“kamu?”
“Hm… gimana ya pak… ini sungguh memporakporandakan apa-apa yang selama ini saya anggap sebagai sebuah kebenaran. Sampai saat ini saya belum bisa menerimanya. Tapi… saya ingin tahu kenapa bisa seperti itu?”
Akhirnya sang dosenpun menjelaskan bahwa “+” senilai dengan “atau” atau “gabungan”. a disini adalah himpunan. sehingga kita gabungkan antara himpunan a dengan himpunan a hasilnya tetaplah himpunan a itu sendiri. begitu pula dengan “.” senilai dengan “dan” atau “irisan”. sehingga ketika kita iriskan himpunan a dengan himpunan a maka hasilnya tetap himpunan a.
Komentar si kritis : “Hah, mana bisa seperti ini? Di dunia ini bukankah hanya boleh ada 1 yang benar? Kalau memang banyak hal yang benar. Kita tidak akan tahu mana yang benar-benar benar. Kalau memang banyak hal yang benar. Untuk apa ada surga dan neraka?”
Sang dosen hanya tersenyum.
“Kamu?” katanya pada sang plagmatis.
Sang plagmatis : “Sudahlah pak… saya tidak peduli… mana yang benar, mana yang salah… yang penting bagi saya… saya bisa lulus mata kuliah ini.”
“Kamu?” katanya pada yang satu lagi.
“Hm… ternyata kebenaran itu tidak hanya satu ya Pak. Perbedaan sudut pandang ternyata sangat menentukan apa itu kebenaran. Saya jadi senang sekaligus bingung.”
“Kenapa kamu senang?”
“Karena saya tahu lebih banyak hal. Bahwa kebenaran tidak hanya 1, jadi kita akan lebih toleran terhadap apapun yang terjadi di dunia ini.”