M. Dikri Al Farabi Mahasiswa Hubungan Internasional
Dari berita yang tersebar di kabarkan bahwa Indonesia akan menjadi tuan rumah penyelenggara untuk piala dunia U-20 bertepatan pada tanggal 20 Mei-11 Juni 2023, sementara pada ajang kejuaraan dunia pada dunia sepak bola sebelumnya FIFA jelas mendukung kelompok LGBT.
Sebelumnya Qatar telah mengeluarkan peraturan keras terkait dengan budaya barat yang tidak sejalan dengan budaya di Timur Tengah khususnya di Qatar sendiri yang sebagai tuan rumah penyelenggara seperti penjualan alkohol, seks bebas, lesbi, gay, homoseksual atau singkatnya LGBT.
Dari peraturan yang dikeluarkan oleh Qatar, hukuman akan diberikan kepada pelanggar aturan tersebut dengan ancaman penjara selama 7 tahun bagi yang melakukan seks bebas di luar nikah, kemudian para pecandu alkohol dan mempromosikan LGBT selama kegiatan Piala Dunia.
Dalam Event piala dunia kemarin ini, kepolisian Qatar menegaskan seks bebas sangat dilarang di negaranya kecuali suporter dengan pasangan suami istri, dalam peraturan tersebut sangat dilarang melakukan cinta satu malam. Tidak hanya cinta satu malam minum alkohol, sosialisasi LGBT sangat dilarang dengan konsekuensi tegas tanpa toleransi jika ketahuan.tentunya peraturan tersebut menjadi tournament terburuk bagi para suporter dari masyarakat barat.
Untuk ajang kejuaraan dunia selanjutnya yang akan dilaksanakan di Indonesia, Indonesia sebenarnya mampu menerapkan peraturan yang sama dengan Qatar untuk mengikuti jejak sesama negara dengan mayoritas penduduk islam.
Melihat dari sisi lain norma ketimuran sangat kental pada budaya islam nusantara dan Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk islam di dunia sehingga dapat dijadikan sebagai tolak ukur untuk menerapkan peraturan yang sama dengan Qatar.
Meski ajang tersebut dapat dikatakan lebih kecil jika dibandingkan dengan piala dunia, namun mengenai larangan promosi dan penyebaran LGBT sangat tidak menutup kemungkinan untuk di legalkan.
Melihat sampai saat ini FIFA selaku badan pemegang kendali atas pelaksanaan kejuaraan sepakbola dunia secara terang terangan mengkampanyekan LGBT. Hal tersebut dapat dilihat dari akun twitter resmi FIFA yang mengkolaborasikan warna Pelangi yang identik dengan lambang LGBT.
Warna yang ingin di kampanyekan
Panitia pelaksanaan Piala Dunia 2022 menerapkan beberapa aturan yang harus dipatuhi oleh suporter yang akan menyaksikan team andalannya. Peraturan yang diterapkan tersebut nyatanya sangat memberatkan bagi para suporter yang berasal dari negara eropa, akan tetapi pada faktanya Event tersebut dilaksanakan di negara semenanjung arab dengan mayoritas masyarakat muslim yang menjunjung tinggi nilai keagamaan. Dalam hal ini Presiden dari tuan rumah penyelenggara meminta supporter dan negara tuan rumah penyelenggara untuk yang hadir untuk memeriahkan Event ini untuk saling menghargai terutama budaya tuan rumah. Namun pada faktanya negara negara barat yang menjunjung tinggi LGBT seperti Inggris, Belgia, Jerman, Denmark, Wales, Swiss, dan Kanada merasa termarjinalisasi karena tidak memberikan mereka bebas berekspresi dan bertindak.
Kepala keamanan Abdullah AL Nasr selaku kepala keamanan Piala Dunia yang dilaksanakan sebelumnya menolak tegas terhadap kampanye LGBT yang dilaksanakan selama Piala Dunia Qatar 2022. Dalam hal ini ia menyampaikan bahwa Qatar tidak akan merubah diri seperti negara barat hanya untuk menyukseskan penyelenggaraan Event bertaraf dunia yang diselenggarakan di negaranya. Jika anda ingin mengkampanyekan terkait LGBT maka kampanyekanlah pada masyarakat yang dapat menerima hal tersebut. Jangan dating untuk menghina seluruh masyarakat Qatar kami tidak akan pindah agama hanya karena turnamen selama 28 hari. Jika seorang penggemar mengibarkan bendera LGBT ketika penyelenggaraan Event  bendera tersebut akan diambil, tindakan tersebut bukan bertujuan untuk menyinggungnya akan tetapi untuk melindunginya
Akankah Indonesia Membuat Aturan Seperti Qatar?
Jika kita telaah dari kasus-kasus LGBT yang pernah terjadi di Indonesia, kasus ini selalu mendapat sorotan hangat dari publik dan masih menjadi kasus yang kontroversial. Melihat dari resolusi yang dikeluarkan oleh PBB terkait dengan pengakuan atas hak-hak LGBT dan mendesak negara negara dunia memberlakukan hukum untuk melindungi hak LGBT. Namun hal tersebut bertentangan dengan falsafah bangsa yang di bangun dari falsafah Pancasila tanpa adanya campur tangan dari dunia barat. Jika dalam melaksanakan hak, kita tidak memperhatikan hak orang lain maka akan terjadi benturan hak atau benturan kepentingan dalam hidup bermasyarakat.
Dalam hal ini juga LGBT di Indonesia masih dianggap sebagai penyimpangan dari kodrat dan fitrah manusia. Manusia pada dasarnya diciptakan berpasangan yaitu pria dan Wanita. Konsepsi tersebut diatur dalam UU. No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan hanya antara pria dan Wanita.
Berangkat dari hal tersebut dapat dijadikan oleh Indonesia sebagai acuan dasar untuk menerapkan peraturan atas pelarangan mengampanyekan LGBT selama menjadi tuan rumah penyelenggara Event bertaraf internasional. Selain itu juga mayoritas masyarakat di Indonesia memeluk agama islam. Tentunya jika jika tidak diberikan regulasi hukum untuk membatasi kampanye dari LGBT ketika penyelenggaraan Event tentunya hal tersebut akan terjadi. Dari argumen di atas kemungkinan besar Indonesia akan menerapkan hal yang sama dengan Qatar sebagai tuan rumah penyelenggara kejuaraan sepak bola dunia sebelumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H