Cara paling efektif untuk mengembangkan sosial emosional anak yaitu dengan bermain
Sejak dini anak memang harus dididik untuk mengembangkan kemampuan berperilaku sosial. Jika tidak, maka anak akan mengalami kesulitan untuk mengembangkan dirinya (Rohayati, 2013). Ada beberapa upaya yang bisa dilakukan agar anak dapat mengembangkan kemampuan sosialnya, yaitu dengan teman sebaya, bermain dan permainan. Peran teman sebaya dalam membentuk kemampuan berperilaku anak dapat memberikan pengaruh yang kuat karena anak dapat membedakan mana perilaku yang baik mana yang buruk. Selain itu anak juga dapat mengasah dan membandingkan dirinya dengan temannya atau antara teman yang satu dengan yang lain (Akilasari, 2015). Maka, dengan teman sebaya pula anak akan saling mengakrabkan diri dan mencoba untuk memasuki kelompoknya, sehingga perkembangan sosial emosional anak akan terbentuk secara bertahap. Anak dikatakan berhasil dalam menerima interaksi terhadap teman sebaya ketika mereka memiliki peran dalam kelompoknya dan disukai oleh anggota kelompok sehingga mereka diajak untuk melakukan sebuah permainan.
Perlu diketahui bahwa pembelajaran kepribadian sosial yang sesungguhnya yaitu melalui proses pembelajaran yang dilakukan dalam suatu kelompok teman sebaya. Dalam kelompok ini anak mulai mengerti bagaimana memberi perlakuan kepada orang lain dan anak dituntut untuk menerima teman sebaya. Disini anak memilih anak yang usianya sama, memiliki minat bermain, menerima kelompok lain, menerima perbedaan antara dirinya dan temannya, menerima kelas sosial berbeda dan mandiri.
Penerimaan dan penolakan terhadap suatu kelompok akan terjadi berdasarkan karakter apa yang akan dikeluarkan oleh anak dalam berinteraksi. Hetherington dan Parke (dalam Izzaty, n.d.) mengemukakan bahwa teman sebaya memiliki peran penting dalam perkembangan sosial anak.
- Penguat perilaku yang diinginkan (Contoh: menerima pujian).
- Sebagai model (Contoh: mengamati dan meniru perilaku teman sebaya).
- Berhubungan dengan self-image dan harga diri dengan membandingkan kemampuan atau standar yang berlaku.
- Sebagai petunjuk (tempat untuk melakukan sosialisasi dan membentuk hubungan dekat dengan temaan sebaya).
Apabila tercipta interaksi antara anak dan teman sebaya maka anak juga akan memahami persamaan dan perbedaan antara dirinya dan temannya. Bersama teman sebaya anak akan belajar bergantian, berbagi, menyelesaikan masalah bersama dan menjaga hubungan baik dengan teman. Selain itu, anak juga akan melakukan diskusi, memahami permasalahan dari sudut pandang berbeda dan mengambil keputusan berdasarkan kesepakatan bersama. Melalui interaksi tersebut anak akan menghasilkan kemampuan yang positif untuk kematangan emosi, pikiran dan tujuan bersama (Izzaty, n.d.). Semakin sering anak berinteraksi maka semakin besar pula pengaruh hubungan timbal balik antara anak dengan teman sebaya, orang dewasa ataupun lingkungan.
Namun, ada sebagian anak yang sulit untuk menunjukkan perilaku sosialnya dan sebagian dari mereka juga kesulitan untuk memulai interaksi terhadap teman sebayanya. Untuk membantu anak maka diperlukan peran orang tua dan guru sebagai perantara anak untuk mengembangkan perilaku saat berinteraksi dilingkungan sosial.
Selain teman sebaya, mengembangkan sosial emosional anak juga bisa melalui bermain dan permainan. Tentunya anak akan bermain dan melakukan permainan dengan teman sebaya untuk memudahkan interaksi antara keduanya. Ketika anak bermain secara tidak langsung mereka juga akan belajar. Bermain dapat dilakukan diberbagai aktivitas seperti berlari, berjalan, bernyanyi, menggambar dan kegiatan lainnya.
Cara paling efektif untuk mengembangkan sosial emosional anak yaitu dengan bermain dan melakukan permainan. Bahkan dengan bermain pula anak akan mengerti dengan dirinya sendiri, orang lain bahkan memahami lingkungannya. Bermain dilakukan anak tanpa paksaan dan tanpa adanya aturan sehingga dilakukan hanya untuk memperoleh kebebasan dan kesenangan semata. Anak berpikir bahwa dengan bermain mereka akan merasakan kebahagiaan dan memiliki harapan baru. Hal yang sangat wajar jika anak menghabiskan waktu untuk bermain karena dunia anak adalah dunia bermain. Bermain merupakan kebutuhan bagi anak untuk menstimulasi perkembangan diri mereka dan memberikan kepuasan tersendiri bagi anak (Lubis, 2019). Kebutuhan yang dimaksud yaitu perkembangan motorik, kognitif, kreativitas, bahasa, moral dan sosial emosional.
Dengan permainan pula fungsi emosi anak akan terasah dan anak akan belajar untuk menyelesaikan masalahnya sendiri baik itu masalah batin. Dengan melakukan kegiatan ini, kepekaan emosi anak juga akan ikut terasah dengan cara mengenal berbagai macam perasaan, perubahan perasaan hingga membuat pertimbangan berdasarkan perasaan.
Melalui permainan anak akan merasa bebas karena perasaan terpendam dan tekanan yang dirasakannya dapat terlepas begitu saja. Anak lebih mementingkan kebahagiaan daripada hasil akhir yang diperoleh. Tetapi ada hal lain yang harus diperhatikan dalam memilih bentuk dan alat permainan. Untuk mengembangkan potensi anak secara optimal maka alat permainan yang digunakan harus memiliki nilai edukatif yang sesuai dengan usia anak.
Ada beberapa kasus mengenai pembelajaran anak usia dini bahwa tidak sedikit guru yang jarang menerapkan permainan dalam proses belajar (Astuti et al., 2016). Jika hal tersebut dibiarkan maka perkembangan anak akan sedikit terhambat dan tentunya tidak berjalan sesuai harapan. Agar perkembangan anak berjalan dengan baik maka guru harus menerapkan metode bermain dan permainan dalam proses belajar. Maka dengan begitu anak akan berinteraksi bersama teman sebaya, memperoleh informasi, mendapatkan pengetahuan yang belum diketahui, mengembangkan imajinasi dan memperoleh kebahagiaan ketika bermain. Bermain dapat dilakukan dengan menggunakan alat atau tanpa alat sekalipun. Alat yang dapat digunakan untuk bermain contohnya yaitu balok, boneka, puzzle, kartu angka dan lain sebagainya. Permainan juga dapat dikatakan sebagai olahraga ringan baik itu dilakukan sendiri atau bersama teman-teman, contohnya yaitu lari, bersepeda, naik turun tangga, bermain bola dan kegiatan lainnya.
Sumber:
Akilasari, Y. (2015). FAKTOR KELUARGA, SEKOLAH DAN TEMAN SEBAYA PENDUKUNG KEMAMPUAN SOSIAL ANAK USIA DINI. 1113054068, 1--13.
Astuti, B., Muthmainnah, & Fatiamaningrum, A. S. (2016). Pengembangan Panduan Permainan untuk Mengoptimalkan Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan Anak, 5(1), 684--694.
Izzaty, R. E. (n.d.). Penerimaan teman sebaya sebagai indikator kemampuan penyesuaian diri: arti penting pengembangan karakter sejak usia dini. 1--11.
Lubis, M. Y. (2019). Mengembangkan Sosial Emosional Anak Usia Dini Melalui Bermain. Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini, 2(1).
Rohayati, T. (2013). Pengembangan Perilaku Sosial Anak Usia Dini. Cakrawala Dini, 4, 131--137.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H