Mohon tunggu...
Khairudin M. Ali
Khairudin M. Ali Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wartawan

Seorang wartawan...

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Gowes di Ncai Kapenta, KBC Nikmati Sagele

31 Desember 2015   08:28 Diperbarui: 31 Desember 2015   08:28 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

        EDISI gowes KBC kali ini, memilih untuk mencoba menaklukkan Ncai Kapenta. Jalan terjal dengan banyak tikungan tajam menuju kecamatan Ambalawi ini, memiliki tingkat elevasi yang hampir sama dengan jalan ke Wawo. Tetapi tantangannya jauh lebih panjang. Berikut catatan saya yang mengikuti kegiatan KBC tersebut.

        RABU malam pekan lalu, group WhatsApp KBC ramai diskusi tentang rute gowes untuk menutup akhir tahun 2015. Sejumlah usulan muncul, salah satu yang menguat adalah akan menyertakan keluarga menuju Vila Wadu Paju di kecamatan Ambalawi. Sesuai rencana, anggota KBC akan gowes pergi-pulang, sedangkan keluarga berangkat dengan mobil termasuk perbekalan. Jadi edisi gowes kali ini sekalian rekreasi keluarga. Sayangnya rencana ini gagal karena berbagai kesibukan penutup tahun terutama bagi kawan-kawan di birokrasi. ‘’Maaf kawan-kawan, laporan menumpuk dan harus sudah selesai sebelum akhir tahun. Saya tidak bisa ikutan,’’ kata Muhammad Sayeful Bahri, Kasi Perkim, Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bima yang juga sekretaris KBC.

Komentar lain juga muncul dari Sugiharto, Area Manager PT Garuda Indonesia Bima. ‘’Kalau saya yang tidak ada keluarga bagaimana pak?’’ katanya. Pertanyaan Sugiharto itu tentu dikomentari macam-macam oleh anggota group yang membuat suasana diskusi menjadi ramai. Bahkan Pimpinan Cabang Bank BNI ’46 Bima Khairul F Nawawi dengan seloroh menanggapi ringan, ‘’Yah bawa staf yang cantik saja pak Sugih (panggilan Sugiharto, Red). Saya akan ajak staf juga supaya ramai. Nanti Pak Khairudin bawa penyiarnya.’’

        Karena rencana bawa keluarga menuju Vila Wadu Paju gagal, beberapa anggota KBC akhirnya memutuskan untuk gowes menaklukkan Ncai Kapenta saja. Di antara yang bisa kumpul di depan Paruga Na’e Convention Hall pada Kamis pagi itu, hanya empat orang. Mereka adalah Khairul Nawawi, Sugiharto, Halida Naief, dan saya. Kami sebenarnya masih menunggu salah satu anggota yang sudah menyatakan siap ikut yaitu Hartanto Tulistyanto hingga pukul 06.10 Wita. Karena belum ada kabar, anggota KBC akhirnya memutuskan star pukul 06.15 Wita. Rute yang dipilih adalah Paruga Na’e – Cabang Malake – Jawangi - Ncai Kapenta.

        Seperti biasa, kami jalan beriringan teratur, apalagi hanya empat orang. Semua mengenakan jersey kebesaran KBC edisi dua kecuali saya. Sebelum tiba di terminal Jatiwangi, kami disambut anggota yang paling senior Hartanto Tulistyanto. Pria yang tampil penuh semangat dan masih sangat bugar ini, baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke 55. Berlima kami mulai menanjak di Ncai Kapenta sekitar pukul 06.30 Wita.

        Bagi anggota KBC, sebenarnya tidak terlalu kaget dengan rute menanjak. Hanya saja untuk rute Ncai Kapenta, ini baru pertama kali dilewati. Sebelumnya mereka sudah biasa naik di tanjakan Lampe hingga Santangi maupun di tanjakan pendek ke Dana Taraha. Bahkan pergi pulang ke Kolo atau tembus ke Uma Lengge di Wawo sudah sering mereka lakukan. Demikian pula dengan rute ke Lelamase. Tetapi untuk Ncai Kapenta memang baru pertama kali dan ini beda. Terus menanjak hingga menjelang perbatasan Kota Bima dengan Kabupaten Bima. Jalan tanjakan di Ncai Kapenta diperkirakan enam sampai tujuh kilometer. Nyaris tanpa ada yang datar apalagi menurun. Terus menanjak dan ini tantangan yang harus ditaklukkan oleh anggota KBC. Saya sebagai partisipan hanya ikut imbangi kayuhan mereka, sambil mengukur ketahanan fisik yang sudah pernah kram paha. Saya juga khawatir akan kambuh lagi sehingga gagal mengikuti anggota KBC pagi itu.

        Paling belakang Khairul Nawawi dengan pelan tapi pasti terus memutar pedal sepeda, sementara saya sesekali berbalik arah untuk menunggu supaya Pimpinan Cabang Bank BNI ’46 ini tidak kehilangan motivasi. Seperti kata kawan-kawan yang biasa di tanjakan, motivasi adalah penting. Triknya adalah jangan pernah melihat jauhnya jalan di depan dan tetaplah memutar pedal sepeda. Trik ini memang sangat ampuh membangun motivasi untuk bisa sampai di ujung tanjakan.

        Trik ini rata-rata sudah dipahami oleh anggota KBC. Sugiharto dan Halida Naief sudah jauh meninggalkan yang lainnya. Mereka penuh semangat mengayuh sepedanya. Tiba di tikungan jalan, keduanya melihat ada pemandangan yang bagus. Seperti biasa, ‘ritual’ foto-foto dimulai. Sambil menunggu anggota lainnya, mereka sudah ambil posisi. Ada semacam Sarangge di bawah pohon asam yang nyaman untuk istirahat. Setelah semuanya lengkap, sesi foto itu semakin ramai, termasuk memilih lokasi. Ada batu cadas di bibir jurang. Bagi yang berani selfie di tempat menantang, ini menjadi lokasi favorit. Ada plang bertuliskan wisata alam Lento la Mara di tempat itu. Kami tidak paham lokasi wisatanya itu yang mana, tetapi memang lokasinya bagus karena berada di bibir jurang dengan batu cadas yang bersih.

Usai sesi foto, gowes dilanjutkan. Tanjakan masih cukup jauh. Kami memutar pedal lagi dan terus semangat. Ketahanan fisik anggota KBC benar-benar diuji di tanjakan ini. Seperti sebelumnya, lagi-lagi Sugiharto dan Halida Naief yang berada di depan, sementara Khairul Nawawi masih berada di posisi paling belakang. Seperti sebelumnya, saya kembali berbalik untuk menjemput dan memberi motivasi. Sepanjang sisi Ncai Kapenta, petani sedang menanam benih padi di ladang mereka. Pondok-pondok kecil di sisi jalan memang menggoda untuk disinggahi oleh anggota KBC yang kelelahan. Pada tikungan berikutnya di mana ada jurang di bibir kiri dan kanan jalan, memang menyajikan pemandangan yang keren. Rupanya ini menggoda untuk dilakukan sesi foto lagi. Foto-foto sepertinya menjadi alasan untuk istirahat, padahal sebenarnya memang sudah lelah.

Sempat ada diskusi kecil. Halida Naief mengaku kalau staminannya terkuras dan sulit untuk terus mengayuh sepeda. Istirahat di situ memang kebutuhan karena sudah benar-benar kelelahan. Demikian pula dengan Tyanto, Sugiharto, dan Khairul. Saya sendiri merasa menemukan trik baru untuk trek tanjakan itu. Saya merasa stamina saya masih mampu untuk terus memutar sepeda setelah saya coba sandarkan lengan di stang sepeda sambil memutar dengan cepat menggunakan gigi dua di depan kombinasi dengan gigi delapan. Saya merasa laju sepeda saya lebih cepat dan lebih ringan karena badan saya merunduk. Saya kemudian memutuskan untuk melaju dan mencapai finish lebih dahulu. Sukses!

Istirahat sejenak di puncak tanjakan di ujung batas Kota Bima, staf BNI Cabang Bima tiba membawa nasi bungkus untuk sarapan. Kawan-kawan akhirnya memilih makan di atas bukit pas di sisi barat gerbang perabatasan. Pemandangan di situ begitu indah. Dari atas bukit mata bebas memandang ke segala sisi, terlihat petani sedang sibuk berladang. Ada yang membersihkan dan menyiapkan lahan, ada pula yang sudah mulai menanam. Dari kejauhan terdengar suara gambo dan rawa Mbojo kesenian khas Bima yang sedang mengiringi ibu-ibu dan remaja putri menanam padi di ladang di sisi timur bukit.

Masyarakat Bima menyebutnya Sagele. Menurut Alan Malingi dalam https://alanmalingi.wordpress.com/2013/12/10/tradisi-sagele-dan-arugele/ menyebut bahwa bagi masyarakat Inge Ndai (Sambori, Kuta,Teta,Tarlawi, Kadi, Kaboro dan sekitarnya) menyebutnya dengan Arugele. Malah Arugele di wilayah ini tidak hanya identik dengan prosesi menanam, tapi juga berkaitan dengan upacara dan hajatan hidup dan kematian. Sehingga di wilayah ini dikenal Arugele Ngguda, Arugele nika ro neku, arugele Suna Ra Ndoso, dan lain-lain.  Tapi bagi masyarakat di sekitar Lelamase, Ntobo,Ndano Nae dan sebagian wilayah Bima lainnya menyebutnya dengan Sagele. Sagele dan Arugele adalah tradisi menanam mayarakat Bima yang telah turun temurun dilakukan terutama memasuki musim penghujan.

Yang membedakan Arugele di Sambori dan sekitarnya dengan Sagele menurut Alan adalah pada nyanyian dan iringan alat musiknya. Arugele Ngguda (Arugele menanam) di Sambori dan sekitarnya hanya diiringi senandung Arugele tanpa musik pengiring. Bagi masyarakat Sambori dan sekitarnya, Arugele juga menjadi tarian nyanyian yang berhubungan dengan tanam dan panen. Oleh karena itu, atraksi seni ini biasa digelar di sawah dan huma ketika mulai menanam maupun pada saat panen. Arugele dinyanyikan bersama-sama oleh semua orang yang ada di hamparan ladang yang melakukan prosesi menanam.

        Karena penasaran, anggota KBC memutuskan untuk mengikuti jalan menurun ke arah asal suara musik Sagele yang menggunakan pengeras suara merek Toa yang digantung di pundak pemain musik. Kami memutuskan untuk mendatangi dan menyaksikan tradisi masyarakat yang hanya bisa disaksikan setiap musim tanam dan musim panen itu. Kami menyimpan sepeda di jalan raya dan mendaki mengikuti ibu-ibu dan remaja putri yang sedang menanam diiringi musik Sagele. Semua kami antusias mengabadikan dengan smartphone yang kami bawa. Ibu-ibu pun makin semangat dan meminta mereka untuk direkam. ‘’Semoga bisa masuk tivi ya,’’ kata seorang ibu.

        Sementara yang lain sudah sibuk mengambil gambar dan video, Sugiharto terlihat kesulitan untuk merangkak naik di gunung itu. Dengan susah payah dia terus mencoba menyusul ibu-ibu yang menanam karena ingin juga mengambil gambar. Khairul Nawawi dan Tyanto sudah sibuk membuat reportase dan stand up seperti layaknya reporter televisi. Sementara Halida Naief yang kalem dan paling muda di antara kami, hanya sesekali mengambil gambar.

Semuanya puas. Perjalanan pulang adalah bonus, karena kami tidak perlu mengayuh sepeda untuk jarak yang panjang. Jalan menurun digunakan untuk kebut-kebutan. Bahkan beberapa sepeda motor pun bisa dilewati. ‘’Ini pengalaman gowes yang luar biasa,’’ ujar Naief. Kapan Anda mulai bersepeda? Ayo mulai sekarang! (*)

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun