Mohon tunggu...
khairul ikhwan d
khairul ikhwan d Mohon Tunggu... Penulis - pernah main hujan

sedikit demi sedikit, lama-lama habis

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Entitas Partai dalam Bingkai Persatuan

1 Maret 2022   10:53 Diperbarui: 1 Maret 2022   10:55 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tetapi tentu tak melulu tentang agama. Perkembangan demokrasi dan kebangsaan menuntut partai juga untuk dinamis. Termasuk menampung aspirasi generasi milenial yang kebutuhannya cenderung berbeda dibanding generasi-generasi sebelumnya. Inilah tantangan yang berikutnya: akomodatif terhadap kebutuhan generasi terkini, milenial, Y, Z....  Apa pun nama generasinya.

Itu makanya, kerja sayap-sayap partai dituntut lebih menggereget, yang menyentuh persoalan di level terendah. Termasuk memenuhi kebutuhan para pemilih pemula yang bergerombol di antara generasi-generasi itu. Mereka adalah masa depan, yang akan menjadi sosok baru pewaris semangat para pendiri partai.

Sekarang adalah waktu yang pas untuk menunjukkan kiblat politik kepada mereka. Ya, sekarang. Mumpung suasana politik belum terlalu panas. Mumpung Pemilu dan Pilpres masih jauh. Mumpung survei-survei baru yang melemahkan semangat itu belum muncul.

Lebih dari itu, ada banyak masalah yang harus diselesaikan. Persoalan yang tak bisa menunggu menjelang Pemilu: musala-musala yang menjelang ambruk, kriminalitas yang terus naik, kualitas pendidikan yang tidak merata, lapangan pekerjaan, dan mungkin ini juga: kualitas internet yang tak merata.

Isu-isu ini perlu digarap secara berkesinambungan, sembari menjelaskan pentingnya politik kepada semua level generasi tersebut. Agar mereka tidak menjadi generasi apatis yang meyakini bahwa politik hanya buang energi. Agar mereka memahami bahwa isu-isu yang penting bagi mereka juga isu yang selalu penting bagi partai.

Masalahnya memang selalu tidak ada stamina menggarap pelbagai isu krusial jika bukan masuk tahun politik. Belum lagi persoalan siapa melakukan apa dan biaya dari mana. Berharap lintas generasi itu memberikan dukungan berbekal konten di media sosial juga tidak bisa membangkitkan semangat yang sama, seperti fanatisme para pemilih tradisional.

Oh, tentang pemilih tradisional itu, yang terjadi sepertinya ada kealpaan maha panjang. Identitas partai di tingkat paling bawah dalam sistem sosial kemasyarakatan sudah lama luntur. Tak ada lagi sosok yang menjadi ujung tombak partai, yang selalu hadir di musala-musala. Sosok yang tak perlu berbicara tentang partainya, tetapi dirinya sendiri sudah merupakan representasi partai itu sendiri. Bukan sesuatu yang instan semisal artis-artis rekrutan itu.

Penutup

Pada akhirnya, mekanisme utama untuk menjaga kesatuan dalam rumah persatuan umat berpulang pada sosok-sosok yang ada di dalam partai itu sendiri. Masing-masingnya haruslah mengembangkan sikap tenggang rasa: tepasalira. Bahwa setiap orang, setiap unsur dalam sistem itu, harus dilihat sebagai bagian yang penting.

Seumpama rumah, maka pondasi, tiang dan atap adalah cerminan dari bagian-bagian yang mengikat partai itu sendiri. Dengan pintunya yang ada di depan dan belakang, sehingga sebanyak apa pun masalah yang muncul, selalu tersedia jalan keluar. Tak ada lagi kebuntuan. Tak ada lagi perpecahan. Setengah abad, satu abad, maupun berabad-abad ke depan tidak ada bedanya, jika semangat persatuan itu dijunjung bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun