" Awas ya, kalau masih bolos lagi, papa nggak akan kasih uang jajan!"
"Kalau masih nangis, nanti papa lempar keluar"
Hayo....siapa diantara ayah-bunda yang pernah atau sering memberikan ancaman begini pada anak-anak....hmhm...saya juga pernah melakukannya, tapi itu dulu, sebagai orang tua jaman old, sebelum banyak belajar tentang pola pengasuhan yang positif, baik melalui buku, training ataupun melalui permasalahan klien di ruang terapi.
Ancaman memang seringkali menjadi senjata sebagian orang tua untuk membuat anak mau menuruti atau stop melakukan sesuatu. Bukan hanya anak, kita sebagai orang dewasa juga takut saat ada ancaman khan? Saat mendengar ancaman, anak selalunya merespon dengan cepat karena takut akan konsekuensinya....tapi, apakah kita pernah atau selalu melaksanakan ancaman tersebut? Saat kemudian anak tetap bermain games dengan handphone nya, apakah kita benar-benar membantingnya, atau saat bolos lagi, apakah kita benar-benar menstop uang jajannya? Jangan-jangan tidak pernah, dan kita hanya memberikan ancaman kosong.
"Duh...gimana ya Pak, kan sayang handphonenya mahal, masak dibanting..." atau "Rasanya nggak tega ya kalau nggak dikasih uang jajan, nanti makannya di sekolah gimana...". itulah jawaban dari banyak orang tua diruang konseling saat saya konfirmasi tentang ancamannya apakah dilaksanakan atau tidak. Sebelumnya para orang tua ini selalu mengeluhkan perilaku anaknya yang sering berbohong, tidak lagi mau menuruti atau bahkan sering membantah orang tua, kecanduan games, bolos sekolah dan banyak perilaku 'bermasalah' lainnya.
Dampak Ancaman Kosong
Dari banyak kasus, anak-anak yang cenderung berbohong, selalu mengulangi kesalahan atau bahkan berani melawan pada orang tua, karena orang tua kurang atau bahkan sudah tidak memiliki 'nilai' dimata anak, tidak memiliki harga, atau anak menganggap orang tua sebagai figur yang tidak bisa dipercaya. "Ah...mama tuh Cuma ngancam aja.." atau "paling hanya sebentar aja papa gitu, nanti juga dikasih...".
Ketika memberikan ancaman kosong sebenarnya orang tua juga telah mengajarkan anak untuk berbohong, karena memberi ancaman tanpa melakukan sama halnya kita berjanji tapi tidak ditepati. Seringkali anakberbohong, karena belajar dari kita orang dewasa. Meskipun kita sering mengajarkan anak untuk jujur, tapi anak lebih percaya apa yang dilihat, dibanding apa yang dia dengar.
Kalau begitu, terus bagaimana, masak sih harus dibiarin aja anak main games berlama-lama, atau dibiarkan bolos?
Apa kita tidak boleh mengancam? Tentu saja boleh. Tapi pastikan untuk mengeksekusi dan konsisten melakukannya.
Kalau nggak tega bagaimana? Yaaa buat ancaman yang tega untuk dilakukan, pikir lebih dulu sebelum memberikan ancaman, apakah kita akan tega untuk melakukannya atau tidak.Â