Mohon tunggu...
Khairil Anam
Khairil Anam Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang Relawan berparas rupawan, menulis menumpahkan pengalaman

Sedang tertarik di dunia lain

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Baduy Kembali

3 April 2016   16:29 Diperbarui: 3 April 2016   16:50 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 “Bagiku masyarakat baduy adalah pesona, warna kilau dari kelamnya warna peradaban dunia.

Dua minggu yang lalu, adalah sekian kalinya perjalananku menelusuri keelokan masyarakat Baduy, dalam perjalanan kali ini merupakan kesempatan berharga mendatangi satu kampung di pedalaman Desa Kanekes. Kampung Cikeusik Namanya, salah satu tempat dari 3 kampung yang menjadi lokasi beranung masyarakat Baduy Dalam, dalam melekasankaan aktivitas sehari-harinya dengan ciri khas baju putih yang melekat di badannya.

Sore itu, perjalanan yang berharga tersebut dimulai dengan menaiki kereta api arah Rangkas Bitung dari Pondok Ranji. Kali ini kami hanya berdua, bersama temanku yang ingin sekali melepaskan kepenatan Jakarta dan segala hiruk pikuk problematika tentang kisah cintanya.  Sepanjang perjalanan, kami mengisi untuk saling berbagi, berbagi cerita, kisah romantika dan tentunya tentang harapan masa depan pria, sampai tak disangka stasiun Rangkas telah tiba.

Kami memulai perjalanan selanjutnya, menaiki Bus tujuan Cisemeut, lokasi dimana tujuan akhir Bus ini berada namun bukan lokasi akhir bagi untuk memulai perjalanan Ke Desa Kanekes. Artinya, masih ada jarak yang harus kami tempuh lagi untuk bisa sampai di Desa Kanekes. Malam itu menunjukan pukul 22;00 tepatnya, kami harus menggunakan layanan kendaraan bermotor untuk melanjutkan perjalanan kami. 

Berkat pertemanan yang aku bangun selama mengabdi untuk masyarakat lebak dalam kegiatan sosialku, dari sanalah aku mendapatkan bantuan, dihantarkanlah kami untuk pergi di salah satu rumah untuk bermalam. 

Ini yang kedua kali bagiku, harus melewati malam Lebak dengan kehawatiran. Melewati sederet hutan tanpa penerangan disamping jalan kendaraan, dengan cerita mistik dan segala kejadian kriminal yang tidak dibuat sengaja untuk menakut-nakuti keadaan.

Akhirnya, kami sampai dan memberi salam memnita izin untuk bermalam di Rumah salah satu kerabat dekatku, Pak Toha Namanya. Lokasi rumah Pak Toha merupakan berbabatasan dengan Desa Kanekes di sebelah Utara, tepatnya di Kampung Cakeum, Desa Nayagati Kecamatan Leuwidamar, Lebak, Banten. 

Bahkan dari rumahnya kita bisa langsung menuju rute perjalanan ke arah Baduy Dalam tentunya harus melewati sekitar 5 Bukit.   Disana kami dipertemukan dengan mereka yang senasib dalam perjalanan ini, menumpang bermalam untuk melanjutkan perjelanan esok mengunjungi Peradaban di dalam sana.

Dengan dipandu oleh dua orang tour guide akhirnya perjalanan kami dimulai menuju Masyarakat Baduy Dalam. Melalui jalan pintas yang dianggap cukup dekat dengan kisaran waktu yang ditempuh sekitar 5 Jam, kami mencoba menelusuri perjalanan itu menuju kampung Cibeo. Kampung Cibeo, merupakan kampung dalam pertama yang mudah untuk dijumpai dengan lokasi yang tidak sejauh kampung lainnya yang dihuni oleh masyarakat Baduy Dalam. 

Perlu untuk diketahui, bahwa masyarakat Baduy menurut hak Ulayat Masyarakat Baduy adalah mereka yang bertempat tinggal di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kab Lebak yang terdiri dari dua kelompok, pertama adalah Kelompok Masyarakat Baduy Dalam yang mendiami Kampung Cibeo, Cikeusik dan Cikeetaawng atau disebut dengan Masayrakat Tangtu. 

Sedangkan kelompok Baduy Luar mendiami sekitar 51 kampung atau biasa disebut dengan Masyarakat Panamping, masyarakat ini sangat diberikan kelonggaran dalam menjalankan tradisi turun temurunnya. Namun, merka masih dibawah kendali masyarakat Baduy Dalam sehingga apapun kebijakan yang berkenaan dengan sistem adat-istiadat harus mengikuti aturannya.

Jarak dari Kampung Cibeo ke Kampung Cikeusik sekitar 1 hari lamanya begitupun kampung selanjutnya. Maka, tidak jarang ada yang bisa sampai untuk menelusiri ke semua kampung yang dihuni masyarakat baduy dalam tersebut. Dengan kondisi rute yang tidak sebaik atau serapih rute perjalanan ke Baduy luar bisa menjadi tantangan tersendiri dalam ekspedisi kali ini.

Tidak terasa, sudah setengah jarak perjalanan ini menyusuri bukit demi bukit, melewati setiap terjalnya perjalanan. Mata yang tidak sedikitpun berkedip memandang keindahan alam ciptaan ini, mulut yang tidak henti-hentinya berucap rasa syukur, takjub bisa menjadi bagian dari keragaman Negeri ini. Seraya ingin mengucap “Kami Bangga Menjadi Indonesia”. 

[caption caption="Menikmati pemandangan dari perbatasan Hutan Larangan "][/caption]Sesekali kami singgah di salah satu rumah milik Masyarakat Baduy untuk beristirahat dan bencengkrama dengan menggunakan Bahasa sunda dialek sunda kasar. Penduduk Baduy Dalam tidak sepadat penduduk Masyarakat Baduy Luar, sepanjang perjalanan hanya sedikit sekali bisa melihat permukiman disana.  Kami bersinggah unutk mencicipi buah-buahan yang secara murni langsung didapat dari pohonnya, rambutan markisa dll. 

Di Baduy ada beberapa tumbuhan yang dilarang untuk ditanam, diantara tumbuhan tersebut adalah tumbuhan yang harus dikelola terlebih dahulu seperti halnya, singkong cengkeh dsb. Hal ini disebabkan sikap traumatik mereka terhadap perilaku penjajah Belanda kala itu yang memanfaatkan mereka unutk mengelola tumbuhan tersebut dan diambil keunutungan secara spihak. 

Selebihnya, buah-buahan dan jenis tumbuhan ladang laiinnya boleh unutk ditanam bahakan dijual sebagai mata pencaharaian merkea, kecuali Padi sebagai tanaman yang tidak boleh dijaul dan harus menguikuti karuhun atau ketentuan cara menanam seperti nenek moyang mereka mengajarkan.

Disela istirahat, kami bencengkrama tentang keteguhan sikap masyarakat Baduy, tentang pendidikan yang didapt anak-anak Baduy, bagiaman tidak jelas mereka dilarang untuk sekolah formal oleh pikukuhnya, oleh aturan adatnya. Namun, hal tersebut bukan merupakan batasan merek untuk tidak sakola. Sakola merupakan istilah lain bagi mereka untuk tetap belajar, belajar dengan menyesuaikan dengan alam yang mereka punya. Pendidikan yang mereka rasakan adalah pendidikan tepat guna.

 Semua pemuda Baduy memiliki keahlian yang dibutuhkan masyarakatnya, yakni bercocok tanam, membuat peralatan rumah tangga, membangun rumah, menjaga hutan dan lingkungan. Semua wanita Baduy trampil bekerja di sawah dan kebun, memasak, memilir padi menjadi beras. Semua wanita Baduy bisa jadi bidan bagi wanita lain yang melahirkan.Semua orang Baduy mampu meramu obat sendiri dan mengobati sakit – apakah diri sendiri atau orang lain. 

Di sana tak perlu klinik, puskesmas, atau rumah sakit. Semua orang Baduy sehat dan kuat. Tak ada anak Baduy yang kena autis atau indigo atau mengalami kelainan seksual. Masyarakat Baduy betul-betul masyarakat mandiri. Tanpa sepeser pun anggaran pemerintah, mereka tetap subur makmur gemah ripah loh jinawi.

Pukul 11:00 siang, setelah menempuh hampir 5 jam lamanya kami berjalan akhirnya kami menemukan satu pemukiman yang cukup padat diisi oleh 30 kurang lebih KK, dengan kondisi bangunan tradisional yang hanya memanfaatkan bahan-bahan bangunan alakadarnya, ikatan kayu sebagai  paku alami yang mereka gunakan sebagai penguat bangunan mereka, bilik-bilik sebagai dinding dan jerami sebagai atap merupakan komponen yang diperlukan dalam pembangunan rumah sederhana mereka. 

Dalam kesempatan hari itu, saya tidak melihat banyak orang karena memang saat jam 7:00 sampai 17:00 adalah waktu mereka untuk berladang, hanya ada segelintinr orang saja yang berada di pemukiman tersebut. Mereka adalah orang-orang yng ditugaskan oleh puun untuk menjaga piket pada hari itu, mereka diharuskan menjaga ketertibatan dan kebersihan  pemukiman selama ditinggal oleh penduduk lainnya.

Saya diberi kesmpatan untuk mengbrol banyak tentang masyrakat Baduy kepada salah seorang disana,saya mendengarkan secara seksama bagaimana tradisi mereka agar tetap lestari melebihi batas zaman seharunya. Masyarakat Baduy Dalam terkenal dengan Pikukuh Baduynya, ikatan tradisi tersebut disesuaikan dengan latar belakang tempat bermukim suatu kampung, Orang Tangtu masih kental dengan kelestarain adatnya karena di dalam satu perkampungan dihuni oleh seorang puun. 

Puun merupakan  jabatan fungsional tertinggi dalam struktur sosial masyarakat, dia berfungsi sebagai kepala adat yang memiliki otoritas tertinggi dalam upaya untuk melestariakn adat-istiadat masyarakat Baduy di Desa Kanekes. Diabawah Puun ada beberapa menteri yang menjebatani segala kebijakan puun, mereka adalah baresan dan tangkesan mereka sebagai menteri yang memebantu puun dalam menjalankan tugas keseharinnya, bertugas unutk  mengkomuniaksikan kepada Jaro apabila ada upacara-upacara adat atau ada hal lai yang berkenaan denga adat istiadatnya untuk segera di beritahuakan kepada setiap penduduk di Desa Kanekes. 

Jaro tersebar di setiap kampung yang berada di bawah Desa Kanekes, berfungsi sebagai penghubung kebijakan yang dikeluarkan oleh puun terkait dengan masalah adat kepada masyarakat setempat, jaro terdiri dari 12 jaro beserta Jaro pemerintah. Begitupun ketika ada anggota masyarakat Kanekes yang kemudian melanggar Buyut ( asatu larangan yang diberlakuakn kpeada masyarakat Baduy), larangan tersebut tidak boleh dilanggar, apabila dilanggar ada sanksi yang akan diberikan kepada si pelenggar, terganutng seberapa berat buyut yang dilanggar tersebut, apabila sangat berpengaruh pada sistem kebudyaannya maka sanki akan semakin berat, bisa saja sampai dikeluarkan dari anggota masyarakat. Inti dari pikukuh yang haruu tetap dijaga adalah “Lojor teu meunang dipotong, pondok teu meunang disambung (artinya segala sesuatu yang ada dalam kehiduapan ini tidak boleh dikurang maupun ditambah, harus tetap utuh).

Obrolan kami begitu mencair, bagaimana tidak kami tidak menyangka ternyata banyak diantara mereka yang sering kali bolak-balik berkeliling Jakarta, lokasi tempat kami tinggalpun mereka tau. Kami sedikit tertawa mendengar cerita ketika mereka masuk ke Mall-mall besar yang ada di Jakarta hanya bermodalkan dengan jalan kaki. Tidak tanggung-tanggung Mall Taman Anggerk sering menjadi tempat singgah mereka dalam berjualan atau menyusri setiap sudut Jakarta. 

Kami tertawa kecil mendengar cerita dari para masyarakat Baduy, tetapi kami salit dengan keteguhan mereka dalam menjalankan kewajiban mereka atas adat-istiadat yang tetap harus mereka junjung.Kami membayangkan seandainya diri ini dan seluruh masyarakat Indonesia lainnnya, masih erat dalam menjunjung tinggi nilai kebudayaan yang diwariskan oleh nenek-moyang kita. Saya rasa, tidak perlu KPK hadir untuk meanggulangi masalah korupsi yang bersumber karena keserakahan,  sedangakn keserakahan bukan merupakan tradisi yang di gariskan oleh nenk moyang kita.  

Dalam perlajanan pulang, seolah kami tidak percaya apa yang kami hari ini dapatkan seolah pencerah bagi diri ini. Dan hal ini lah yang membuat aku tentunya merasa ketagihan untuk pergi kembali Ke Baduy, menelusiri keindahan Baduy, lagi dan lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun