Mohon tunggu...
Khairil Anam
Khairil Anam Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang Relawan berparas rupawan, menulis menumpahkan pengalaman

Sedang tertarik di dunia lain

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Baduy Kembali

3 April 2016   16:29 Diperbarui: 3 April 2016   16:50 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jarak dari Kampung Cibeo ke Kampung Cikeusik sekitar 1 hari lamanya begitupun kampung selanjutnya. Maka, tidak jarang ada yang bisa sampai untuk menelusiri ke semua kampung yang dihuni masyarakat baduy dalam tersebut. Dengan kondisi rute yang tidak sebaik atau serapih rute perjalanan ke Baduy luar bisa menjadi tantangan tersendiri dalam ekspedisi kali ini.

Tidak terasa, sudah setengah jarak perjalanan ini menyusuri bukit demi bukit, melewati setiap terjalnya perjalanan. Mata yang tidak sedikitpun berkedip memandang keindahan alam ciptaan ini, mulut yang tidak henti-hentinya berucap rasa syukur, takjub bisa menjadi bagian dari keragaman Negeri ini. Seraya ingin mengucap “Kami Bangga Menjadi Indonesia”. 

[caption caption="Menikmati pemandangan dari perbatasan Hutan Larangan "]

[/caption]Sesekali kami singgah di salah satu rumah milik Masyarakat Baduy untuk beristirahat dan bencengkrama dengan menggunakan Bahasa sunda dialek sunda kasar. Penduduk Baduy Dalam tidak sepadat penduduk Masyarakat Baduy Luar, sepanjang perjalanan hanya sedikit sekali bisa melihat permukiman disana.  Kami bersinggah unutk mencicipi buah-buahan yang secara murni langsung didapat dari pohonnya, rambutan markisa dll. 

Di Baduy ada beberapa tumbuhan yang dilarang untuk ditanam, diantara tumbuhan tersebut adalah tumbuhan yang harus dikelola terlebih dahulu seperti halnya, singkong cengkeh dsb. Hal ini disebabkan sikap traumatik mereka terhadap perilaku penjajah Belanda kala itu yang memanfaatkan mereka unutk mengelola tumbuhan tersebut dan diambil keunutungan secara spihak. 

Selebihnya, buah-buahan dan jenis tumbuhan ladang laiinnya boleh unutk ditanam bahakan dijual sebagai mata pencaharaian merkea, kecuali Padi sebagai tanaman yang tidak boleh dijaul dan harus menguikuti karuhun atau ketentuan cara menanam seperti nenek moyang mereka mengajarkan.

Disela istirahat, kami bencengkrama tentang keteguhan sikap masyarakat Baduy, tentang pendidikan yang didapt anak-anak Baduy, bagiaman tidak jelas mereka dilarang untuk sekolah formal oleh pikukuhnya, oleh aturan adatnya. Namun, hal tersebut bukan merupakan batasan merek untuk tidak sakola. Sakola merupakan istilah lain bagi mereka untuk tetap belajar, belajar dengan menyesuaikan dengan alam yang mereka punya. Pendidikan yang mereka rasakan adalah pendidikan tepat guna.

 Semua pemuda Baduy memiliki keahlian yang dibutuhkan masyarakatnya, yakni bercocok tanam, membuat peralatan rumah tangga, membangun rumah, menjaga hutan dan lingkungan. Semua wanita Baduy trampil bekerja di sawah dan kebun, memasak, memilir padi menjadi beras. Semua wanita Baduy bisa jadi bidan bagi wanita lain yang melahirkan.Semua orang Baduy mampu meramu obat sendiri dan mengobati sakit – apakah diri sendiri atau orang lain. 

Di sana tak perlu klinik, puskesmas, atau rumah sakit. Semua orang Baduy sehat dan kuat. Tak ada anak Baduy yang kena autis atau indigo atau mengalami kelainan seksual. Masyarakat Baduy betul-betul masyarakat mandiri. Tanpa sepeser pun anggaran pemerintah, mereka tetap subur makmur gemah ripah loh jinawi.

Pukul 11:00 siang, setelah menempuh hampir 5 jam lamanya kami berjalan akhirnya kami menemukan satu pemukiman yang cukup padat diisi oleh 30 kurang lebih KK, dengan kondisi bangunan tradisional yang hanya memanfaatkan bahan-bahan bangunan alakadarnya, ikatan kayu sebagai  paku alami yang mereka gunakan sebagai penguat bangunan mereka, bilik-bilik sebagai dinding dan jerami sebagai atap merupakan komponen yang diperlukan dalam pembangunan rumah sederhana mereka. 

Dalam kesempatan hari itu, saya tidak melihat banyak orang karena memang saat jam 7:00 sampai 17:00 adalah waktu mereka untuk berladang, hanya ada segelintinr orang saja yang berada di pemukiman tersebut. Mereka adalah orang-orang yng ditugaskan oleh puun untuk menjaga piket pada hari itu, mereka diharuskan menjaga ketertibatan dan kebersihan  pemukiman selama ditinggal oleh penduduk lainnya.

Saya diberi kesmpatan untuk mengbrol banyak tentang masyrakat Baduy kepada salah seorang disana,saya mendengarkan secara seksama bagaimana tradisi mereka agar tetap lestari melebihi batas zaman seharunya. Masyarakat Baduy Dalam terkenal dengan Pikukuh Baduynya, ikatan tradisi tersebut disesuaikan dengan latar belakang tempat bermukim suatu kampung, Orang Tangtu masih kental dengan kelestarain adatnya karena di dalam satu perkampungan dihuni oleh seorang puun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun