pun sepakat untuk menjaga hubungan ini, meski dengan tantangan yang harus dilalui.
Keesokan harinya, saat mereka harus berpisah, Nisa merasa ada kepedihan dalam hatinya. Namun mereka tahu, ini bukan akhir, melainkan awal dari sebuah perjalanan cinta. Dengan janji untuk terus saling terhubung, mereka berlari ke arah yang berbeda, dibawa oleh angin senja yang lembut. Nisa pulang dengan pikiran penuh harapan, sementara Putra melangkah pergi dengan tekad yang bulat. Masing-masing membawa kembali sepotong hati satu sama lain.