Ramadhan, sekitar 10 tahun lalu telepon seluler ku berbunyi. Memet Latanza, begitu tertulis di layar.
Memet, lengkapnya Selamet Mulyono, nama  jawa tapi asli melayu.
Latanza merupakan kos kami waktu kuliah yang "hangat dan nyaman" jika dirasakan dengan hati, bukan panca indra.
Kos yang ketika musim kemarau tidak kebasahan dan musim hujan tidak kepanasan. Eh, gimana..gimana?
*bocor, banjir, becek, sudah biasa.Â
Setelah bertanya kabar, perbincangan  berlanjut.  Memet ingin mengajak buka puasa bersama.
"Tunggu di rumah, aku dari pelalawan sekitar 2 jam lagi sampai pekanbaru," seru memet
"Ok" sahutku.
Ten..ten.. bunyi klakson memanggil. Aku mengenali pengemudi, tidak dengan kendaraannya. Seingatku memet dengan roda duanya, kini sudah bertambah menjadi empat. Alhamdulillah, sudah berhasil kawan, pikirku.
"ada apa ke Pekanbaru Met?"
"Tak ada, cuma ingin menapak tilas saat kita kos dulu," jawab memet.
Kawanku ini teringat waktu aku kehilangan lauk yang hanya tinggal setengah. Â Sisa lauk yang kusimpan tanpa sengaja terbuang olehnya saat berkemas di kos.
Ya, lauk yang hanya tinggal setengah, karena bagian lainnya sudah dilahap jam 11 siang. Waktu tepat rapelan sarapan dan makan siang.
Sore, perut mulai lapar. Coba mencari lauk yang tinggal setengah di tempat biasa. Tentu saja tidak kutemukan, karena sudah berpindah ke tumpukan sampah yang sebentar lagi akan dibakar.
Mulai gelisah, khawatir dengan lauk.
Bagaimana keadaannya, lagi di mana, dengan siapa, semalam berbuat apa? Yolanda....
(Kangen Band 2008)
Eh..
"Cari apa dir?"
"Lauk." sahutku masih asyik mencari di kumpulan keresek di dapur.
"Oh, mungkin terikut dengan sampah yang kubawa tadi" seru memet.
Naluri anak kos bergejolak. Dengan sigap kucari keresek berisi potongan lauk di antara sampah dan., kutemukan.
Apakah dimakan?
Jelas, kami adalah pejuang yang ketika mendapatkan, tidak akan menyia-nyiakan.
Jorok, tidak higienis? Bisa jadi. Jika tidak diare berarti "sehat" itulah definisi kami.
Balik lagi saat aku dan memet menunggu datangnya berbuka. Banyak hal yang kami ceritakan. Selain silaturahmi, kedatangan memet seakan "membayar hutang masa lalu" karena telah memindahkan bungkusan setengah lauk yang kusimpan.
Kami sepakat, perjuangan membawa hasil. Dulu menyisakan setengah lauk untuk jadwal makan selanjutnya. Namun, kini sudah "boleh" menghabiskan satu lauk untuk sekali makan ditambah bonus es teh.
Begitula kira-kira makna "sukses" bagi kami.
Bisa jadi setengah lauk yang disisakan kemarin merupakan bekal di masa depan.
Mungkin bukan pejuang yang tangguh, tapi percayalah kami adalah penahan lapar yang baik.
Meski setengah lauk, Â usaha dan syukur jangan setengah-setengah.
Abah Nuna
Pulau Burung, Â Syawal 1442 H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H