Bersyukur dalam hal ini adalah dengan memanfaatkan medsos yang kita miliki secara baik, menyebarkan informasi atau pengetahuan yang bermutu, untuk bisnis, dan lain sebagainya, yang intinya medsos itu kita gunakan untuk hal-hal baik saja.
Kalau kita di organisasi, ya, medsos yang dipunyai organisasi itu kita kelola secara tekun. Misalnya dengan memposting informasi-informasi kegiatan organisasi, atau membagikan quotes dari ulama NU. Yang terpenting melakukannya harus istiqomah, jangan cuma satu atau dua kali.
Ketika sudah memutuskan untuk aktif bermedsos, pemuda NU juga punya kewajiban moral. Maksudnya bagaimana? kita bukan hanya sebatas penikmat, sebatas konsumen saja, namun juga harus menjadi produsen. Produksi konten-konten positif, menyampaikan Islam Rahmatan Lil Alamin, Islam Nusantara, Aswaja, misalnya, dan berbagai keilmuan lainnya. Tentu hal ini bisa dilakukan jika ada kerjasama yang baik.
Yang paling minimal pemuda NU harus nge-like dan kalau bisa memberinya komentar terhadap postingan-postingan dari ulama NU, banom NU atau lembaga NU lainnya. Karena dengan melakukan hal itu, kita sudah ikut terlibat meramaikan postingan tersebut. Selain like dan komentar, kita juga punya kewajiban untuk share postingan tersebut supaya diketahui dan bermanfaat bagi khalayak ramai.
Selain itu, kita juga perlu memahami pula bahwa di berbagai medsos, pasti ada yang namanya hoaks, ujaran kebencian, dan postingan yang sifatnya memecah belah. Menurut teman saya, tugas kita sebagai pemuda NU, baik secara individu atau kolektif, adalah dengan nggak usah repot-repot membantah di postingan tersebut.
Kita cukup dengan mengklarifikasi lewat medsos milik kita sendiri. Misal ada pihak yang mengatakan bahwa tahlil itu bid'ah, ya, kita cukup melawan narasi tersebut melalui postingan di medsos yang kita miliki.
Lalu soal lainnya dalam bermedsos, sebagai pemuda NU kita juga harus memakai fitur-fitur yang ada secara maksimal. Misalnya kalau di Instagram ada fitur reels, feed, streaming, share foto, dan lainnya, itu harus kita gunakan, tidak cuma upload foto doang.
Kalaupun toh bisanya cuma posting foto aja, paling tidak wajib dikasih caption. Captionnya pun tidak boleh asal, harus mengacu pada foto tersebut. Misal memposting foto selamat hari santri, ya, dikasih caption mengenai sejarah hari santri itu sendiri seperti apa, dan poin-poin lainnya yang berkaitan dengan hari santri.
Tidak hanya Instagram, fitur fitur yang di FB dan Twitter, semisal punya, juga harus dimaksimalkan untuk memproduksi konten-konten positif yang memberi manfaat bagi banyak orang. Dengan begitu kita sudah ikut serta menyampaikan kebaikan meskipun secara online. Selain itu, ketika kita memposting kutipan status atau mengambil konten orang lain, kita harus memberi kredit (mencantumkan sumber dari yang kita kutip). Ini merupakan salah satu bentuk etika dalam bermedia sosial.
Pada dasarnya, apa yang kita posting adalah sebuah hal baik, tinggal bagaimana kita bisa melakukan inovasi-inovasi pada konten kita, agar terlihat lebih menarik lagi dimata pengguna medsos. Yang terpenting, seperti yang sudah disinggung di awal, melakukannya harus istiqomah, meski itu tak mudah. Melek medsos bagi pemuda NU itu, menurut saya, sangat penting, karena kita hidup di zaman serba modern, bukan di zaman purba lagi. Kita hidup di zaman layar sentuh, bukan lagi di zaman telepon kaleng.
Akhir kata, mari kita, yang katanya sebagai pemuda NU, bijaklah dalam bermedsos. Sebab, dunia medsos saat ini punya power yang besar. Istilah 'viral' pun bermula dari medsos. Â Pilih viral karena keburukan atau viral karena kebaikan, itu pilihan. Silakan dipikirkan.