Mohon tunggu...
Khadijah
Khadijah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya adalah seorang mahasiswi di IPB University program studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Hobi saya adalah membaca buku, terutama novel. Konten berita yang saya sukai adalah seputar politik, berita luar negeri, dan dalam negeri

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Optimalisasi Pengelolaan Food Waste di Lingkungan Kampus IPB: Perspektif dan Tantangan

18 Agustus 2023   10:40 Diperbarui: 18 Agustus 2023   11:26 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: dokumentasi pribadi

Mahasiswa Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat IPB University pada Selasa, 8 Agustus 2023 telah melakukan penelitian mengenai food waste yang dilakukan pada beberapa kantin di kampus IPB University. 

Mahasiswa Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat IPB University melakukan penelitian tersebut memiliki tujuan yang tentunya dapat menambah pemahaman terkait optimalisasi pengelolaan food waste sesuai dengan tujuan dari SDGs. Hubungan dari penelitian yang telah dilakukan dengan keberlangsungan program SDGs akan dijelaskan lebih mendalam di bawah ini. 

Konsumsi dan produksi merupakan hal yang sangat sering dijumpai di sekitar kita. Hampir setiap aktivitas dalam kehidupan kita termasuk dalam kegiatan konsumsi dan produksi. Transaksi jual-beli makanan adalah salah satu contoh kegiatan konsumsi dan produksi yang sangat sering dijumpai. Sesuai SDGs nomor 12, yaitu konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab, seharusnya optimalisasi  konsumsi dan produksi makanan dilaksanakan secara bertanggung jawab. Akan tetapi, masih banyak konsumen yang menyisakan makanan mereka dan kemudian dibuang begitu saja oleh produsen. Makanan sisa yang dibuang tersebut memiliki istilah populer, yaitu food waste.

"Food and Agriculture Organization (2017) menyatakan bahwa sepertiga makanan yang diproduksi tiap tahun yakni sebesar 1,3 miliar ton merupakan food waste. Sementara dari 7,6 miliar orang, terdapat setidaknya 815 juta orang yang kelaparan" (Siaputra et al. 2019). Adapun di Indonesia, sebesar 13 juta ton makanan merupakan food waste (Afifah 2018). Tak hanya itu, dilansir dari kompas.com, pada tahun 2020, Indonesia menduduki peringkat keempat negara dengan food waste terbanyak di dunia. Dari pernyataan-pernyataan tersebut, terjadi ketimpangan antara jumlah food waste dengan orang yang kelaparan. Banyak orang yang kelaparan sementara yang lain menyia-nyiakan makanan dengan membuangnya begitu saja. Hal ini tentu merupakan salah satu bentuk ketidakadilan yang terjadi di dunia, khususnya Indonesia. Permasalahan food waste tersebut harus segera diselesaikan. Permasalahan ini sebenarnya dapat diselesaikan  dengan berbagai cara, salah satunya dengan optimalisasi pengelolaannya. 

Dari permasalahan diatas, mahasiswa Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat IPB University tergerak untuk melakukan turun lapang pada kantin-kantin yang ada di IPB University. Turun lapang bertujuan untuk melihat seberapa optimal pengelolaan food waste di tempat tersebut. Kantin-kantin tersebut adalah Purple Corner, Yellow Corner yang terdiri dari penjual: soto ayam, mie ayam, sup iga dan sup ayam, Kantin Sapta yang terdiri dari penjual: Mie Ayam Bangka dan soto ayam kampung, dan Blue Corner yang terdiri dari penjual: soto dan nasi goreng. Turun lapang ini dilakukan dalam bentuk wawancara yang akan dijabarkan di bawah ini.

Purple Corner

Di Purple Corner terdapat seorang bapak bernama Pak Hendra yang sehari-harinya berjualan nasi timbel, nasi bebek, gorengan, ikan, dan ayam kremes. Pak Hendra telah berjualan selama enam tahun lamanya. Menu yang sering diminati atau sering disebut best seller adalah ayam dan yang kurang diminati adalah bebek. Jualan Pak Hendra jarang sekali tidak habis karena Pak Hendra menyesuaikan ramai tidaknya pembeli. Apabila jualan Pak Hendra tidak habis, Pak Hendra akan membuangnya melalui pipa khusus sampah. Pak Hendra belum memiliki solusi untuk memecahkan permasalahan makanan sisa penjualan karena menyesuaikan pembeli.

Yellow Corner

Wawancara di Yellow Corner dilakukan kepada tiga penjual yaitu penjual soto daging, mie ayam, serta sup iga dan ayam. Dari hasil wawancara tersebut diperoleh informasi bahwa dua diantara pedagang yaitu mie ayam dan sup iga, yang diwawancarai sisa dari jualan yang tidak terjual akan dibuang begitu saja di tempat sampah terdekat tanpa diolah sama sekali, satu pedagang lainnya dibawa pulang untuk konsumsi di rumah.

Dari semua pedagang yang diwawancarai, semunya sudah berdagang lebih dari lima tahun, mengingat cara pengolahan limbah yang kurang baik pedagang di Yellow Corner telah menyumbang banyak limbah yang seharusnya bisa dipisah-pisah terlebih dahulu dan bisa diolah kembali menjadi beberapa produk inovatif dan pakan ternak jika mereka memelihara hewan ternak.

Sapta

Pada wawancara yang telah dilakukan di Kantin Sapta, baik penjual mie ayam bangka maupun penjual soto ayam kampung mengaku cenderung hanya menyisakan sedikit makanan dari aspek bahan baku dan sisa makanan yang berhasil terjual. Keduanya juga mengatakan bahwa perlakuan untuk sisa-sisa makanan tersebut langsung dibuang ke tempat sampah yang telah disediakan di sekitar kantin atau terkadang dijadikan sebagai pakan ternak (ayam) bila ada yang memintanya.

Meskipun demikian, "sedikit" sisa makanan yang dikatakan masih dapat memberikan dampak yang cukup besar bila terakumulasikan dalam jangka waktu yang lama, mengingat kedua penjual ini juga telah berjualan selama lebih dari satu tahun di Kantin Sapta. Pak Reza, selaku penjual mie ayam bangka di Kantin Sapta, memberikan solusi untuk menyedikitkan porsi makanan yang dijual guna meminimalisir food waste yang dihasilkan. Tak jauh berbeda, solusi yang diberikan oleh penjual soto ayam kampung di Kantin Sapta adalah dengan menyesuaikan porsi makanan yang dijual tanpa menambah ataupun mengurangi stok menu harian yang biasanya telah disiapkan. Solusi-solusi tersebut mungkin dapat diterapkan secara massal setelah melalui proses evaluasi dan penyempurnaan dari aspek-aspek lain.

Blue Corner

Wawancara di Blue Corner dilakukan di dua penjual makanan, yaitu soto dan gorengan serta aneka nasi goreng. Penjual soto dan gorengan bernama Kesi yang telah berjualan sepuluh tahun lebih. Makanan paling laris yang dijualnya adalah soto daging, sedangkan yang kurang laris adalah cireng isi. Bu Kesi tidak terlalu memperhatikan seberapa banyak makanan yang tidak habis dan tersisa dari jualannya. Dalam mengatasi food waste, biasanya makanan-makanan yang tidak habis diberikan kepada hewan ternaknya, yaitu ikan dan ayam sebagai bahan pakan alternatif. Bu Kesi juga memiliki solusi ke depannya terkait permasalah food waste di jualannya. Solusi tersebut adalah dengan menyesuaikan porsi makanan para konsumen.  

Penjual nasi goreng di Blue Corner bernama Abdullah. Ia berjualan di tempat tersebut sejak tahun 2006. Aneka nasi goreng yang dijual Bapak Abdullah jarang habis dan bersisa. Akan tetapi, apabila masih ada sisa, Bapak Abdullah akan memberikannya kepada ayam sebagai pakan alternatif. Adapun solusi kedepannya dari Bapak Abdullah terkait permasalahan food waste di jualannya adalah para pembeli dibebaskan untuk request porsi nasi goreng sesuai keinginan mereka. 

Berdasarkan hasil wawancara, ternyata penanganan food waste masih harus dioptimalkan karena terdapat beberapa penjual yang membuang food waste begitu saja. Apabila food waste tidak segera ditangani, dampak yang akan terjadi bisa sangat merugikan. Karena food waste dapat menyebabkan peningkatan tekanan pada sumber daya alam seperti air, tanah, dan energi yang digunakan untuk menghasilkan makanan. Selain itu, meningkatnya kegiatan membuang makanan ini juga akan menimbulkan masalah perubahan iklim karena produksi makanan yang sia-sia akan menghasilkan emisi gas rumah kaca yang lebih tinggi. Selain itu, food waste juga akan memperburuk isu kelaparan dan ketidaksetaraan pangan di berbagai belahan dunia. Oleh karena itu, penanganan food waste menjadi penting untuk menjaga keberlanjutan lingkungan dan sistem pangan global.

Solusi paling sederhana yang bisa kita lakukan untuk mengurangi pembuangan makanan yang bersisa adalah dengan membeli ataupun mengambil makanan yang diinginkan secukupnya sesuai dengan kemampuan kita untuk mengonsumsinya. Kemudian pastikan tenggat waktu kadaluarsa produk makanan minuman yang kita beli agar kita bisa meminimalisir kemungkinan produk tersebut akan terdiam lama dan tidak dikonsumsi segera sampai masa waktunya, hal ini menjadi satu perihal paling sering dijumpai khususnya bagi para individu yang menggunakan lemari es. Apabila nantinya food waste tidak bisa dihindari, maka yang bisa kita lakukan adalah dengan melakukan pengomposan, cara ini dapat mencegah sisa-sisa makanan menjadi timbunan yang merugikan dan malah bisa kita alihkan menjadi sesuatu yang berguna seperti pupuk.

Dalam upaya mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) dan sekaligus menjaga keberlanjutan dalam sektor lingkungan, penting bagi kita untuk mengatasi serta memahami permasalahan food waste dengan tindakan konkret. Tingginya tingkat food waste di Indonesia sangat memprihatinkan. Terdapat banyak sisa makanan terbuang di setiap tahunnya, sedangkan di lain sisi masih banyak masyarakat Indonesia yang belum bisa mendapatkan akses untuk pangan dan gizi yang layak. Ketidakadilan dalam distribusi dan akses pangan akan meningkatkan tingkat kelaparan di Indonesia. Meningkatnya tingkat kelaparan dapat menghambat Indonesia dalam bersaing secara global karena kelaparan dapat menurunkan produktivitas dan kualitas hidup masyarakat. Selain itu, limbah makanan dalam jumlah banyak tanpa pengolahan yang tepat juga dapat berdampak pada kerusakan lingkungan.

Sebagai salah satu bentuk kontribusi untuk mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) nomor 12, mahasiswa SKPM telah melakukan kegiatan pengumpulan data melalui turun lapangan pada sejumlah kantin di IPB University untuk mengetahui tingkat food waste dan tata cara pengolahannya di lingkungan kampus IPB University. Berdasarkan pernyataan yang dikeluarkan oleh beberapa pedagang tersebut mendeskripsikan bahwa jarang sekali ada makanan yang tersisa, tetapi masih ada sebagian kecil yang memang masih terlihat jelas ada makanan yang tersisa. Terdapat beberapa upaya preventif yang sudah dilakukan oleh para pedagang tersebut. 

Untuk mengatasi permasalahan food waste di Indonesia tentunya perlu ada keterlibatan dari semua pihak. Adanya kerja sama antara pemerintah dan industri makanan sangat penting dalam membuat kebijakan mengenai pembuangan dan pengolahan sisa makanan dari industri makanan. Selain itu, kolaborasi kesadaran diri antara produsen dan konsumen juga akan menjadi kunci yang sangat penting dalam suksesnya mengatasi permasalahan ini. Salah satu cara untuk meningkatkan kesadaran diri pada masyarakat dapat dilakukan melalui kampanye sosial tentang bagaimana masyarakat perlu mengatur porsi yang sesuai dengan kapasitas konsumen sampai tata cara pengolahan sisa makanan yang benar.

Daftar Pustaka

Afifah R. 2018. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku rumah tangga terhadap food waste [skripsi]. Malang: Universitas Brawijaya.

Siaputra H, Christianti N, Amanda G. 2019. Analisa implementasi food waste management di Restoran 'X' Surabaya. J Manajemen Perhotelan (JMP). [diakses 2023 Agu 16]; 5(1):1-8. doi: 10.9744/jmp.5.1.1--8

https://lestari.kompas.com/read/2023/05/16/190000086/indonesia-peringkat-4-food-waste-terbanyak-di-dunia#:~:text=KOMPAS.com%20%E2%80%93%20Indonesia%20menempati%20peringkat,banyak%20di%20dunia%20pada%202020. [diakses 2023 Agu 17]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun