Risih, resah dan merasa iba seperti itulah gambaran hati saya saat ini.
Mengapa perempuan itu menolakku?
Mengapa bos tiba-tiba memarahi saya?
Bukan tentang tentang kedua hal ini, lalu apa?
Ujaran kebencian dan saling menjelek - jelekkan antara suporter cakada yang bertebaran di medsos, hal inilah yang membuat hati saya gundah.
Mengapa harus pusing dengan akun-akun palsu itu? Persoalannya bukan pada palsu tidaknya sebuah akun medsos, pun palsu saya masih yakin semua ini ada manusia dibelakangnya, tidak mungkin jin atau setan. Asumsi saya aktor-aktor dibalik akun palsu ini adalah orang yang tahu persis kondisi lapangan hanya kemudian berpura-pura bodoh dalam jelmaan akun palsu tersebut. Nyaris kehilangan jati diri, terdesak & hanya bisa menyuarakan hal yang tak berfaedah.
Sudah siapkah kita berdemokrasi?
Jika iya, sebagai bangsa yang menjujung tinggi nilai pluralisme, perlukah kita saling menghujat antar sesama anak bangsa. Sejatinya demokrasi bukanlah diperuntukkan sebagai alat perang atau saling menindas satu paslon dengan paslon cakada lain.
Statement yang menyatakan bahwa (caci maki & saling menghujat) adalah wajar dan itu adalah dinamika demokrasi serta kebutuhan untuk pertumbuhan bangsa ini ke depan. Bagi saya, pernyataan ini hanyalah sebuah lelucon dan hal ini merupakan kemunduran dalam dunia politik dan demokrasi kita.
Sayang bila ruang kebebasan yang diberikan oleh demokrasi, kita manfaatkan pada hal-hal yang tak mendidik. Saya selalu yakin bahwa pengendalian atau penyesatan pikiran dengan memanfaatkan sentimen publik tak akan pernah direstui alam, cepat atau lambat kebenaran akan datang meneranginya.
Tempo hari orang tua saya pernah berpesan bahwa "orang hebat adalah mereka yang tak punya lawan" orang hebat bukanlah mereka yang menghalalkan segala cara untuk tujuan semu.Â
Ini jaman now, bukan jamannya Machiavelli. Tak harus saling meracuni untuk sebuah jabatan, tak harus saling membunuh untuk sebuah kekuasaan.
Bagi saya akan lebih baik diam ketimbang ikut-ikutan dalam suatu hal yang tak kita pahami. Kalaupun harus terlibat saran saya "miliki kekuatanmu" (perbanyak belajar) lalu bicaralah berdasarkan data & fakta, bukan pendapat subjektif, tuduhan dan fitnah yang dikemas dalam "status" di facebook atau media sosial lainnya.
Akhir kata, Fanatik boleh, tapi jangan anarkis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H