Mohon tunggu...
Khairul Anwar
Khairul Anwar Mohon Tunggu... Penulis - Warga Bumi

Penikmat Teh Anget di Pagi Hari

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Peran Pemuda NU Era Digital: Konsumen atau Produsen di Media Sosial?

26 Juli 2023   15:34 Diperbarui: 28 Juli 2023   15:18 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam berorganisasi, entah itu saat ber-IPNU atau sekarang ber-Ansor, pernah suatu ketika, saat sedang menunggu acara rapat akan dimulai, saya melihat teman-teman yang sudah hadir, pada memainkan gadgetnya masing-masing. Alih-alih saling ngobrol, mereka asyik dengan dunia gadget di genggamannya. Saya pun juga yang termasuk demikian.

Tak dapat dimungkiri memang, bahwa fenomena seperti itu kerap terjadi di acara perkumpulan offline dalam beberapa tahun terakhir ini. Asyik bemain hape sendiri-sendiri saat sedang berkumpul merupakan salah satu bentuk pergeseran budaya di era media sosial ini.

Jamak kita ketahui, bahwa kehidupan era sekarang tak bisa dilepaskan dari yang namanya internet. Dengan adanya internet, orang bisa mengakses sesuatu dengan mudah. Dari kalangan muda sampai dewasa, dari pejabat publik sampai tukang koran, mayoritas menggunakan internet sebagai media bantu dalam mengerjakan dan menghubungkan berbagai aktivitas manusia secara efektif, efisien, dan akurat.

Berdasarkan informasi yang saya ketahui, pengguna internet di Indonesia pada 2023 mencapai 215 Juta Jiwa. "Dahsyat,"celetuk saya.

Dari data tersebut, artinya sekitar 78,19% penduduk Indonesia dari total populasi 275,77 juta jiwa adalah pengguna Internet.

Dalam kehidupan sehari-hari, internet bak seperti rokok, bisa bikin candu. Sehari, bahkan satu jam saja tanpa internet, bisa bikin galau, ya nggak? Terlebih bagi orang yang kesehariannya memang tak bisa lepas dari internet. Lha gimana? Wong tanpa jaringan internet, kita nggak bisa kirim pesan WA, nggak bisa scroll sana, scroll sini.  Internet seakan sudah melekat dalam jiwa manusa.

Lalu apa yang paling banyak diakses oleh pengguna internet? Jawabannya adalah media sosial. Percaya tidak percaya, pengguna internet di negeri ini rata-rata hobi berselancar di jejaring sosial. Entah di Facebook, Twitter, Instagram, WhatsApp, dan lain sebagainya.  Mereka berkomunikasi, berdakwah, berjualan, nyetatus, ngonten, dll di berbagai platform yang ada.

Adanya medsos memang memudahkan orang untuk menyebarkan dan mengetahui informasi dengan lebih cepat. Berbeda halnya saat belum adanya medsos, dimana orang-orang mungkin harus membeli koran/tabloid/surat kabar untuk mendapatkan berita terhangat, atau kalau anak sekolah harus melihat mading (red: majalah dinding) agar mendapatkan informasi terbaru dari sekolah.

Kini, dengan adanya medsos segala aktivitas kita yang tadinya ribet, susah, jadi lebih mudah, efektif, dan efisien. Pokoknya apa-apa serba online, dan medsos lah yang bisa menggampangkan berbagai aktivitas kita.

Maka dari itu, sebagai pemuda NU, yang hidup ditengah himpitan teknologi yang makin berkembang pesat, kita harus bersyukur karena Allah SWT telah memberi kita kemudahan dalam hidup kita. Mungkin Anda bertanya "Bagaimana cara mensyukurinya?,"

Bersyukur dalam hal ini adalah dengan memanfaatkan medsos yang kita miliki secara baik, menyebarkan informasi atau pengetahuan yang bermutu, untuk bisnis, dan lain sebagainya, yang intinya medsos itu kita gunakan untuk hal-hal baik saja.

Kalau kita di organisasi, ya, medsos yang dipunyai organisasi itu kita kelola secara tekun. Misalnya dengan memposting informasi-informasi kegiatan organisasi, atau membagikan quotes dari ulama NU. Yang terpenting melakukannya harus istiqomah, jangan cuma satu atau dua kali.

Ketika sudah memutuskan untuk aktif bermedsos, pemuda NU juga punya kewajiban moral. Maksudnya bagaimana? kita bukan hanya sebatas penikmat, sebatas konsumen saja, namun juga harus menjadi produsen. Produksi konten-konten positif, menyampaikan Islam Rahmatan Lil Alamin, Islam Nusantara, Aswaja, misalnya, dan berbagai keilmuan lainnya. Tentu hal ini bisa dilakukan jika ada kerjasama yang baik.

Yang paling minimal pemuda NU harus nge-like dan kalau bisa memberinya komentar terhadap postingan-postingan dari ulama NU, banom NU atau lembaga NU lainnya. Karena dengan melakukan hal itu, kita sudah ikut terlibat meramaikan postingan tersebut. Selain like dan komentar, kita juga punya kewajiban untuk share postingan tersebut supaya diketahui dan bermanfaat bagi khalayak ramai.

Selain itu, kita juga perlu memahami pula bahwa di berbagai medsos, pasti ada yang namanya hoaks, ujaran kebencian, dan postingan yang sifatnya memecah belah. Menurut teman saya, tugas kita sebagai pemuda NU, baik secara individu atau kolektif, adalah dengan nggak usah repot-repot membantah di postingan tersebut.

Kita cukup dengan mengklarifikasi lewat medsos milik kita sendiri. Misal ada pihak yang mengatakan bahwa tahlil itu bid'ah, ya, kita cukup melawan narasi tersebut melalui postingan di medsos yang kita miliki.

Lalu soal lainnya dalam bermedsos, sebagai pemuda NU kita juga harus memakai fitur-fitur yang ada secara maksimal. Misalnya kalau di Instagram ada fitur reels, feed, streaming, share foto, dan lainnya, itu harus kita gunakan, tidak cuma upload foto doang.

Kalaupun toh bisanya cuma posting foto aja, paling tidak wajib dikasih caption. Captionnya pun tidak boleh asal, harus mengacu pada foto tersebut. Misal memposting foto selamat hari santri, ya, dikasih caption mengenai sejarah hari santri itu sendiri seperti apa, dan poin-poin lainnya yang berkaitan dengan hari santri.

Tidak hanya Instagram, fitur fitur yang di FB dan Twitter, semisal punya, juga harus dimaksimalkan untuk memproduksi konten-konten positif yang memberi manfaat bagi banyak orang. Dengan begitu kita sudah ikut serta menyampaikan kebaikan meskipun secara online. Selain itu, ketika kita memposting kutipan status atau mengambil konten orang lain, kita harus memberi kredit (mencantumkan sumber dari yang kita kutip). Ini merupakan salah satu bentuk etika dalam bermedia sosial.

Pada dasarnya, apa yang kita posting adalah sebuah hal baik, tinggal bagaimana kita bisa melakukan inovasi-inovasi pada konten kita, agar terlihat lebih menarik lagi dimata pengguna medsos. Yang terpenting, seperti yang sudah disinggung di awal, melakukannya harus istiqomah, meski itu tak mudah. Melek medsos bagi pemuda NU itu, menurut saya, sangat penting, karena kita hidup di zaman serba modern, bukan di zaman purba lagi. Kita hidup di zaman layar sentuh, bukan lagi di zaman telepon kaleng.

Akhir kata, mari kita, yang katanya sebagai pemuda NU, bijaklah dalam bermedsos. Sebab, dunia medsos saat ini punya power yang besar. Istilah 'viral' pun bermula dari medsos.  Pilih viral karena keburukan atau viral karena kebaikan, itu pilihan. Silakan dipikirkan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun