Mohon tunggu...
Khadeejannisa
Khadeejannisa Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

بسم الله Menulis adl caraku berbagi dan bercerita

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kontradiksi: Duniaku dan Duniamu

2 Desember 2022   10:10 Diperbarui: 2 Desember 2022   13:29 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lantas saya berpikir, hidup ini bagaikan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Disaat banyak orang kelaparan, frustasi, terbelenggu oleh permasalahan hidup yang teramat kompleks. Nyatanya masih banyak kita temui pamer kemewahan dan kekayaan yang sedang hits dimedsos . Launching brand-brand ternama hampir tak pernah sepi dengan anemo masyarakat yang menyambutnya. 

Sebuah ponsel berlogo gigitan apel dibandrol fantastis bahkan seharga motor baru OTR. Pre-ordernya saja laris manis layaknya penjualan kacang rebus kaki lima. Di sudut lain ada bocil-bocil sedang santuy nonkrong sambil menyeruput minuman manis pelepas dahaga di sebuah tenant ternama.

Segelas saja bisa merogoh kocek lebih mahal daripada harga ayam sekilo di pasar tradisional. Tak perlu risau menebusnya karena berbekal kartu sakti pemberian orang tua mereka. 

Semua kemewahan itu terpampang nyata dan bisa dinikmati siapapun melalui unggahan di media sosial. Pernahkah terpikir bahwa hal-hal yang dianggap wajar itu adalah mimpi bagi sebagian orang. 

Terlalu takut rasanya bermimpi memiliki barang-barang branded atau berperilaku hedon seperti. Minimal tak perlu repot mengais makanan sisa di tempat sampah atau merendahkan diri dengan mencuri hanya demi sesuap nasi. 

Ibu-ibu yang berakting menyusui secara fiktif padahal kondisi tubuhnya malnutrisi dan tak mampu memproduksi ASI. Alhasil bayi-bayi mereka harus puas dengan menghisap tanpa menikmati kelezatan susu sesungguhnya.

Fenomena Korean waves yang melanda dunia juga negeri kita tercinta. Para penggilanya akan melakukan apapun demi memenuhi dahaga akan kecintaannya. Satu tiket konser yang harganya setara pendapatan seseorang dalam sebulan bekerja keras. 

Belum termasuk printilan ini itunya, bea transportasi, akomodasi, makan, sampai aksesories dan merchandise yang wajib hukumnya kalau mau dianggap K-popers sejati. 

Memang harga bukanlah angka yang berarti bagi para fans fanatik. Namun tanpa disadari standar itu adalah kepedihan bagi sebagian orang di luar sana. Ketimpangan dimana anak-anak terlantar dan orang-orang jompo di panti sosial sedang mengharapkan uluran tangan. Kondisi tempat tinggal seadanya, makan secukupnya berbalut kesederhanaan. 

Di belahan bumi lainnya ada orang-orang yang tak mampu menebus obat, terpaksa menahan sakit karena tak mampu membayar biaya pengobatan. Orang-orang cacat hidup dalam keterbatasan dan makin lama kondisinya kian memprihatinkan.

Tak jarang bagi yang tak kuat menahan beratnya beban hidup akibat permasalahan keluarga, bullying, kekerasan, terdesak oleh himpitan ekonomi berujung, stress, depresi hingga tersesat. Gelap mata, lingkungan yang kurang mendukung, tertekan, sampai mengambil jalan pintas yakni mengakhiri hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun